Daman, Penjaga Lutung Jawa Muara Gembong
Hutan bakau di kawasan Muara Bendera, Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat seperti rumah kedua bagi Daman (46). Demi melindungi lutung jawa dan hewan lain di kawasan tersebut, lelaki yang bekerja sebagai pencari kepiting bakau ini, kerap berselisih dengan para pemburu bersenapan. Daman tak gentar menghadapi mereka.
Suatu siang yang terik di pertengahan musim hujan. Kawasan hutan bakau Muara Bendera, Muara Gembong yang berada persis di muara Sungai Citarum terendam air laut sekitar satu meter. Rindang hutan bakau cukup untuk menjadi pelindung dari sengatan panas matahari.
Daman menambatkan sampannya di depan kawasan hutan bakau tersebut. Mengenakan sepatu karet lusuh, lelaki kurus itu berjalan menyusuri titian kayu menerobos ke dalam hutan. Ia lalu menceburkan diri ke sebuah tambak di dalam area hutan. Sembari mengendap perlahan dengan memakai sampan, Daman mengajak Kompas untuk mendekati kawanan lutung jawa (Trachypithecus auratus) yang sedang bertengger di batang-batang pohon bakau. Tak lama, dari tempat kami bertolak, suara lutung jawa itu terdengar bersahutan.
Tampak primata yang berwarna hitam itu bersembunyi di balik dahan dan rerimbunan daun. Beberapa ekor lutung dewasa dan anak lutung bercengkerama di salah satu batang. Mereka mengunyah daun dan buah bakau pidada. Sesekali mereka melempar pandangan tanda siaga.
Ketika kami mencoba mendekat untuk memotret aktivitas mereka, lutung-lutung itu langsung berhamburan pergi menjauh. Lebih dari sepuluh ekor lutung berlompatan dari satu batang ke batang pohon lain. “Lutung jawa itu hewan pemalu, kalau ada manusia mereka kabur. Tidak seperti kera ekor panjang yang malah mendekat kalau ada manusia,” kata Daman memberitahu.
Daman mengungkapkan, perlu cukup kesabaran jika ingin memotret atau melihat aktivitas lutung jawa dari dekat. Apalagi, posisi mereka tidak bisa ditebak. Mereka sering berpindah-pindah lokasi. Bertahun-tahun menjaga habitat mereka, Daman mulai memahami kebiasaan lutung jawa.
Hampir setiap hari, Daman singgah di hutan bakau Muara Bendera sepulang mencari kepiting bakau. Dia membangun sebuah pondok bambu kecil berukuran sekitar 1 meter x 2 meter yang digunakan untuk beristirahat sembari mengawasi kondisi sekitar hutan yang luasnya sekitar lima hektar. Daman biasanya beristirahat di pondok bambu itu sembari mengawasi hutan bakau dan mendengar suara lutung jawa bersahutan di tengah suasana tenang muara Citarum. Harmoni alam tersebut merupakan kenikmatan tersendiri bagi Daman.
Selain lutung jawa, kawanan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) dan biawak juga kerap terlihat di hutan bakau yang lokasinya berhadapan langsung dengan Laut Jawa. Tidak seperti lutung jawa, kera ekor panjang cukup agresif menghampiri orang yang datang ke hutan bakau Muara Bendera.
Kebanyakan lutung jawa pindah ke tempat lain. Tapi, ada juga yang sakit dan dehidrasi. Kalau beberapa tahun sebelumnya memang ada yang diburu
Panggilan hati
Menurut Daman, lutung jawa di Muara Bendera kini tersisa 34 ekor. Padahal, awal 2014 jumlah lutung jawa lebih dari 51 ekor. “Kebanyakan pindah ke tempat lain. Tapi, ada juga yang sakit dan dehidrasi. Kalau beberapa tahun sebelumnya memang ada yang diburu,” tuturnya.
Daman menjaga lutung jawa dan hewan-hewan lain yang berkeliaran di hutan bakau ini tanpa pamrih. Tidak ada upah sepeserpun yang ia terima dari pihak manapun, termasuk dari pemilik tanah dan tambak yang lokasinya berada di dalam area hutan bakau.
Ia memang tidak mencari bayaran. “Dari kecil saya memang sayang binatang. Jadi begitu tahu banyak lutung diburu seperti ada panggilan hati,” ungkap Daman, Rabu (7/3).
Sejak 2010, Daman tergerak untuk menjaga hutan bakau Muara Bendera seiring maraknya aksi perburuan lutung jawa. Kawasan hutan ini merupakan salah satu lokasi yang menjadi rute Daman pulang ke rumah usai mencari rajungan. “Mereka yang datang memburu biasanya pakai senapan dan bawa karung,” ucapnya lirih.
