Indonesia Berhasil Keluar dari Bayang-bayang Pandemi Covid-19
Saatnya Indonesia menyusun strategi baru guna mendorong ekonomi lebih produktif dan kembali bangkit.
Memasuki tahun 2024, berbagai indikator sosial ekonomi mengalami perbaikan yang cukup mengesankan. Saatnya Indonesia menyusun strategi baru di tengah ragam tantangan global yang penuh ketidakpastian. Ekonomi perlu didorong lebih produktif dan kembali bangkit.
Setelah empat tahun tertatih akibat pandemi Covid-19, kondisi ekonomi Indonesia kini dapat dikatakan telah benar-benar pulih. Sejumlah indikator, mulai dari pertumbuhan ekonomi hingga kemiskinan, mengalami perbaikan.
Senin (6/5/2024), Badan Pusat Statistik mengumumkan bahwa ekonomi nasional triwulan I-2024 tumbuh sebesar 5,11 persen secara tahunan (year on year) atau lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (5,04). Bahkan, capaian tersebut juga merupakan yang tertinggi sejak 2015, khususnya pada periode pertumbuhan triwulan pertama.
Sebelumnya, sejak pandemi mengguncang dunia, ekonomi Tanah Air cukup terkendala untuk mencapai pertumbuhan pada besaran yang relatif tinggi. Malahan, selama triwulan II-2020 hingga triwulan I-2021, Indonesia dilanda resesi lantaran pertumbuhan ekonomi yang terkontraksi.
Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Deindustrialisasi Prematur
Kebangkitan ekonomi baru mulai tampak pada triwulan II-2021. Saat itu, laju pertumbuhan ekonomi tahunan mencapai 7,07 persen. Terbilang paling tinggi selama pandemi. Sayangnya, pertumbuhan ekspansif tersebut dapat dikatakan relatif semu. Pasalnya, dasar penghitungannya mengacu pada kinerja ekonomi yang terkontraksi sangat dalam, yakni pada triwulan II-2020 (y-on-y) yang terperosok pada angka minus 5,32 persen. Kondisi ini biasa disebut dengan low based effect.
Situasi tersebut terjadi juga pada catatan pertumbuhan yang relatif tinggi lainnya, yakni 5,73 persen pada triwulan II-2023 lantaran dasar pertumbuhan sebelumnya (y-on-y) hanya 3,53 persen. Selanjutnya, capaian terbaru kali ini dapat dikatakan pertumbuhan yang cukup riil, mampu tumbuh lebih tinggi dengan dasar periode sebelumnya yang juga relatif tinggi.
Kekuatan kombo
Pertumbuhan yang cukup impresif itu setidaknya didorong oleh dua kekuatan aktivitas ekonomi secara bersamaan, yakni serangkaian kegiatan pemilu serta momentum Ramadhan. Hal tersebut tampak dari sejumlah sektor yang mencatatkan pertumbuhan tertinggi.
Pertama, sektor administrasi pemerintahan dengan laju pertumbuhan y-on-y sebesar 18,88 persen. Berdasarkan catatan BPS, kinerja tersebut terdongkrak oleh peningkatan belanja pegawai, seperti kenaikan gaji dan pembagian tunjangan hari raya (THR). Sebagaimana diketahui, negara menganggarkan dana Rp 48,7 triliun untuk THR aparatur sipil negara (ASN) jelang Lebaran 2024. Anggaran tersebut menyasar sekitar 10,3 juta orang dari semua kelompok profesi ASN.
Kedua, tingginya laju pertumbuhan jasa perusahaan (9,63 persen) yang disumbang oleh meningkatnya pendapatan penyelenggara acara (event organizer). Didorong juga oleh berbagai aktivitas jasa perusahaan lain yang menunjang perhelatan Pemilu 2024.
