Puisi-puisi Wawan Kurniawan
Wawan Kurniawan, menulis puisi, cerpen, esai, dan menerjemahkan beberapa karya. Menerbitkan tiga buku kumpulan puisi.
Rekayasa Ingatan Masa Silam
daun, pucat
hijau kain baju
langit, hujan
musim di kepala
rupa-rupa kabar
bertebaran di linimasa
mencari tuan
dan memanggil
siapa saja yang baru
datang
pergi
hutan-hutan
jauh di masa silam
sejuk dan teduh
terbayang di atas proposal
rencana pembangunan
gedung megah, kantor pusat
dan paras negara maju
orang utan belajar
menulis puisi sebagai
suara yang musnah
di balik kata
dengan angka-angka
rupiah dan persetujuan presiden
negara punya negara
rakyat punya apa?
punya apalagi
selain rekayasa
kehampaan memiliki.
2023
Baca juga: Puisi-puisi Matdon
Presiden Libur Sejenak
ada bintang
di atas pohon beringin,
dan banteng-banteng
menanduk bayangan
seorang lelaki berjalan
bertanya, berikan aku kuasa
seribu tahun lagi
setelah itu saatnya
libur sejenak.
2023
Siapa Lagi yang Akan Berdiri di Dermaga?
untuk Helmud Hontong
di sana, orang-orang terdiam berdiri
melihat dua bayang-bayang dari
dirinya sendiri
cahaya tertangkap waktu dalam senyap
hingga gelap lepas menuju lenyap
sebab segala bergantung pada dirinya
kecuali kau yang ingin menjadi nyala
di suatu pagi, kala kau kenang kembali
suara kicau burung-burung merayakan
bentang hutan di sekitar Gunung Sahendaruman
saat itu juga rindumu pada sungai muncul berkali-kali
saat kau menuju kota M atau pulang ke kota M?
di udara: arah tampak samar dan kematian seperti
surat kuasa yang bebas menentukan takdirnya
tapi mengapa kau pasrah begitu saja
tidak, barangkali kau bersiasat kepada hidup
seperti para penimbun emas yang rindu menambang
di tubuh bumi yang selalu kau peluk dalam hangat doa
kau pergi mencari cara yang lain bercerita pada tuhan
sebelum bersaksi di antara pertanyaan masa depan
yang runtuh dan hancur diamuk gelombang penyesalan
di Tahuna,
yang akan kau kenang dengan panjang
dermaga tiada henti diserang ombak
yang setia bercita-cita menemukanmu sekali lagi.
2023
Baca juga: Puisi-puisi Taty Haryati
Niskala
total kesenangan hari ini
terpotong diskon
ketakutan pada masa depan.
sementara tagihan masa lalu
tetap bersarang di jantung,
rambut, kulit, dan mulut.
lalu ada ribuan pintu
kegamangan di tubuh kata
yang terbuka dari rahim resah
ketika hari rabu tiba
seluruh rapuh disesaki sengsara
dan rongga paru-paru
membesar dipompa batuk
sembari nyali hidup
perlahan mengecil
seperti ban kempes
saat semua habis terhapus
hanya ada keinginan
untuk jadi keheningan pertama,
setelah ledakan paling besar
pecah di semesta ini.
2022
Baca juga: Puisi-puisi Hikmat Gumelar
Imaji yang Lari
Barangkali harapan hanyalah
milik orang-orang tertentu:
kesukaan pemerintah di negara kita yang rentan
doa lapuk pengemis jalan di bawah tol layang,
langit mengambil semua dan menukarnya
dengan terik yang tak berkesudahan hingga nanti.
aku yang bukan aku mengajari diri sendiri melawan
ketidakmampuan memahami sadar dan ketidaksadaran
tapi teriakan dalam diriku membentak tanpa henti
seolah tak ada tanda koma, titik, dan lain-lain
dalam segala yang kutulis untuk aku yang
belum aku.
Sore hari selepas matahari menenggelamkan
bayang-bayang masa silam dan yang akan datang
kerap kali kukenang awal mula pagi saat masih kecil dulu:
awan dan biru – putih dan bentuk – aku dan imaji yang lari
masing-masing bercakap dengan bahasa sendiri tanpa perlu paham
mengapa harapan selalu asing dalam hidupku?
Aku mengajari diriku sendiri berani melamun
memikirkan pesawat kertas jadi puisi yang dibaca anggota dpr
atau sekadar dimainkan oleh mereka yang terperangkap waktu:
lalu manusia sepertiku mulai berbicara kepada yang tak menentu
setelah orang-orang berlari menanggalkan kedua kakinya
dan memilih terbang dengan cita-cita yang terlanjur jatuh
menuju angka-angka ganjil, hingga seorang memilih
melukis mekar bunga matahari dalam
ledak bom bunuh diri di depan rumah ibadah kota sekian.
2023
Mendengar Luka Berbicara
seperti tubuh angin
jatuh memeluk hampa
dan waktu berdetak
mengikuti jantungmu
yang gugup
sedemikian rupa
2022