Rajali Jemali, Penggerak Wisata Leuser
Desa Penosan Sepakat, Kecamatan Blangjerango, Kabupaten Gayo Lues, Provinsi Aceh dikenal sebagai gerbang pendakian ke puncak Gunung Leuser. Sosok Rajali Jelami (53), warga Penosan Sepakat, paling berjasa memperkenalkan jalur pendakian itu. Tak terhitung berapa kali dia sudah mencapai puncak Leuser untuk memandu para wisatawan.
Tahun 1980, saat usianya baru 15 tahun, Rajali sudah menginjakan kakinya di puncak Gunung Leuser. Cerita mengapa sampai ke puncak Gunung Leuser lebih mirip lelucon. Rajali menertawakan diri sendiri saat berkisah tentang perjalanan awal mula ke puncak gunung yang memiliki ketinggian 3.404 meter di atas permukaan laut (mdpl) itu.
Kompas menemui Rajali pada Sabtu (10/3) di rumahnya. Rumah kayu yang dibangun dari upah pertama menjadi pemandu itu mirip sekretariat mahasiswa. Sertifikat berjejer, stiker organisasi pecinta alam memenuhi dinding, dan buku tentang hutan disusun di atas jendela.
Kala itu kakeknya bercerita bahwa di Gunung Leuser ada satu tempat bernama Padang Sri Bulan. Lokasinya berupa tanah lapang tempat satwa liar mengakhiri hidup. Di Padang Sri Bulan diperkirakan tulang belulang binatang menggunung. Siapa yang berhasil menemukan lokasi itu, dia akan kaya karena di sana ada ribuan cula badak, gading gajah, tanduk rusa, dan lainnya yang bisa dijual.
Kami berhasil mendapatkan lokasi seperti yang diceritakan kakek, tapi tidak ada tanda-tanda tempat binatang mati
Penasaran dengan cerita sang kakek, Rajali bersama empat temannya nekat naik ke Gunung Leuser. Motivasi mereka mencari cula badak dan gading gajah. Bermodalkan beras dan lauk seadanya, mereka mendaki tebing terjal. Perjalanan tanpa peta dan hanya mengandalkan insting. Mereka butuh waktu sekitar satu bulan untuk menemukan Padang Sri Bulan.
“Kami berhasil mendapatkan lokasi seperti yang diceritakan kakek, tapi tidak ada tanda-tanda tempat binatang mati,” kata Rajali.
Karena masih penasaran pendakian dilanjutkan hingga ke puncak. Di sana, mereka menemukan tugu terbuat dari beton. Belakangan dia mengetahui tugu itu dibuat oleh Belanda pada masa penjajahan dulu.
Tahun 1984, tim Wanadri melakukan pendakian ke puncak Gunung Leuser dan Rajali diajak mengikuti tim ekspedisi. Setahun kemudian Rajali naik lagi bersama teman-temannya untuk mencari Padang Sri Bulan sekaligus membuka jalur pendakian untuk wisatawan.
Tahun 1987, tim dari Universitas Sumatera Utara (USU) mendaki Gunung Leuser. Rajali diminta jadi pemandu karena sudah mengetahui jalur pendakian. Pendakian bersama tim USU butuh waktu 14 hari.
Bangun penginapan
Tahun 1990, wisatawan nusantara dan asing mulai ramai datang ke Penosan Sepakat. Publikasi yang dilakukan para pendaki telah mendorong wisatawan lainnya datang ke sana. Rajali sempat dicemooh oleh orang kampung karena kerap mendampingi orang asing. Saat itu, warga belum terbiasa dengan kehadiran turis dari luar negeri.
Persoalan yang dihadapi tamu adalah tidak ada penginapan. Rajali menangkap peluang itu dengan membuka pondok penginapan. Penginapan itu dia bangun di kebun kakeknya di kaki Gunung Leuser. Jarak dari perkampungan sekitar lima kilometer.
Tahun 1990-an hingga 2004-an, konflik bersenjata di Aceh membuat para wisatawan tidak berani ke Leuser. Kaki Gunung Leuser berubah menjadi arena pertempuran bersenjata. Pondok penginapan milik Rajali dibakar oleh orang tidak dikenal.
