JAKARTA, KOMPAS — Tim peneliti Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan survei pascatsunami yang menerjang pesisir barat Banten dan pesisir selatan Lampung, Rabu (26/12/2018). Hasil survei sementara, mereka mendapati permukiman warga di sekitar sempadan pantai Cilegon, Banten, sampai ke perbatasan Pantai Anyer.
Pakar tsunami di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Muhari, mengatakan, sepanjang pantai Cilegon sampai perbatasan Anyer tidak terkena dampak yang parah. Hasil identifikasi sementara, titik terjauh terjangan tsunami ke darat di wilayah itu 84 meter dari pantai.
”Kerusakan rumah di sana mayoritas rusak ringan. Ada beberapa yang rusak sedang dan parah,” kata Abdul ketika dihubungi dari Jakarta.
Padahal, menurut Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016, kawasan sempadan pantai sejauh 100 meter dari pantai harus kosong sebagai kawasan publik. Meskipun tidak menjadi daerah terdampak yang parah, dampak kerugian dan kerusakan bisa lebih ringan jika kawasan sempadan pantai ditaati sebagai kawasan publik yang kosong.
Abdul mengatakan, tim peneliti mengukur tinggi air yang sampai ke permukiman mencapai 30 sentimeter di kawasan itu. Meski tidak terlalu tinggi, Abdul mengatakan bahwa arusnya kencang menurut kesaksian masyarakat sekitar.
Tim peneliti Kementerian Kelautan dan Perikanan akan melakukan survei sampai 31 Desember 2018. Survei dilakukan oleh empat peneliti yang terbagi dalam dua kelompok di sepanjang pesisir Banten dan Lampung yang menghadap ke Gunung Anak Krakatau.
Hasil survei akan digunakan sebagai informasi utama untuk penataan ruang pesisir selama rekonstruksi pascabencana di sekitar Selat Sunda. Meski sudah ada peraturan sempadan pantai, hasil survei bisa digunakan sebagai fakta pendukung untuk memberi jarak aman dari pantai sesuai hasil temuan di lapangan. (SUCIPTO)