JAKARTA, KOMPAS - Karena dinilai belum siap, pemerintah menarik berkas kawasan Kota Tua, Jakarta, yang akan diserahkan Unesco untuk mendapat pengakuan sebagai warisan dunia.
"Jadi bukan Unesco (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization atau Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan) yang menolak berkas permintaan Indonesia, tetapi pemerintah Indonesia sendiri, dalam hal ini Deputy Wakil Tetap RI di Unesco, Prof Bambang Hari Wibisono, yang menarik menarik berkas," ungkap Direktur Warisan dan Diplomasi Budhaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Nadjamuddin Ramly, Jumat (6/7/2018).
Ia mengatakan, ada tiga persoalan yang masih menjadi ganjalan agar Kota Tua, Jakarta, mendapat pengakuan Unesco sebagai warisan dunia. Pertama, soal integritas kawasan, kedua soal otentisitas kawasan, dan terakhir soal rencana induk pengelolaan kawasan.
Integritas kawasan Kota Tua seharusnya meliputi empat pulau di Kepulauan Seribu, yaitu Pulau Onrust, Pulau Kelor, Pulau Bidadari, dan Pulau Cipir. Tanpa keempat pulau, otentisitas Kota Tua kurang memadai karena keempat pulau itu menjadi gudang rempah-rempah dan benteng pertahanan pemerintah Hindia Belanda.
Selain itu, Pulau Onrust terkena zonasi reklamasi. Hal ini juga akan merusak otentisitas Kota Tua.
"Untuk memenuhi syarat integritas dan otentisitas, payung hukum tentang Kota Tua yang hanya sebatas Jakarta Barat dan Jakarta Utara, harus diubah. Rencana reklamasi yang mengganggu otentisitas jalur laut ke dan dari Pulau Onrust ke Batavia juga harus dihentikan," papar Nadjamuddin.
Pengelolaan Kota Tua, kata Nadjamuddin, juga menjadi kendala karena ada perbedaan kepemilikan. Sejumlah 62 persen bangunan di kawasan ini dimiliki pemerintah dan atau Badan Usaha Milik Negara, sedang 38 persen lainnya dimiliki oleh swasta dan atau pribadi.
"Ada dua cara yang bisa dipilih agar pengelolaan terkoordinasi. Pertama, memberi insentif kepada pihak swasta atau pribadi si pemilik bangunan cagar budaya di Kota Tua seiring dengan sejumlah kewajiban yang seimbang. Kedua, pemerintah membeli seluruh bangunan cagar budaya di Kota Tua dari tangan swasta dan pribadi tadi," katanya.
Selain itu, kata Nadjamuddin, infrastruktur di Kota Tua juga masih jauh dari memadai dan nyaman.
Pendiri Komunitas Historia, Asep Kambali, yang dihubungi terpisah, mengaku usaha mendapatkan pengakuan Kota Tua, Jakarta, sebagai Warisan Dunia dari Unesco, terlalu tergesa.
"Pengakuan ini kan pengakuan prestisius. Tampaknya Pemprov DKI berharap mendapatkan pengakuan tersebut sebelum Asian Games digelar di Jakarta," ujarnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.