Jamur Raksasa
Bukan hanya manusia, tetapi juga bebatuan, rerumputan, pepohonan, binatang liar, binatang ternak, rumah-rumah, sebentar lagi akan lenyap sampai tak tersisa. Ya, hari kegelapan itu akan segera datang. Kapan? Entah.
Doomsday Clock sudah diatur ulang, dibuat cepat beberapa detik, sehingga perhitungan waktu menuju hari kehancuran, hari kegelapan, menjadi semakin dekat. Luciana tahu, sekitar seratus ribu orang telah lebih dulu berjalan ke langit, menuju lubang besar berwarna hitam, sebuah lubang yang akan mengantarkan mereka ke suatu tempat, dan tak lama lagi, tidak menutup kemungkinan, sebagian besar, atau bahkan semuanya, akan mengalami nasib sama.
Bukan hanya manusia, tetapi juga bebatuan, rerumputan, pepohonan, binatang liar, binatang ternak, gunung-gunung, rumah-rumah, sebentar lagi akan lenyap sampai tak tersisa. Ya, hari kehancuran itu, hari kegelapan itu, akan segera tiba, sebentar lagi. Kapan? Entah. Meski begitu, Kuzma sudah tidak tertarik lagi memikirkannya.
Sejak kemelut terjadi, dia tak lagi mau membebani pikirannya dengan kemuraman-kemuraman. Sebab, segala kemungkinan bisa terjadi kapan saja dan itu dianggapnya hal biasa saja dalam proses keberlangsungan hidup. Jika seandainya suatu ketika dalam sebuah perjalanan ada peluru menebus salah satu bagian tubuhnya, atau mungkin saat di kantor dan sibuk mengerjakan sesuatu tiba-tiba sebuah rudal menghantam gedung kantor tempat dia bekerja, dia menganggap itu hal biasa dan tak perlu dijadikan beban pikiran. Sebab, ya, sekali lagi, menurut dia, segala kemungkinan bisa terjadi, dan siapa pun tak akan bisa menebak atau menolaknya.
Selama kemelut masih berlangsung, Kuzma hanya ingin melanjutkan hidup tanpa sebuah ekspektasi berlebihan, misalnya, penguasa jadi sadar diri dan mengakhiri kemelut secara tiba-tiba, karena itu memang sulit terwujud. Dia hanya ingin merasakan hidupnya mengalir begitu saja, menikmati sisa waktu sampai akhirnya berjalan damai bersama Luciana, sang istri, menuju lubang besar itu, hingga akhirnya sampai pada suatu tempat yang sudah disediakan, tempat yang tak pernah dia tahu seperti apa wujudnya.
Seperti hari ini, Minggu, Kuzma bangun seperti biasanya, dan bersyukur karena masih bisa melihat Luciana berada di dapur, membuat sarapan pagi. Lalu dengan ketenangan sikap seperti biasanya, dia duduk di kursi, membaca koran hari ini, dan menyapa Luciana dengan sebuah pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah ditanyakan pada hari-hari sebelumnya.
”Kita sarapan apa hari ini, Lucy?”
Dan Luciana pasti menjawab dengan nada lembut, ”Okroshka,” dan setelah jawaban itu Kuzma akan serius membaca koran sambil menikmati suara-suara burung yang berasal dari pepohohan yang ada di luar pagar belakang rumah.
Sementara Luciana fokus memasak, dan ia memang suka melakukan sesuatu dengan serius. Sambil memasak, Luciana pasti membayangkan makanan itu adalah makanan terakhir yang akan masuk ke dalam tubuhnya, yang akan memberinya energi untuk melakukan sesuatu lebih dari biasanya. Ia juga membayangkan setelah melahap habis makanan itu, sebuah ledakan akan terjadi. Dentuman demi dentuman terdengar keras, ganas, dan getaran demi getaran mengguncang tanah, dan rumah yang sebelumnya tenang dirasakannya berubah bentuk menjadi kotak besar tanpa cahaya, yang hanya berisi suara-suara mencekam. Lalu ia membayangkan bersama Kuzma keluar dari kotak besar itu dan berlari sekencang-kencangnya menyelamatkan diri, mencari sebuah tempat yang aman. Sambil menunggu sup masak, ia mendengar suara desing peluru bertubi-tubi, seperti sedang berkelebat cepat dekat daun telinganya. Lalu ia juga mendengar suara jeritan minta tolong, suara seru kesakitan, dan suara tangisan anak kecil. Lalu tanpa bisa dikendalikan, air matanya jatuh, dan dengan tangkas tangan kirinya mengusapnya.
”Apakah menurutmu masih ada tempat aman?” Pertanyaan itu keluar dari mulut Luciana begitu saja setelah selesai membayangkan semua itu.