Ketiga, cukup tingginya kinerja sektor akomodasi dan makan minum. Jelang pelaksanaan pemilu hingga berlanjut dengan bulan Ramadhan membuat permintaan terhadap akomodasi, seperti perhotelan dan penyediaan makanan-minuman, meningkat. Ragam acara konferensi, persiapan pemilu, hingga buka puasa bersama membuat belanja akomodasi dan konsumsi melonjak signifikan.
Baca juga: Ekonomi Tumbuh, tetapi Belum Stabil dan Berkualitas
Peningkatan pertumbuhan ekonomi ketiga hal tersebut juga terkonfirmasi dari kinerja ekonomi menurut kelompok pengeluaran. Di antara enam komponen pengeluaran yang diperhitungkan, konsumsi pemerintah dan konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) mencatatkan pertumbuhan yang paling tinggi. Masing-masing mencatatkan pertumbuhan 19,90 persen dan 24,29 persen. Keduanya disokong oleh belanja untuk aktivitas pemilu, belanja pegawai, dan aktivitas ekonomi Ramadhan.
Sebagai informasi, konsumsi LNPRT merupakan pengeluaran oleh lembaga sosial yang menyediakan barang dan jasa secara gratis atau lebih murah untuk masyarakat. Konsumsi ini konsisten mencatatkan pertumbuhan yang tinggi pada rentang tahun politik (Kompas, 9/11/2023).
Selain dorongan kuat aktivitas pemilu dan momentum Ramadhan, ekonomi secara umum tampaknya juga mulai terkendali pascapandemi Covid-19. Salah satunya termanifestasi dari cukup konsistennya kinerja manufaktur beberapa waktu terakhir terukur dari besaran Prompt Manufacturing Index (PMI). Terbaru, PMI BI triwulan I-2024 berada di zona ekspansif dengan angka 52,8 persen.
Angka itu jauh lebih baik dibandingkan pada awal pandemi yang sempat terperosok ke angka 28,55 persen atau terendah sepanjang pemantauan delapan tahun terakhir. Kinerja baik ini berdampak besar bagi pertumbuhan sektor industri pengolahan yang menjadi penyumbang utama perekonomian nasional.
Sosial ekonomi
Tak hanya dari ukuran laju ekonomi semata, bebasnya Indonesia dari bayang-bayang pandemi juga tampak dari sejumlah catatan sosial ekonomi lain. Salah satunya dari sisi ketenagakerjaan. Merujuk catatan BPS Februari 2024, jumlah penduduk bekerja di Tanah Air meningkat 3,55 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya. Kini, jumlahnya mencapai 142,18 juta orang.
Seiring dengan cukup tingginya penyerapan tenaga kerja tersebut, angka pengangguran pun turun 0,79 juta orang. Kini, jumlah penganggur di Indonesia tersisa sedikitnya 7,2 juta orang atau 4,82 persen dari total angkatan kerja.
Baca juga: Ekonomi Tumbuh 5,11 Persen di Triwulan I-2024, Tertinggi Selama Lima Tahun
Dengan tingkat pengangguran di bawah 5 persen, artinya ketenagakerjaan saat ini sudah kembali pada kondisi sebelum pandemi, bahkan tercatat lebih baik. Pada 2019 lalu, tingkat pengangguran terbuka masih menyentuh angka 4,9 persen. Namun, secara jumlah, jumlah penganggur saat ini lebih banyak. Hal ini juga didorong oleh semakin banyaknya jumlah penduduk secara umum dan penduduk usia produktif.
Kondisi tersebut turut mendongkrak capaian tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK). Kini, TPAK Indonesia sebesar 69,80 persen. Terbukti, Indonesia mampu keluar dari dampak pandemi yang kala itu membuat TPAK terjun ke angka 68,08 persen pada 2021. Bahkan, capaian saat ini lebih tinggi dari masa sebelum pandemi. Dengan kata lain, Indonesia telah keluar dari gelombang PHK akibat pandemi yang sempat menjadi momok bagi perekonomian negeri ini.
