Sayup-sayup terdengar suara radio yang memberitakan terjadi kekacauan politik di Jakarta. Pahlawan menjadi tertawan dan melahirkan figur baru menjadi panutan.
Oleh
SYAFRIZAL MALUDIN
·7 menit baca
Serombongan remaja perempuan berjalan menuju Balai Desa di sebuah dusun. Pembicaraan itu terhenti dan tertuju pada pertanyaan Gung Citra untuk Ani. Semuanya terdiam menunggu sebuah jawaban dari Ani. Seandainya Ani tidak bergabung dengan rombongan ini, mungkin kasus yang memalukan ini tidak akan sempat menjadi berita. Gung Citra menggunakan kesempatan menanyakan hal yang agak tabu sesama remaja perempuan yang masih duduk dibangku sekolah. Tapi, rasa ingin tahu itu lebih besar dari keengganannya. Lagi pula, Ani adalah sahabat yang memiliki hubungan khusus dengan keluarga Gung Citra. Sayup-sayup terdengar suara radio yang memberitakan terjadinya kekacauan politik di Jakarta. Pahlawan menjadi tertawan dan melahirkan figur baru menjadi panutan. Penculikan jenderal menjadi bagian penting. Berita itu menyelamatkan Ani keluar dari lingkungan pembicaraan yang menyudutkan itu. Keadaan ekonomi keluarga Ani menyudutkannya untuk menerima pinangan laki-laki dari keluarga yang ekonominya lebih baik. Tapi, sebetulnya Ani masih berharap bisa menyelesaikan sekolahnya, Permintaan Aji-nya sulit untuk ditolak, tapi berat juga untuk diterima. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Kedua orangtua Ani pupus dalam sebuah kecelakaan. Ani mempertanyakan takdir buruknya pada Sang Pencipta. Warga membantu pemakaman dan menitipkannya pada keluarga Gung Citra. Mereka seperti saudara kembar. Umur dan ketertarikan yang sama membuatnya semakin akrab. Ani lebih banyak bicara dan keluar rumah dibandingkan dengan Gung Citra. Sampai suatu hari, Ani tidak pernah datang lagi di dusun itu. **
Sajian makan siang itu terasa berbeda. Kedua anak Gung Citra sudah siap di meja. Tidak biasa ibunya membiarkan mereka makan sendiri-sendiri. Ibunya gemar melayani anak-anaknya saat makan siang. Dari nasi, lauk, sampai vitamin selalu disediakan Gung Citra.Air yang ragu untuk keluar dari mata yang memerah itu menyiratkan sesuatu yang tidak biasa pada surat yang dibacanya. Ini adalah surat pertama setelah tiga puluh tahun terpisah dengan Ani.
Sepanjang waktu itu bukannya tidak mau mencari Ani, namun berita yang datang mengenainya simpang siur dan tidak enak didengar. Aji-nya beberapa kali mencarinya ke Kuta, tapi dia selalu kabur. Aji menyadari posisinya yang disegani oleh Ani. Ibunya yang akhirnya berhasil menemui Ani dan menitipkannya kepada keluarganya yang tinggal di sana. Menurutnya, walaupun Ani memang selalu berpindah-pindah, dia harus ada tempat tinggal yang layak. Ani memang sudah diperlakukan seperti anak sendiri oleh keluarga Gung Citra. Beberapa kali Ibunya harus bermalam di rumah sakit di Denpasar merawat Ani. Lamunan Gung Citra saat membaca surat berlembar-lembar dari Ani disela dengan berita terbakarnya pasar-pasar besar di Jakarta. Masalah politik lagi sepertinya. Aparat keamanan berhadapan dengan mahasiswa di depan Gedung DPR. Di surat pertama itu, Ani menceritakan kelahiran anaknya. Dia lari menolak dinikahi oleh seniman tato di Kuta yang sering dibicarakan di Dusun. Menurutnya, orang itu sudah beristri dan banyak perempuan mengidolakannya. Ani membawa nasib bersama calon manusia di dalam perutnya ke Denpasar. Dia bekerja di sebuah Warung Jawa, begitu sebutan untuk rumah makan dengan menu halal di Denpasar. Warung ini bukan tujuan akhirnya pada perjalanan hari itu. Ani berniat pulang ke Bangli pada hari itu. Namun, calon bayi ini sepertinya tidak mau kompromi. Ketubannya pecah saat berjalan di depan warung ini. Keluarga pemilik warung ini menerima kehadiran Ani, membantu persalinannya sampai membesarkan Putri. Sejak lahir, Putri dipelihara Ibu Ijah, pemilik warung. Di tengah kesibukannya, dia selalu menomorsatukan Putri. Saat demam menyerang, Putri selalu tidur bersama Ibu Ijah. Putri memanggilnya Dadong, yang artinya Nenek dalam bahasa Bali.
