Sukses Timnas U-23, Formasi 3-4-3, dan Harapan Olimpiade 2024
Sejarah terus berlanjut. Menginjakkan kaki di semifinal, Timnas Indonesia U-23 berpeluang lolos ke Olimpiade 2024.
Kemenangan manis dalam sebuah pertaruhan terjadi. Timnas Indonesia U-23 menang dalam duel melawan timnas Korea U-23 di laga perempat final Piala Asia U-23 AFC 2024.
Pertaruhan yang dimenangi Indonesia ini tersaji dalam laga 120 menit yang berakhir dengan skor 2-2. Duel dirampungkan lewat adu penalti yang berakhir 11-10. ”Garuda Muda” menang dan melaju ke semifinal.
Berbicara soal kemenangan dalam hidup, Sutan Sjahrir kerapkali mengutip penggalan penyair Jerman, Friedrich Shciller, yang bunyinya: und setzt ihr nicht das Leben ein, nie wird euch das Leben gewonnen sein. Makna dari nukilan tersebut, hidup yang tak dipertaruhkan tak akan pernah dimenangkan.
Pada kompetisi Piala Asia U-23 kali ini, pertaruhan timnas U-23 telah terjadi dalam empat laga. Pertaruhan pertama berakhir dengan kekalahan dari Qatar 0-2.
Tidak ciut mental, tiga laga berikutnya selalu dimenangi Indonesia. Berturut-turut Indonesia menaklukan Australia 1-0, melumat Jordania 4-1, dan terakhir memulangkan Korea Selatan lewat adu penalti.
Keberhasilan Rizki Ridho dan kawan-kawan merangsek hingga babak semifinal telah melampaui target awal. Sejumlah pemberitaan sebelumnya menyebutkan PSSI menargetkan timnas U-23 berhasil melenggang ke babak delapan besar alias lolos fase grup (bolasport.com, 3/4/2024).
Menanggapi target tersebut, Shin Tae-yong menawarkan lebih. Pelatih asal Korea Selatan ini menjanjikan akan membawa Indonesia melaju hingga semifinal. Janji tersebut dipenuhi pada Jumat (26/4/2024) dini hari.
Baca juga: Sampaikan Apresiasi, Presiden Sebut Prestasi Tim U-23 Bersejarah
Formasi 3-4-3
Dengan kerja keras dan kedisiplinan, ”Garuda Muda” telah membuktikan diri mampu melampaui inferioritas sebagai kesebelasan medioker di antara negara-negara di Asia. Di luar lapangan, Shin kerap mengungkapkan kedisiplinan sejak di lapangan latihan sebagai upaya menumbuhkan mental sebagai tim kuat.
Di dalam lapangan, pertaruhan nyata diterapkan dengan racikan formasi 3-4-3 yang mampu dielaborasi dengan baik oleh para pemain Indonesia muda. Formasi ini terdiri dari tiga pemain belakang murni, empat gelandang, serta tiga penyerang depan.
Langkah ini merupakan pertaruhan yang dilakukan Shin sebagai reaksi atas kekalahan dari Qatar pada laga perdana. Dalam pertandingan pertama tersebut, Indonesia tampil dengan formasi 5-4-1 yang menempatkan lima bek, empat gelandang, dan satu striker.
Skema ini mulai diubah dengan susunan formasi 3-4-3 oleh Shin dalam laga melawan Australia. Pada laga kedua tersebut, Ferarri, Ridho, dan Komang tampil sebagai bek murni.
Sementara gelandang tengah diisi Fajar, Marselino, Nathan, dan Arhan. Di depan ada Witan, Sroyer, dan Struick. Dalam skema ini, pertahanan, lapangan tengah, serta lini depan dapat dikuasai secara fleksibel.
Dua gelandang kanan dan kiri dapat memainkan peran menutup serangan lawan dari sayap dalam skema bertahan. Sebaliknya, dua pemain ini dapat pula membantu serangan dari sisi sayap.
Sementara gelandang tengah yang di timnas U-23 dimotori oleh Nathan Tjoe A-On bertugas menutup aliran bola lawan di tengah atau sebaliknya mengalirkan bola ke depan untuk membangun serangan cepat.
Dalam bertahan, susunan 3-4-3 bisa berubah menjadi 5-4-1. Sementara dalam menyerang, formasi ini dapat juga cair menjadi 3-5-2 ataupun 3-4-2-1 menyesuaikan dengan skema yang sedang dibangun lawan.
Setelah berhasil menaklukkan Australia, formasi ini diterapkan oleh Shin, baik saat menghadapi Jordania maupun Korea Selatan. Hasilnya, tempo permainan dapat dimainkan dengan cukup apik oleh para pemain Indonesia meski penonton beberapa kali harus menahan napas menyaksikan kesalahan-kesalahan minor.
