Timotius Suwarsito Memberi Ilmu Melukis untuk Anak Spesial
Mengajar anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Itulah yang menjadi prinsip Timotius Suwarsito (43) ketika mengajari siswa ABK melukis. Hasilnya beberapa dari 200 murid Toto yang semuanya ABK, bisa berpameran.
Di kalangan siswanya, Suwarsito akrab disapa dengan Kak Toto. Senin (14/5/2018), Toto dengan sabar melayani enam siswa yang sedang melukis mural di Galeri Museum Nasional, Jakarta. Enam siswa yang merupakan ABK itu adalah Claire, Cally, Mischa, Audrey, Shan, dan Anfield.
Mereka menggambar untuk menandai pembukaan Festival Bebas Batas yang akan berlangsung pada Oktober 2018. Mereka menghiasi tembok kantin di Galeri Museum Nasional. Setiap anak mendapat tempat melukis di tembok seluas empat meter persegi sesuai dengan tema yang ditentukan, yaitu Indonesia Darurat Kebhinekaan. Sehari sebelumnya, anak-anak melukis di beberapa tenda yang berada di tempat yang sama.
Toto yang sudah lama mengajar mereka, sangat hafal bagaimana karakter setiap anak. Misalnya, Shan menyukai lukisan doodle art. Saat itu, dengan tekun Shan menggambar Garuda Pancasila yang dipadukan dengan rumah ibadah beragam agama di Indonesia.
“Ayo, Shan, ini ditambahkan lirik lagu \'Satu Nusa Satu Bangsa\'. Nah, pelan-pelan saja,” ujar Toto. Lalu, Shan mengikuti arahan Toto, dengan menulis lirik lagu sambil bernyanyi lirih.
Sambil menunggu Shan menyelesaikan lukisannya, Toto beralih ke Claire yang melukis gambar orang-orang dari beragam agama dan budaya. Menurut Toto, Claire senang memadukan warna-warna sesuai seleranya.
Saat melukis, Toto tidak pernah mengarahkan apa yang harus dilukis setiap anak. Mereka bisa melukis apa saja. Saat Claire menambahkan gambar empat hati di kanan dan kiri lukisannya, Toto hanya meminta Claire menambahkan garis putus-putus di pinggirnya (outline).
Begitu pula saat Audrey menggambar tentang koruptor yang dipenjara. Dalam lukisan yang menggunakan cat tembok dan akrilik, Audrey menulis dengan huruf besar, ”Stop mencuri uang rakyat”. Meski tidak sesuai dengan tema yang sudah ditentukan, Toto tetap tersenyum dan sabar membimbing Audrey.
“Cally dan Claire suka sekali melukis, mau sampai berapa jam pun mereka bisa. Mereka yang penting bisa menggambar. Kalau Audrey, mood-nya suka berubah-ubah, tetapi tetap mau menggambar,” kata Toto.
Tidak jarang, Toto menemui anak yang marah atau memukulnya bila tidak sesuai dengan keinginannya. Meski begitu, dia menghadapinya dengan penuh kesabaran. Dia akan menanyakan apa yang diinginkan sang anak dan berusaha membimbing mereka.
Segala cara dilakukan Toto untuk memamerkan karya anak didiknya. Pada Maret 2018, sebanyak sepuluh ABK melukis di bus Transjakarta dengan tema Ibuku Perempuan Tangguh. Bus dengan lukisan penuh warna itu diresmikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Selain itu, Toto menyediakan tempat untuk memamerkan karya anak-anak dengan mendirikan Outsider Art Shop di kawasan Jakarta Selatan. Studio itu didirikan dengan uang yang disisihkan dari penghasilan menerima pesanan 18 lukisan untuk Katedral Sintang, Kalimantan Barat.
Bukan hanya mengajar ABK, pria yang suka melukis sejak kecil ini menyediakan kelas gratis seminggu sekali bagi siapa saja yang ingin belajar kepadanya di studio tersebut.
Tidak menyerah
Setelah lulus dari STM Negeri 1 Jakarta, tahun 1994, Toto bekerja di bidang konstruksi. Awalnya, dia berencana melanjutkan kuliah ke Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, tetapi tidak ada biaya.