Sejak diterimanya surat itu, mereka sering berkirim kabar. Lembaran putih itu menjadi penuh dengan cerita yang saling bersambut di antara keduanya. Pernah dia menceritakan kegalauannya saat memeluk agama Islam. Banyak yang mempertanyakannya, termasuk pemilik warung Ibu Ijah. Banyak yang berpikir dia akan dinikahi oleh laki-laki Muslim saat dia mengurus perubahan identitas pada KTP-nya. Menurutnya, keyakinan berasal dari dalam tidak ada yang bisa memengaruhinya. Itu dasarnya sehingga dia tetap membesarkan Putri sebagai perempuan Hindu.
Ani justru menikah dengan David dan bersama Putri hijrah ke Brisbane, Australia. Menurutnya, rumah yang ditinggalinya di sana lebih mirip seperti hutan yang ada rumahnya. Jarak satu rumah dengan rumah lain mungkin sekitar satu kilometer. Lebih banyak pohon dibandingkan rumah. Dari depan, rumah ini seperti bangunan biasa. Tapi, ternyata bangunan ini di pinggir tebing dan dua lantai lagi terdapat di bawahnya. Rumah di Gold Creek menyaksikan kelahiran Anthony. Sejak kelahirannya, rumah hutan itu menjadi semakin ramai. Riuh rendah suara teman-teman Putri selalu hadir di rumah ini dari siang sampai malam setiap hari Selasa. Berbeda dengan hari Jumat malam saat beberapa mobil terparkir di bawah pohon-pohon besar.
Pemiliknya berbaju putih diikuti oleh istri dan anak-anaknya berkumpul di beberapa bagian rumah. Biasanya laki-laki dewasa akan mengaji di lantai atas dan para ibu bersosialisasi, mengawasi anak-anaknya dan menemani Ani menyiapkan panganan.
Yit dan Wasa dari komunitas Bali punya tempat tersendiri di lantai paling bawah. Di sana disimpan baju daerah, kostum untuk tarian Bali, alat musik sampai ukiran dan hiasan khas Bali. Di tempat ini juga Ani mengajar menari Bali. Ada sepuluh tarian yang dikuasainya. Muridnya tidak dibatasi pada warga Indonesia di sana. Melalui pekerjaan ini, dia banyak dikenal. Beberapa penghargaan atas jasanya ini juga diterimanya. Jika ada kegiatan besar seperti pementasan atau hari raya Hindu, lantai itu menjadi seperti aula kosong. Penghuninya bekerja meramaikan hajatan Yit dan Wasa. Ani biasanya mendapatkan bagian pekerjaan menari atau menghias penari pada acara-acara seperti itu.