Daman pun kerap singgah di hutan bakau Muara Bendera untuk sekadar berkeliling dan mengawasi. Ia sempat beberapa kali memergoki sejumlah orang yang menembaki lutung jawa. Ia akhirnya hanya berselisih dengan para pemburu itu karena tidak memiliki alasan kuat melarang mereka.
Seiring dengan terbentuknya komunitas Savemugo yang bertujuan menyelamatkan Muara Gembong termasuk hutan bakaunya sejak pertengahan 2013, Daman mulai berani bersikap terhadap para pemburu. Komunitas relawan ini kebanyakan berisi pemuda dan warga yang ingin menyelamatkan lingkungan di Muara Gembong, termasuk lutung jawa.
Ketika melihat ada orang berburu lutung jawa, Daman biasanya menghampiri dan menegurnya. Dia memperingatkan orang tersebut. Namun, karena hutan ini bukan kawasan konservasi, banyak orang yang kembali lagi dan berburu seenaknya. “Saya bahkan pernah menyelamatkan lutung jawa yang sudah dimasukkan karung atau yang terjebak perangkap. Biasanya saya keluarkan lagi,” ucapnya.
Daman menyayangkan status hutan bakau Muara Bendera tidak kunjung ditetapkan sebagai kawasan konservasi terbatas. Meskipun Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin pernah mengunjungi hutan ini, tetap saja tidak ada program dari pemerintah daerah untuk melindungi lutung jawa.
Padahal, kawasan hutan ini berpotensi untuk dijadikan destinasi wisata baru di Kabupaten Bekasi. Keberadaan lutung jawa dan kera ekor panjang dapat menarik minat wisatawan lokal untuk berkunjung dan mengamati tingkah laku mereka.
Beberapa kali Daman menjadi pemandu bagi warga maupun siswa yang berkunjung ke hutan bakau Muara Bendera untuk melihat lutung jawa. Dengan ukuran hutan bakau yang cukup luas, kawanan lutung jawa tersebut kerap berpindah lokasi. Namun, ia mampu mendeteksi keberadaan mereka.
Untuk menegaskan status lutung jawa, di depan pintu masuk hutan bakau Muara Bendera juga dipasang plang bertuliskan informasi lutung jawa sekaligus mencantumkan Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 733/Kpts-11/1999 tentang Penetapan Lutung Jawa sebagai Satwa yang Dilindungi. Papan ini cukup efektif untuk membuat warga sekitar memahami bahwa lutung jawa merupakan hewan yang dilindungi.
Rasanya cukup membingungkan berbuat secara sukarela di tengah himpitan ekonomi. Daman membuktikan kepedulian terhadap lingkungan dan penyelamatan satwa dapat dilakukan siapa pun, dengan kondisi ekonomi seperti apa pun
Tak ambil pusing
Daman mengakui, apa yang diperbuatnya untuk menjaga lutung jawa dan satwa lain di hutan bakau adalah inisiatif pribadi. Dia tidak mau ambil pusing meskipun hidup dalam keterbatasan.
Dari mencari kepiting bakau dengan penghasilan rata-rata Rp 50.000 per hari, ia menghidupi istri dan dua anaknya yang tinggal di sebuah rumah kayu kecil di Desa Pantai Bahagia. Namun, lelaki pemalu ini tidak pernah terpikir untuk mencari penghasilan tambahan dengan menjaga lutung jawa itu.
Bahkan, Daman kerap merogoh kocek sendiri untuk membeli bahan bakar perahu dan membawa perbekalan makanan saat berjaga di hutan bakau. Sesekali dia membawa kacang kulit untuk memberi makan kera ekor panjang. Kawanan kera itu dengan cepat menghampiri saat melihat Daman menggenggam sebungkus kacang kulit.
Wajar saja, banyak warga setempat yang heran dengan apa yang dilakukan Daman. Rasanya cukup membingungkan berbuat secara sukarela di tengah himpitan ekonomi. Daman membuktikan kepedulian terhadap lingkungan dan penyelamatan satwa dapat dilakukan siapa pun, dengan kondisi ekonomi seperti apa pun.
Daman
Lahir: Muara Gembong Bekasi, 3 Juni 1971
Istri: Nani (31)
Anak: Samin (13), Sherly Anggraini (4)
Pendidikan terakhir : SDN Pantai Bahagia 2 Muara Gembong (tidak tamat)