Kaliyem Membawa Warga Keluar dari Kemiskinan
Keindahan alam Gunung Kerinci pernah menyematkan satu ironi di benak Kaliyem (44). Keindahan itu tak selaras dengan kesejahteraan masyarakat. Di daerah seindah itu, ternyata banyak anak-anak kecil kekurangan gizi. Kaliyem pun bertekad memeranginya.
Sepuluh tahun lalu, status Desa Jernih Jaya di Kecamatan Gunung Tujuh, Kabupaten Kerinci, Jambi, berada dalam garis kemiskinan. Perekonomian masyarakat lemah, banyak anak-anak kekurangan gizi. Padahal, alam sangat indah di desa yang terletak di kaki Gunung Kerinci itu. Tanah pun begitu subur di sana.
Kaliyem gelisah melihat kesuburan dan keindahan seolah tak memberi arti bagi kehidupan masyarakat. Wanita yang aktif dalam kegiatan PKK itu suatu ketika ditantang pula oleh kepala desanya. “Apa yang bisa kita perbuat untuk mengatasi anak-anak kekurangan gizi,” ujarnya menirukan perkataan sang kepala desa, tujuh tahun silam, Selasa (26/6/2018).
Terpikir olehnya, tanah subur semestinya bisa dimanfaatkan. Namun, untuk membangun sawah atau kebun, mungkin membutuhkan biaya besar. Terbersitlah ide memanfaatkan pekarangan rumah. Pekarangan dapat ditanami sayur dan buah-buahan. Modalnya cukup media tanam dan bibit.
Kaliyem mulai membibitkan sejumlah jenis tanaman, mulai dari cabai merah, tomat, seledri, selada, kangkung, hingga terong. Aneka bibit ia bagikan gratis kepada para ibu PKK. Ia pun mengajari mereka merawat tanaman. Kuncinya sering-seringlah menengok tanaman di polibag. Jangan sampai hama berkembang.
“Sekali ada ulat, langsung keluarkan jurus cap jempol,” katanya. Maksudnya, setiap hama muncul, langsung dibasmi dengan tangan sendiri sehingga tak sampai merusak tanaman.
Pemanfaatan pekarangan rupanya berdampak besar di desa itu. Setiap keluarga tak lagi terbebani mengeluarkan uang untuk berbelanja di warung sayur. “Kalau ingin masak sayur, tinggal petik di depan rumah. Lagi kepingin bikin sambal, langsung petik cabai dan tomat,” imbuhnya.
Tak hanya kebutuhan pangan harian terpenuhi, para ibu rupanya jadi bersemangat. Mereka kian gencar menanami pekarangannya. Ribuan polibag berisi tanaman sayur, buah, dan bumbu kini memenuhi tiap-tiap pekarangan rumah. Ketika kebutuhan makan tercukupi, hasil sayuran dan buah mereka jual ke pasar. Alhasil, perekonomian desa kian terangkat.
Mereka pun menularkan geliat tanam pekarangan ke desa-desa sekitar. Para ibu menyediakan bibit. Sebatang bibit cabai merah dihargai Rp 200. Murah memang. Namun, setiap rumah bisa membibitkan 10.000 hingga 50.000 batang cabai, belum termasuk bibit-bibit jenis tanaman lainnya.
Dari bibit cabai saja, hasil yang bisa diperoleh setidaknya Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per keluarga. Jika ditekuni betul, hasilnya dari pekarangan begitu nyata memberi kesejahteraan.
Menanam di karangan dirasa tak cukup baginya. Kaliyem pun mengajak warga membibitkan pohon buah. Tak sampai lama, hasilnya terkumpul sampai 20.000-an batang buah dan kayu surian, kayu berharga paling mahal di Kerinci. Mereka lalu tanami bibit-bibit buah itu di sepanjang jalan menuju persawahan. Jalan menjadi lebih rindang. “Bisa menjadi peneduh. Ketika berbuah, hasilnya pun bisa dinikmati,” ujarnya.