Keramaian yang tidak rutin terjadi pada suatu hari. Sekumpulan mobil terparkir seperti sapi-sapi yang merumput. Termasuk yang mengular dari gerbang depan rumah hutan yang berjarak hampir 1 kilo. Ani didatangi komunitas gereja lengkap dengan jemaatnya yang membantu mempersiapkan pemakanan David. Begitu juga para sahabat keturunan Pakistan, Sri Lanka, Malaysia, dan Indonesia yang turut menemani menerima pelayat yang banyak itu. Mereka dibantu Komunitas Bali membantu di antara pelayat-pelayat itu. Setidaknya kesedihannya terkikis dengan kehadiran dan bantuan mereka. Masih tergambar kelembutan dan kelucuan David saat pertama bertemu di Ubud. Matahari pun disembunyikan awan pada saat itu. Arah pada peta yang disalahkan itu mengawali perubahan jalan hidup Ani dan Putri.
Virus ini menerjang liar seperti banjir yang terjadi di Queensland tahun 2019. Dia tidak memedulikan dan merampas semua mobil yang terparkir, gedung kampus, toko, sampai taman bermain. Wabah Covid-19 ini juga menyerang siapa saja, lelaki, perempuan, pekerja, mahasiswa, pendeta menjadi korbanya. Termasuk Ani. Anthony sudah berada di Rumah Sakit. Jenazah Ani diizinkan keluar dari rumah sakit ternyata virus itu hanya singgah dan keadaan lain yang menyebabkan kematiannya. Mereka bertemu dengan Pak Wasa dan Pak Yit di pemakaman. Dua hari berlalu dan Putri bersiap-siap untuk pulang ke Jakarta. Segala urusan dengan pengacara dan otoritas terkait kematian dan pemakaman sudah diselesaikan. Tanggung jawabnya sebagai pimpinan sebuah industri makanan asal Australia di Jakarta tidak mungkin ditinggal lama. Walau keberadaannya di kota ini, Putri menyempatkan untuk menghadiri pertemuan di kantor pusat di Boundary St. Pandemi ini berpengaruh pada daya beli dan perilaku konsumen. Diperlakukan penyesuaian dalam penyusunan strategi. Rasa haru dan tekanan pada dada Putri tidak terbendung. Dia menangis sambil memasukan pakaian dan perhiasan-perhiasan kecil milik ibunya. Nanti biar Tony, adiknya, yang akan membagi dan menyumbangkan baju-baju ini. Pandangan Putri menerawang ke sekeliling sudut tempat tidur itu. Disini tempat dia mengadu permasalahan sekolah, keuangan, teman prianya pada Ani. Ibunya ini yang selalu memberikan jawaban yang menghangatkan hatinya. Di sini juga Ani memberikan restu dan mendoakannya saat Putri memutuskan untuk menempati kantor di Jakarta. Pandangan itu terhenti pada sebuah kitab. Al Quran ini selalu dibaca Ani setiap malam. Putri sering mendapatinya mengaji dengan air mata bercucuran pada halaman yang dibacanya.
Secarik kertas kecil terjatuh dari kitab itu saat akan diambil dari atas meja didekat tempat tidur.Dear Ani, Allah maha ampun. Kamu sudah membesarkan Putri dan Anthony menjadi orang-orang yang baik. Kamu memelihara David sampai akhir hayatnya. Kamu sudah menyesali masa lalumu. Semoga mereka juga sudah memaafkannya. Mungkin nanti kita akan bertemu di surga Nya. Saidjah Denpasar, 15 Juli 1997Surat dari Dadong itu diterima Ani pada masa berkabung atas kepergian David. Dia sangat terpukul. Dia mempertanyakan apakah Tuhan akan menerimanya dengan kelamnya masa lalu, dengan penuhnya tato seluas punggung dan tangannya. Putri membawa surat dan Al Quran yang lembarannya sudah kuning dan keriting. Yang sudah setia menjadi tumpuan air mata duka dan bahagia.
***
Syafrizal Maludin, lahir di Bandung, 11 April 1970. Menyelesaikan riset strategi alih teknologi di Institut Pertanian Bogor pada 2018. Mulai menulis cerpen sejak 2021 dan satu tulisannya diterbitkan dalam buku kumpulan cerpen ”Kisah Inspiratif”. Saat ini bekerja sebagai peneliti pada Direktorat Perumusan Kebijakan Riset, Teknologi dan Inovasi; Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN).