Didier Deschamps, Pelatih dengan Dua Bintang Besar di Dada
Dia adalah satu dari dua orang di muka bumi yang pernah mencium trofi Piala Dunia sebagai kapten dan sebagai pelatih. Catatan setinggi itu diraihnya dengan jiwa memimpin yang membumi serta visi bermain yang lugas. “Saya di sini untuk menuliskan lembar baru dalam sejarah, lembaran yang sangat indah,” kata Didier Deschamps.
Beberapa waktu sebelum final Piala Dunia 2018, di Moskwa, Rusia, Didier Deschamps, pelatih timnas Perancis dibanjiri pertanyaan tentang skuat dan peluang timnya menjadi juara Piala Dunia 2018. Banyak yang menghubungkan peluang timnas Perancis saat ini dengan kehebatan timnas Prancis yang merebut Piala Dunia 1998.
Hanya saja, Deschamps tidak mau membebani pemainnya dengan catatan emas masa lalu. “Anda harus hidup di saat ini,” jawab Deschamps yang memperkuat timnas Perancis saat menjuarai Piala Dunia 1998.
“Saya tidak bilang saya tidak bangga dengan apa yang kami raih 20 tahun lalu, tapi kita tidak bisa melihat ke belakang lagi,” tambahnya seperti dilansir The Independent.
Dia lalu menerapkan metode “3C” kepada seluruh pasukannya di babak final ini, yaitu calm (tenang), confidence (percaya diri), dan concentration (konsentrasi). Resep ini diterapkan kepada anak asuhnya agar terus fokus menatap partai final melawan Kroasia yang berlangsung di Stadion Luzhniki, Minggu (15/7/2018).
Dia tentu turut senang timnya bisa melaju ke babak final setelah mengalahkan Belgia di semifinal. Akan tetapi, dia belajar banyak dari pengalaman kegagalannya di laga final Piala Eropa 2016 ketika anak asuhnya kalah dari Portugal. Saat itu, euforia melangkah ke partai puncak menyeruak di dalam tim. Akibatnya, banyak pemain yang tidak fokus saat bermain.
Deschamps tidak ingin kembali gagal. Padahal, jika melihat performa Prancis sejauh ini, dia tidak perlu terlalu khawatir. Tim berjuluk Ayam Jantan ini memiliki Antoine Griezmann, Kylian Mbappe, atau Paul Pogba yang tampil moncer selama gelaran akbar sepak bola ini. Tapi ia tetap keras kepala ingin timnya fokus.
Resep 3C itu ternyata manjur. Perancis di bawah asuhannya jadi juara dunia setelah menang atas Kroasia 4-2. Deshamps pun melayang! Rambutnya yang keperakan ikut mengayun seiring tubuhnya yang dilempar ke udara oleh para pemain dan asistennya sebagai tanda selebrasi. Senyum lebar dengan gigi yang tidak rata hadir di wajah pelatih berusia 49 tahun itu. Tidak ada lagi ketegangan, mimik serius, juga raut cemberut di wajahnya.
Sungguh luar biasa. Kami telah bekerja keras, dan ini adalah penobatan tertinggi. Kami bangga menjadi orang Prancis, menjadi The Blues
“Sungguh luar biasa. Kami telah bekerja keras, dan ini adalah penobatan tertinggi. Kami bangga menjadi orang Prancis, menjadi The Blues,” kata Deschamps.
Tepat sehari setelah hari Bastille, hari peringatan awal Revolusi Prancis pada 1789, tim sepak bola negara ini mencatatkan nama sebagai pemenang di Piala Dunia. Torehan ini sekaligus menjadi kedua kalinya untuk negara itu setelah menjadi juara pertama kali pada 1998.
Deschamps adalah kapten Prancis kala mengalahkan Brasil 3-0 di babak final Piala Dunia 1998. Dia pernah merayakan juara dunia sebagai kapten, lalu kembali meraih trofi yang sama sebagai pelatih. Dia dan Fransz Beckenbauer adalah dua orang yang pernah berada di posisi paling elite tersebut, yaitu sebagai kapten dan pelatih yang memenangi Piala Dunia. Jika hanya mengambil kategori sebagai pemain dan pelatih, maka ada nama lain, Mario Zagallo.
Deschamps berada di lingkaran yang sangat elite bersama dua legenda itu. Dia mengakui kedua seniornya itu jauh lebih baik saat di lapangan. “Sebagai pelatih kami meraih kemenangan yang sama. Saya juga menang. Namun kebanggaan pribadi saya adalah yang kedua, saya lebih bahagia melihat kebahagiaan para pemain saya.”
“Didier Deshchamps, Didier Deschamps, Didier Deschamps, ole ole ole,” teriak para pemain saat Deschamps memberikan konferensi pers. Para pemain menyirami pelatih mereka dengan bir dan air. Mereka melampiaskan kegembiraan serta ketegangan di bawah pelatih yang membentuk semangat untuk menang itu. Deschamps telah sukses menjadi pelatih dengan dua tanda bintang besar di dadanya.