Sukses Kaliyem mengawal desanya keluar dari garis kemiskinan dan kekurangan gizi, membuahkan penghargaan. Desa Jernih Jaya menerima penghargaan Hatinya PKK tingkat nasional tahun 2013.
Namun, Kaliyem tak puas sampai di situ. Ketika geliat pariwisata mulai tumbuh di sekitar kaki Gunung Kerinci, ia melihat ironi lain. Sampah bertebaran di mana-mana serta memenuhi selokan dan sungai. Pariwisata dapat terancam jika persoalan itu tidak segera ditangani.
Mengolah plastik
Setiap kali menggelar rapat-rapat PKK dan kelompok wanita tani, Kaliyem gencar mengajak ibu-ibu untuk mengumpulkan sampah. Ia mengingatkan mereka bahwa kesehatan tak semata terpenuhinya gizi dari hasil tanaman pekarangan. Yang tak kalah penting adalah menjaga kesehatan lingkungan.
Awalnya, ajakan itu kurang disambut. Apalah artinya mengumpulkan sampah jika tak ada manfaat langsung yang bisa dipetik.
Kaliyem lalu mendirikan bank sampah. Para ibu diajak mengumpulkan sampah plastik untuk dijual di bank sampah. Mereka akan mendapatkan imbalan Rp 5.000 per kilogram sampah plastik. Melihat keuntungan dari menjual sampah, warga pun semangat mengumpulkan sampah.
Sampah plastik yang telah terkumpul dibuat menjadi kerajinan tas belanja. Kaliyem sendiri cukup terampil menjahit setelah mendapatkan pelatihan dari sanggar kegiatan belajar di Kota Sungai Penuh. Keterampilan itu ia tularkan pada ibu-ibu setempat. Berbagai sampah bungkus dari plastik, wadah kecap, minyak goreng, hingga plastik bungkus sabun dibersihkan, lalu dijahit menjadi tas belanja dan celemek.
Sampah lainnya yang tak kalah menggunung adalah plastik belanja alias kresek. Wanita lulusan Sekolah Dasar itu menggerakkan para ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani Jaya Lestari Makmur. Mereka mengumpulkan plastik-plastik kresek.
Jika biasanya plastik kresek terbuang begitu saja, kini diolah menjadi hasil rajutan. Bentuknya macam-macam, mulai dari rajutan tas, perhiasan bros, hingga tikar.
Satu helai tikar sepanjang 1x2 meter memanfaatkan lebih dari 500 lembar plastik kresek. Bisa dibayangkan betapa banyaknya sampah plastik dapat dimanfaatkan menjadi barang bermanfaat ketimbang dibiarkan terbuang.
Sekilas, hasil rajutan tak tampak dari bahan plastik. Perpaduan warnanya pun tampak indah dan kontras antara merah dan kuning, serta hijau dan biru. “Hampir tak ada yang menyangka rajutan tas dan tikar ini terbuat dari sampah plastik,” ujarnya.
Pemanfaatan plastik kresek menjadi kerajinan memukau sebuah tim dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang sempat berkunjung kesana. Di rumah Kaliyem, para ibu kerap berkumpul merajut sampah plastik. Hasil penjualan kerajinan memang belum besar. Kelompok itu masih terkendala oleh akses pasar.
Hasil penjualan masuk ke dalam kas kelompok. Di akhir tahun, hasil itu dibelikan perlengkapan dan mesin, dan sisa dibagi rata.
Hasil kerajinan plastik kresek akhirnya membawa desa itu kembali meraih penghargaan. Jernih Jaya dinobatkan sebagai Kampung Proklim oleh Menteri LHK pada tahun 2014 dan 2016.
Kaliyem
Lahir: Kerinci, 1 Mei 1974
Suami: Sofian (50)
Anak: Alex (26) dan Hanah (15).
Pendidikan: Tamat Kejar Paket C Tahun 2016
Penghargaan:
- Membawa Desa Jernih Jaya Desa Jernih Jaya menerima penghargaan Hatinya PKK tingkat nasional (2003)
- Membawa Desa Jernih Jaya dinobatkan sebagai Kampung Proklim oleh Menteri LHK (2014 dan 2014)