Kuzma, sambil membaca koran, menjawab pertanyaan itu, ”Entahlah. Tempat aman? Ya! Kenapa hal itu tak terpikirkan olehku. Tempat itu pasti ada. Tapi, apa kita masih membutuhkan tempat itu?”
Pertanyaan terakhir itu menyentak ingatan Luciana, dan batinnya segera menegaskan untuk membantah pertanyaan itu dengan kalimat, ”Ya! Kita tak memerlukan tempat itu,” yang seolah-olah dengan kalimat itu ia merasa sudah terbebaskan dari semua tekanan yang tak terlihat. Kalimat itu pula yang kemudian membawa ingatannya mundur beberapa langkah ke belakang. Ia teringat pada sebuah peristiwa di mana saat itu ia sedang dihadapkan dengan sebuah kenyataan pahit yang membuat tekanan darahnya turun tiba-tiba. Di dalam kepalanya terputar kembali percakapan antara Kuzma dan seorang dokter ahli penyakit dalam.
”Istriku sakit apa, Dok?”
”Berdasarkan hasil prognosa dan MRI, istri Anda menderita kanker payudara, dan ganas, tapi belum akut.”
”Ada cara untuk menyembuhkannya?”
”Menyembuhkan? Hanya keajaiban, dan untuk kasus seperti ini, jarang bisa mencapai sebuah keberhasilan. Tetapi, ada yang bisa tersembuhkan. Ya, hanya butuh keajaiban. Anda bisa menempuh tindakan medis obat-obatan, operasi, atau kemoterapi.”
”Hmm, baiklah. Saya ambil jalan itu.”
Setelah percakapan itu, jalan tindakan medis pun dipilih untuk ditempuh. Tetapi, kemelut membuat semuanya menjadi sulit. Setiap rasa sakit itu datang dan menyerang tubuh Luciana dari dalam, Kuzma menyuruh Luciana bertahan ketika situasi di luar masih belum aman.
”Dan memang kita tidak membutuhkan tempat aman itu,” tegas Luciana setelah mengingat itu.
”Ayo kita sarapan,” ajak Luciana sambil menyiapkan mangkuk yang sudah berisi Okroshka.
Kuzma meletakkan koran dan segera menyantap sarapan paginya. Meski permukaan wajahnya dibuat tampak seperti air tenang, di kedalaman tubuhnya, tepatnya di hatinya, ada arus sedih begitu kuat. Tentu saja dia sedih pada keadaan Luciana.
Sebenarnya, dia tidak ingin membiarkan istrinya itu begitu saja tanpa melakukan apa-apa. Dia ingin sekali berbuat sesuatu yang mampu membuat penyakit dalam tubuh Luciana segera lenyap. Tetapi, situasi membuat semuanya menjadi terasa rumit dan ruang terasa semakin sempit. Pengobatan selanjutnya masih bisa dilakukan bulan depan dan itu yang membuat Kuzma bersedih.
Andai kemelut peperangan tidak terjadi, Luciana ingin mengajak Kuzma rekreasi sesering mungkin, ke sebuah taman atau pantai. Ia juga akan mengajak suaminya berkemah di sebuah tempat yang jarang tersentuh oleh manusia, menikmati indahnya malam dengan sedikit cahaya penerangan. Ia akan membuat kenangan indah sebanyak-banyaknya bersama Kuzma. Ia akan bercinta dengan suaminya sesering mungkin, sampai akhirnya tidak ada lagi yang bisa dipersembahkan.
Andai kemelut peperangan tidak terjadi, Luciana ingin mengajak Kuzma rekreasi sesering mungkin, ke sebuah taman atau pantai. Ia juga akan mengajak suaminya berkemah di sebuah tempat yang jarang tersentuh oleh manusia, menikmati indahnya malam dengan sedikit cahaya penerangan. Ia akan membuat kenangan indah sebanyak-banyaknya bersama Kuzma. Ia akan bercinta dengan suaminya sesering mungkin, sampai akhirnya tidak ada lagi yang bisa dipersembahkan.
Kuzma malah berkeinginan sebaliknya. Dia ingin selalu berada di rumah menemani Luciana. Tidak bekerja dan hanya tiduran bersama istrinya. Nonton bersama film di televisi, berdiskusi, makan malam bersama, bercerita tentang teka-teki masa depan, dan tidur berpelukan sampai pagi tiba. Setiap detik, dia ingin memastikan istrinya dalam keadaan baik-baik dan tak mau lengah. Andai pada akhirnya penyakit itu tidak bisa tersembuhkan, dia ingin menjadi saksi kepergiannya.