Selain mengubah formasi, eksperimen yang dilakukan Shin ialah merotasi bek murni yang mendampingi kapten timnas U-23 Rizki Ridho serta mencoba mengubah susunan trisula penyerang Indonesia.
Dalam laga melawan Korsel, Hubner dan Komang mendampingi Ridho. Sementara di sisi depan Marselino dan Witan berada di kanan dan kiri mengapit Struick.
Di atas kertas, formasi 3-4-3 yang berhasil dimainkan secara padu membuat Indonesia lebih banyak menguasai bola dan operan ketimbang lawan. Dalam laga melawan Korea Selatan, penguasaan bola Indonesia 53 persen dan 539 operan dengan akurasi 81 persen.
Sementara itu, Korsel memiliki 47 persen penguasaan bola dan 468 operan dengan akurasi 79 persen. Meski dengan catatan, Korsel U-23 harus tampil dengan 10 pemain sejak menit ke-70 setelah Lee Young-jun mendapat kartu merah akibat melanggar Justin Hubner.
Formasi 3-4-3 sebenarnya sudah populer di Italia sejak tahun 1980-an untuk mengembangkan transisi permainan yang dapat dilakukan dengan sederhana dan cepat.
Formasi ini dipandang lebih efektif dalam menyerang. Dalam sepak bola kekinian, sejumlah pelatih tenar, seperti Antonio Conte, Thomas Tuchel, dan Joachim Low, gemar dengan formasi ini.
Kembali ke timnas U-23, salah satu tuntutan tinggi dalam formasi ini ialah kehadiran bek sekaligus gelandang sayap yang pekerja keras, cepat, dan stamina prima. Di sisi kiri Arhan Pratama tampak mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Akan tetapi, dalam laga melawan Korsel, tampak sisi kanan Indonesia masih perlu mendapat perhatian khusus.
Posisi yang pada awalnya diisi oleh Rio Fahmi tersebut tampak mendapat serangan yang intensif dari Korsel. Keputusan mengganti Rio Fahmi dengan M Fajar juga belum membuahkan hasil signifikan. Bahkan, Jeam Kelly Sroyer harus menggantikan lagi M Fajar untuk coba memaksimalkan sisi kanan Indonesia.
Meski efektif, secara format, formasi 3-4-3 memiliki kelemahan natural di sisi tengah. Tidak adanya pemain yang berposisi sebagai gelandang serang murni membuat pembangunan serangan yang dimulai dari tengah lapangan sangat minim, kecuali sebuah tim memiliki dua gelandang tengah yang sangat kreatif.
Sebaliknya, apabila formasi ini berhadapan dengan tim lawan yang memiliki gelandang tengah dan serang kreatif, penguasaan lapangan tengah berpotensi sangat berkurang.
Belum lagi serangan balik memanfaatkan bek sayap yang sedang naik bisa mengancam pertahanan sendiri. Hal ini terjadi dalam gol kedua Korea Selatan yang dicetak Joeng Sang-bin memanfaatkan serangan balik pada menit ke-84. Hal ini yang patut diwaspadai oleh timnas U-23 dalam laga-laga mendatang.
Baca juga: Jejak Prestasi Timnas Sepak Bola Indonesia di Level Asia
Harapan Olimpiade Paris 2024
Setelah berhasil melampaui target untuk melaju hingga semifinal, timnas U-23 menatap misi yang lebih besar, yakni lolos langsung menuju laga Olimpiade Paris 2024. Dua tim yang masuk final, serta peringkat ketiga kompetisi ini, akan mengantongi tiket tersebut.
Sementara tim yang kalah dalam perebutan tempat ketiga harus melewati laga playoff. Dengan menginjakkan kaki di semifinal, minimal timnas U-23 memiliki harapan ke Olimpiade Paris dengan harus melakoni laga playoff tersebut.
Akan tetapi, berseliweran di platform X semangat tinggi ”Garuda Muda” untuk menancapkan harapan tertinggi, yakni melaju ke final bahkan mengincar juara.
Tatkala Ketua Umum PSSI Erick Thohir menyerukan satu kemenangan lagi untuk Olimpiade, para pemain menyerukan ”dua”, yang artinya menjuarai kompetisi ini.
Harapan tersebut selayaknya diapresiasi oleh publik nasional. Namun, harapan besar tersebut mesti dibarengi dengan konsistensi, etos kerja tinggi, dan konsentrasi penuh yang harus ditunjukkan terlebih dahulu dalam laga semifinal.
Pada laga empat besar tersebut, Indonesia muda akan melawan pemenang laga Uzbekistan vs Arab Saudi. Laga semifinal akan digelar Senin (29/4/2024) malam di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha.
Menyongsong laga ini dengan optimisis, mengulang apa yang dikatakan Sjahrir, hidup yang tidak dipertaruhkan tidak akan pernah dimenangkan. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Drama Adu Penalti Indonesia Vs Korsel, Mengapa Penalti Justin Hubner Diulang?