Pemimpin moral
Deschamps adalah orang yang paling tahu cara untuk meningkatkan moral seseorang, juga tim. Dia memiliki karakter yang jarang dipunyai pemain atau pelatih lain. Dengan tampilannya yang serius, dia mampu mengarahkan pemain untuk bermain dengan disiplin dan efektif.
Marcelo Lippi, pelatih Deschamps di Juventus di pertengahan 1990-an menuturkan, Deschamps selalu tampil sebagai penyemangat bagi rekan-rekannya di dalam dan luar lapangan. Apalagi, tuntutan suporter saat itu begitu tinggi.
Jika Zidane adalah pemimpin taktik, maka Deschamps adalah pemimpin moral bagi tim
“Jika Zidane adalah pemimpin taktik, maka Deschamps adalah pemimpin moral bagi tim,” tutur Lippi. Hal ini bukan isapan jempol semata, sebab Deschamps telah membuktikan itu di banyak waktu, termasuk momen terkenal di ruang ganti Prancis saat dia menyemangati timnya ketika istirahat babak pertama.
Prancis saat itu telah unggul dua gol atas Brasil, tapi Deschamps tetap memastikan semuanya berjalan seperti sebelumnya. Disadur dari buku The Captain Class karya Sam Walker, saat itu Deschamps berkata, “kita tetap harus bermain. Kita tidak ingin duduk saja.”
Dia lalu mendatangi Zidane yang selonjoran di lantai, memegang kepalanya yang mulai plontos, menatap dalam ke mata pencetak dua bola itu, lalu menegaskan jika mereka tetap harus berjuang.
Pelatih yang menukangi Perancis sejak 2012 itu adalah orang yang suka mengontrol lingkungannya. Dia orang yang pragmatis dan tahu bagaimana meraih apa yang diinginkan. Deschamps selalu memulainya dengan mengetahui karakter orang-orang di sekelilingnya, lalu memanfaatkannya menjadi kelebihan bersama.
Deschamps itu pria yang selalu bertanggung jawab penuh atas keputusan yang telah diambilnya. Apapun akan dia korbankan untuk menjadi yang terbaik. Termasuk bersedia menjadi “pengangkut air” bagi rekan-rekannya. Pelatih yang dulunya berposisi sebagai pemain bertahan ini bertugas merebut bola, lalu mengopernya ke pemain di depannya. Tidak lebih. Dia adalah orang yang secara mental selalu satu langkah dibanding orang lain.
“Selalu lebih tua dari umurnya,” jelas Marcel Desailly, teman baik Deschamps sejak kecil hingga menjadi juara dunia di 1998. Karena karakternya itu, banyak yang melihat ia sebagai orang yang sangat serius.
Banyak yang mengkritik pelatih ini jika dia tidak bisa mengubah komunikasinya lebih cair dan dibumbui humor. Hanya saja, visi Deschamps adalah untuk membangun tim yang melaksanakan tugasnya sebaik-baiknya, memenangkan kompetisi, dan bukan menghasilkan poin dengan permainan yang indah.
Beragam komentar bagi permainan Perancis yang rutin parkir bus di Piala Dunia kali ini. Sebanyak 11 pemain rajin berada di daerah pertahanan sendiri ketika lawan menyerang. Giroud, Mbappe, dan Griezmann hampir selalu menunggu dan bertahan. Kekuatan Perancis memang ada di taktik bertahan yang rapat, lalu menyerang dengan serangan mematikan. Perancis memiliki Mbappe dengan kemampuan berlari mengagumkan.
Dengan Griezmann, bola bisa berada di titik pertahanan lawan dengan cepat. Pemain sayap seperti Pavard bisa tiba-tiba melayangkan tendangan mencengangkan setelah berlari dari daerah pertahanan. Hebatnya lagi, sebagian besar pemain Perancis adalah anak muda dari belasan hingga 20-an tahun.
Deschamps telah meracik strategi, membentuk tim, dan mengonstruksi jiwa pemenang dalam skuat Perancis. Dia telah menorehkan sejarah dengan tinta emas sebanyak dua kali. Rasanya, tidak ada kata lain kepada pelatih ini selain kata hebat, dan membiarkan dia menuangkan anggur terbaik Perancis di gelas emasnya. (GUARDIAN/SUNDAYTIMES/GOAL)
Didier Deschamps
Bayonne, Prancis, 15 Oktober 1968
Pelatih Tim Nasional Perancis (2012 - sekarang)
Prestasi sebagai pelatih
- Juara Dunia 2018
- Runner-Up Euro 2016
- Juara Liga Perancis bersama Olympique Marseille 2010
- Runner-Up Liga Champion bersama AS Monaco 2004
Prestasi sebagai pemain:
- Juara Dunia 1998