Luciana memang memiliki kelebihan bisa melihat sesuatu yang tak kasatmata. Sejak korban mulai berjatuhan karena kemelut itu, ia sering melihat orang berjalan ke langit menuju lubang besar yang hitam di langit kota Kyiv. Namun, sebelum semua itu terjadi, ia sudah terbiasa melihat sesuatu yang ada hubungannya dengan hal gaib. Pernah ia tiba-tiba menangis karena melihat roh seorang kriminal yang begitu susah lepas dari badannya setelah dilumpuhkan oleh peluru polisi.
Ya, begitulah Luciana, dengan kelebihan pada pandangannya, dan kelemahan pada payudaranya.
Di tengah ketenangan acara sarapan, tiba-tiba suara sirene melengking. Selang beberapa menit kemudian suara ledakan demi ledakan menggema di kejauhan. Dengan gerak cepat, Kuzma meraih tangan Luciana, dan mereka lari bersama-sama, lalu masuk ke dalam satu ruangan. Di dalam ruangan, dengan cara merayap, mereka memasukkan tubuh mereka ke kolong tempat tidur. Di situ, sambil berpelukan, mereka bertahan, dan kemudian bercakap-cakap.
”Kau ingat sesuatu, Lucy?”
”Ya. Kita pernah seperti ini sebelum menikah.”
”Ha-ha, peristiwa itu menurutku lebih menegangkan dan sekaligus menyenangkan.”
”Ya. Itu adalah kali pertama aku melakukannya. Tetapi, kenapa kita tidak melakukannya di atas kasur saja?”
”Kalau dilakukan dengan mudah, kan, tidak ada seninya.”
”Ah, kau bisa saja.”
Dan percakapan terhenti karena ledakan keras terdengar begitu keras. Mereka berpelukan erat, dan semakin erat, sampai akhirnya suara-suara tak terdengar lagi. Dalam hati, mereka ada kepasrahan, dan jika harus mati, maka dengan cara mati seperti itulah yang mereka harapkan, berpelukan, meski tubuh mereka pada akhirnya tercerai-berai.
Baca juga: Lebah
Setelah suasana benar-benar reda, mereka keluar dari kolong tempat tidur, melangkah menuju ruang tengah, dan berdiri di belakang kaca. Luciana menempelkan jari-jari tangan kanannya ke bibir dan sementara tangan kirinya dilingkarkan ke perutnya, menjadi tumpuan siku tangan kanannya. Matanya nanar melihat kepulan asap hitam membubung ke udara di kejauhan. Ia juga melihat lubang hitam besar menganga di langit. Kemudian ia merasakan dadanya sesak saat melihat Alyona, salah satu teman baiknya yang tinggal di Distrik Shevchenskivskyi, berjalan ke langit menuju lubang itu. Air mata berjatuhan kemudian, mengusik kekhusyukan Kuzma. Dia lantas menoleh ke arah istrinya.
”Apa yang kau lihat?”
”Alyona. Dia berjalan menuju ke lubang besar itu.”
Kuzma diam, dan pandangannya kembali ke arah kepulan asap.
”Aku tidak bisa membayangkan kalau Tsar Bomba itu meledak di dekat sini, lalu jamur raksasa tumbuh dan melahap semuanya.”
Kata Luciana, dan setelah itu mendesah. Tanpa menoleh, Kuzma berkata:”Semoga itu tidak terjadi, dan jika terjadi, pasti akan banyak memakan korban. Tetapi, selama kemelut masih berlangsung, rudal kecil-kecil akan terus mengancam, dan sebenarnya itu sama saja kemampuannya: melukai atau membunuh. Namun, pada akhirnya, tanpa kemelut ini sekalipun, jika waktu di dunia sudah selesai, toh akhirnya kita akan berjalan seperti mereka. Kita akan ke langit, dan kau akan sembuh total dari penyakitmu.”
”Apakah kita akan berjalan bersama.”
”Entahlah. Lupakan tentang itu untuk sementara, karena tiba-tiba aku teringat pada Black Hole yang lain.”
Itu adalah bahasa kode, dan setelah tersenyum, tanpa basa-basi lagi, Luciana berbalik badan dan berlari menuju kamar sambil melepas segala sesuatu yang melekat di badannya, satu per satu. Kuzma segera menyusulnya. Dia bahagia karena bisa melihat Luciana tersenyum.Asoka 2023
***
Agus Salim, kelahiran Sumenep tahun 1980. Cerpen-cepen pernah dimuat di Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Basabasi.co, Pikiran Rakyat, Republika, Suara Merdeka, dan media lokal lainnya. Beberapa cerpen masuk dalam buku Antologi Bersama. Buku kumpulan cerpen tunggal, Lima Cerita dalam Satu Malam di Bawah Bulan Gerring, Intisari. Saat ini, penulis berkegiatan dalam komunitas Laboratorium Ide dan Cerita (Labita).