logo Kompas.id
SastraBangkai Anjing
Iklan

Bangkai Anjing

Nikus memang belum pernah melihat peluru terbang, apalagi menghitung kecepatannya. Namun, ia sempat mendengar cerita bahwa dulu peluru-peluru itulah yang menghanguskan salah satu kampung di tanah bagian timur.

Oleh
Elvan De Porres
· 8 menit baca
-
NUGRAHARDI RAMADHANI

-

Setelah hujan seminggu berhenti, Nikus keluar dari rumahnya dan pergi ke ladang untuk menguburkan sebongkah bangkai anjing. Itu adalah hari yang basah, tanaman-tanaman berbunga, dan hewan piaraan menepi di sekitar pondok tuannya. Angin terbang sedingin es lalu pecah, dan bulir-bulirnya menjalari perkampungan yang sepi seperti perahu mati. Di kampung hanya terlihat lelaki itu. Ia mondar-mandir di pekarangan belakang rumah, kemudian bergerak ke arah jalan setapak. Punggungnya memanggul karung dan tangkai pacul.

Anjing itu bertinggung dekat tumpukan kayu gaharu. Ia mendenguskan hidung dan menjulurkan lidah seolah mencari lalat putih atau anai-anai. Tetapi bilah-bilah kayu itu lembab sekali. Lidahnya pun ditarik kembali dan sebentar kemudian tenggorokannya berderit. Tepat ketika anjing itu melenguh, Nikus muncul dengan tangan membawa tempurung.

Editor:
MOHAMMAD HILMI FAIQ
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000