Pulihnya aktivitas ekonomi menuju normal saat ini turut membuka kembali kesempatan kerja yang pada akhirnya turut memperbaiki kondisi ketenagakerjaan nasional. Perbaikan pun tampak terjadi di semua lini, baik laki-laki maupun perempuan, di desa ataupun di kota.
Lebih banyaknya penduduk yang memiliki jaminan pendapatan lantaran memiliki pekerjaan turut mendorong kemampuan mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup harian. Hal tersebut pada gilirannya turut mengurangi persentase penduduk yang terjerembap pada jurang kemiskinan, selain didukung program jaring pengaman sosial oleh pemerintah melalui ragam bantuan sosial.
Meski belum terdapat data terbaru yang menggambarkan kondisi tahun ini, angka kemiskinan secara nasional tercatat mengalami penurunan sejak tahun lalu. Kembali merujuk data BPS pada Maret 2023, persentase penduduk miskin Indonesia sebesar 9,36 persen.
Angka tersebut sudah mendekati kondisi sebelum pandemi, bahkan sedikit lebih rendah. Dengan kata lain, kondisi saat ini relatif sudah lebih baik. Capaian itu pun mampu membuat Indonesia keluar dari persentase kemiskinan dua digit, yakni 10,14 persen pada tahun 2021. Secara simultan, kemiskinan ekstrem Indonesia turun 0,62 persen menjadi 1,12 persen pada Maret 2023.
Tantangan baru
Sejumlah catatan perbaikan itu membuktikan bahwa Indonesia telah keluar dari situasi mencekam akibat pandemi Covid-19. Sebagaimana sering disebutkan pada masa-masa pemulihan, Indonesia cukup tangguh menghadapi pandemi dan kini telah terbebas dari bayang-bayang wabah itu. Tentu masih ada sejumlah dampak lanjutan yang tersisa. Namun, secara keseluruhan segala lini, baik sosial maupun ekonomi, relatif kembali tertata.
Meski demikian, bukan berarti Indonesia dapat segera berpuas diri. Saat ini sejumlah tantangan baru bermunculan sehingga negara harus tetap mawas diri. Setelah bebas dari pandemi, ancaman global lain terus datang bertubi-tubi. Mulai dari ketegangan geopolitik antarnegara hingga ancaman keberlanjutan karena anomali iklim yang terjadi akibat pemanasan global.
Baca juga: Industri Pengolahan Topang Pertumbuhan Ekonomi Triwulan I-2024
Tak dapat dimungkiri, ancaman tersebut akan berdampak hingga dalam negeri. Problem domestik negara-negara utama di dunia yang menjadi mitra dagang Indonesia pun tentu akan sangat berpengaruh pada kinerja ekonomi di Tanah Air. Terbaru, kebijakan moneter AS yang menahan suku bunga acuan turut berpengaruh pada kinerja moneter Indonesia. Jika kebijakan yang diambil tidak sesuai, bukan mustahil hal itu akan sangat berpengaruh pada kinerja perekonomian yang tengah pulih.
Selain itu, di balik berbagai perbaikan kinerja pertumbuhan yang telah dijelaskan sebelumnya pun, masih terdapat sejumlah catatan. Salah satunya adalah laju perekonomian yang relatif tinggi dan bersifat situasional. Indonesia harus mampu menciptakan ekosistem ekonomi yang mencatatkan pertumbuhan secara konsisten, bukan hanya karena dorongan momentum seperti pemilu, Ramadhan, dan Lebaran.
Perbaikan sisi ketenagakerjaan pun sebaiknya dibarengi dengan peningkatan kualitas, baik dari sisi pendidikan, jam kerja, maupun tingkat pendapatan. Pengentasan rakyat miskin selama ini pun masih banyak terselamatkan oleh bantuan sosial. Saatnya pemerintah menyusun cara untuk mengatasi persoalan kemiskinan dengan lebih produktif. Distribusikan ”kailnya”, bukan ”ikan” semata. Semuanya demi pembangunanmulihan ekonomi yang lebih berkelanjutan. (LITBANG KOMPAS)