Tahun 2005, konflik Aceh berakhir dengan damai. Berkah damai dirasakan oleh Penosan Sepakat. Wisatawan mulai berani masuk ke sana. Rajali pun kembali aktif memandu wisatawan mendaki Gunung Leuser. Karena pondok penginapan sudah tidak ada, Rajali menampung wisatawan menginap di rumahnya.
Dua tahun kemudian, ada turis asing dari Jerman bernama Sigi yang pernah ditemani mendaki ke puncak, kembali ke Penosan Sepakat. “Sigi memberi saya bantuan dana untuk membangun kembali pondok penginapan. Saya bahagia ternyata ada orang yang peduli terhadap pengembangan wisata Leuser,” ujar Rajali.
Pondok penginapan itu hingga kini masih beroperasi. Terdapat enam kamar, satu dapur, dan satu ruang pertemuan. Harga kamar Rp 150.000 per malam. Dalam setahun jumlah tamu mencapai 1.200 orang.
Seiring bertambahnya tamu, pemandu untuk pendakian tidak mencukupi lagi. Rajali mengajak anak muda di desa untuk menjadi pemandu. Dia melatih mereka mendaki hingga ke puncak. Bukan hanya latihan fisik, tetapi menghafal jalur, membaca alam, melatih pemberian pertolongan pertama jika kecelakaan, dan cara melayani wisatawan.
Saat ini, sedikitnya ada 20 pemuda yang berprofesi sebagai pemandu pendakian. Satu orang pemandu dibayar Rp 150.000 per hari. Pendakian ke puncak Leuser butuh waktu minimal 10 hari. Paling tidak sekali memandu mereka dapat penghasilan Rp 1,5 juta.
Mereka sangat bahagia bisa menyaksikan satwa liar di alam bebas, bukan di kebun binatang
Kata Rajali selain mendaki ke puncak Leuser, yang paling diminati turis asing adalah mengamati prilaku satwa liar seperti siamang dan orangutan. Tak jarang, Rajali berhari-hari keliling hutan untuk mencari keberadaan satwa liar itu. “Mereka sangat bahagia bisa menyaksikan satwa liar di alam bebas, bukan di kebun binatang,” ujar Rajali.
Hutan Leuser merupakan rumah besar bagi satwa lindung seperti siamang, orangutan, harimau, gajah, badak, dan ragam jenis burung. Di hutan tropis terbesar di Indonesia itu juga terdapat ribuan jenis tumbuh-tumbuhan.
Dedikasi
Rajali menyebut dirinya orang bodoh, sebab dia tidak pernah menempuh pendidikan formal. Bahkan, membaca dan menulis dia tidak bisa. Namun, dedikasinya pada Leuser begitu besar. Dengan segala keterbatasan dia merawat hutan agar tetap lestari dengan menanam pohon dan menjaga hutan dari pembalakan liar.
Barangkali dedikasi Rajali untuk Leuser tercermin dari perjalanan hidupnya yang penuh drama. Saat dua anaknya lahir dia berada di tengah pendakian. Anaknya nomor empat bernama Putri Leuser lahir saat dia berada di puncak Leuser. Sedangkan anaknya nomor lima bernama Putra Angkasan lahir saat dia berada di Puncak Angkasan, satu bukit menuju puncak Leuser.
Kini, meski usia tidak lagi muda, Rajali tetap kuat mendaki ke puncak Leuser untuk memandu wisatawan. Jiwanya sudah dihibahkan untuk Leuser. Bahkan, anakya kini juga menjadi pemandu pendakian meneruskan profesi Rajali.
“Selama masih diberikan kekuatan oleh Tuhan saya tidak akan pernah berhenti mendaki Leuser,” ujar Rajali.
Rajali Jemali
Lahir: Penosan Sepakat, 1 Juli 1965
Istri: Siti Patimah
Anak:
- Muhammad Naim
- Nurhayati
- Rabuddin
- Putri Leuser
- Putra Angkasan
- M Rizal
Pekerjaan: Petani dan Pemandu Pendakian Leuser