“Lalu, saya memilih bekerja sambil kuliah di jurusan manajemen supaya bisa meningkatkan karier dalam pekerjaan. Namun, lama-lama merasa tidak nyaman,” ujarnya.
Setelah berhenti bekerja, ingatan Toto kembali ke masa kecil. Saat pulang sekolah, dia berhenti di rumah seorang seniman yang sedang melukis. Sesampainya di rumah, Toto menirukan gaya sang seniman. “Memang senang melukis, cuma waktu itu mau membeli alat lukis mahal, apalagi kalau mau les,” ujarnya.
Dengan bekal belajar melukis secara otodidak, Toto memberanikan diri mengajar melukis di Mitra Hadiprana Art Centre sejak 2001. Dia mengkhususkan diri mengajar anak-anak, dari mulai usia SD sampai SMA.
Dua tahun kemudian, dia ingin mempunyai kekhususan dalam membagi ilmunya. Salah satunya, mengajar anak autis karena termotivasi dengan cerita salah seorang guru melukis yang lebih senior, yang mempunyai siswa autis.
Kebetulan, tahun 2003, ada orang tua yang datang kepadanya dan memintanya mengajari anaknya yang autis. Awalnya, Toto ragu menerima tawaran mengajari anak yang bernama Emilio Cornain itu. Namun, ia menerimanya juga.
Pertemuan pertama dengan Emilio, membuat bingung. Emilio yang saat itu berusia enam tahun langsung memeluk sekaligus mencium baju Toto. Sempat kaget, lalu Toto mencoba berinteraksi, tetapi Emilio diam saja.
Saat diberi kertas berukuran A3, Emilio menggambar satu tangkai bunga matahari. Hal itu berlangsung sampai tiga minggu. Sampai di pertemuan yang rencananya akan menjadi pertemuan terakhir, Toto memberi Emilio kertas dan cat. Tak disangka-sangka, Emilio menuangkan seluruh cat, dicoret-coret sesuka hati. Hasilnya, gambar abstrak.
“Saat melihat gambar Emilio, saya merasa ada sebuah pesan yang disampaikan, garisnya serampangan tetapi saya tidak bosan memandangnya,” ujar Toto.
Dengan telaten Toto mendampingi Emilio. Setelah tiga tahun, Emilio membuat pameran lukisan. Dari 60 lukisan yang dipamerkan, sebanyak 40 karya terjual. Kini, Emilio masih terus berkarya.
Pengalaman bertemu dengan Emilio dituangkan Toto dalam buku Sebuah Catatan Harian S. Dalam pengantar bukunya, Toto mengungkapkan apa arti S yang dipilih untuk judul bukunya. “Dari isinya sekilas/selintas buku ini bercerita tentang anak spesial, anak-anak yang tak sedikit di antaranya mempunyai kemampuan spektakuler/super. Anak-anak yang mempunyai orangtua yang super sabar, super sayang, super setia,” kata Toto.
Saat ini, Toto mengajar sekitar 60 ABK. Jika dihitung dari sejak menerima Emilio, sudah ada 200 ABK yang didampingi Toto.
“Saya tidak pernah mengarahkan mereka. Mengajari teknik menggambar pun jarang saya ajarkan ke mereka. Biasanya, saat pertama kali datang, saya meminta mereka mencoret-coret, lalu saya bisa tahu, arahnya ke mana,” ujar Toto yang sering diminta mengajar sampai ke luar Jakarta.
Kini, dia sering memamerkan karya anak didiknya dalam berbagai kesempatan. Dia pun tak segan-segan membagi ilmu mengajarnya ke pendidik ABK lainnya.
Timotius Suwarsito
Lahir: Jakarta, 26 Januari 1975
Pendidikan:
- SD Katolik Charitas, Jakarta (1988)
- SMP Negeri 37, Jakarta (1991)
- STM Negeri 1, Jakarta (1994)
- Universitas Satya Negara Jakarta (1999-2002)
Kegiatan Mengajar:
- Mitra Hadiprana Art Centre (2001-sekarang )
- Yayasan Bina Abyakta, Shelter for Autisme (2008-2017)
- SD Sekolah Harapan Prestasi (2011-sekarang )
- Sekolah Cita Buana (2016-sekarang)