Sofyan Tan, Benteng Akhir ”Banteng” di Sumut
PDI Perjuangan punya caleg-caleg populer dan berkomitmen tinggi pada rakyat. Salah satunya Sofyan Tan di Sumatera Utara.
Ukuran keberhasilan anggota DPR sejatinya tidak cukup hanya lolos kembali ke Senayan, tetapi bagaimana setiap pemilu yang diikuti peningkatan dukungan pemilih konsisten terjadi. Sofyan Tan membuktikannya.
Terkoyaknya relasi politik antara PDI Perjuangan dan Presiden Joko Widodo dalam ajang Pemilu 2024 lalu berdampak cukup serius di Sumatera Utara. Tidak hanya kekalahan telak Ganjar Pranowo-Mahfud MD pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung PDI-P yang dialami, tetapi dukungan pemilih Sumut pada partai ini pun meredup.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hasil pemilu presiden menunjukkan, di Sumut, Ganjar-Mahfud hanya didukung sekitar 12,5 persen pemilih atau jauh di bawah rata-rata dukungan secara nasional (16 persen). Sementara Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mendapat dukungan 58,2 persen. Jika ditelusuri pada sejumlah wilayah Sumut yang menjadi kantong suara pendukung Presiden Jokowi, mayoritas dukungan tertuju pada Prabowo-Gibran.
Begitu pula dalam pemilu legislatif. PDI-P di Sumut tidak lagi menjadi partai pemenang. Para pendukung PDI-P yang selama ini identik dengan para pendukung Jokowi beralih pilihan. Partai Golkar menjadi partai yang paling diuntungkan lantaran mendapatkan surplus dukungan yang terbilang signifikan dan mampu menjadi pemenang di sebagian besar wilayah Sumut.
Akan tetapi, di balik penurunan dukungan yang dihadapi PDI-P di Sumut, fakta juga menunjukkan tidak semua wilayah ataupun daerah pemilihan yang sebelumnya dikuasai PDI-P tergusur. Justru di Dapil Sumut I, yang mencakup kawasan Medan Raya, yaitu kota Medan dan Tebing Tinggi serta Kabupaten Deli Serdang dan Serdang Bedagai, PDI-P masih bertahan.
Pada wilayah yang juga tempat ibu kota pemerintahan, pusat aktivitas perekonomian, dan pemukiman itu, PDI-P masih menguasai 20,6 persen dukungan. Sementara Golkar membayangi cukup ketat dengan dukungan 18,2 persen pemilih.
Keunggulan PDI-P di kawasan Medan Raya, yang sekaligus menjadi wilayah melting pot di Sumut dan paling heterogen penduduknya, menarik dicermati. Apalagi, dibandingkan dengan daerah pemilihan lainnya di Sumut, baik Dapil II dan Dapil III, pola persaingan Dapil I relatif menjadi ”dapil neraka”.
Pada dapil neraka Sumut inilah menarik dicermati kiprah Sofyan Tan, caleg PDI-P yang ditempatkan pada nomor urut 2.
Perolehan suara Sofyan Tan
Sofyan Tan sejatinya seorang dokter. Ia kelahiran Kota Medan, 25 September 1959, yang bernama asli Tan Kim Yang. Pada pemilu kali ini, ia tercatat sebagai peraih dukungan suara pemilih tertinggi. Sebanyak 279.334 suara pemilih diraih. Capaiannya itu tidak hanya menempatkannya sebagai sosok politisi yang menghimpun dukungan terbanyak di Sumut, tetapi juga menempatkan dirinya pada posisi ke-9 caleg peraih dukungan terbesar nasional.
Menariknya, besaran jumlah pemilih Sofyan Tan jauh di atas para pesaing politiknya. Ia mampu mengalahkan sosok-sosok politisi tenar yang bersaing di Sumut. Selain Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly yang ditempatkan pada nomor urut pertama PDI-P, terdapat politisi Golkar: Musa Rajekshah, yang juga tercatat sebagai wakil gubernur Sumut. Begitu pula dibandingkan dengan politisi PKS, Tifatul Sembiring, yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (2009-2014).
Di samping mampu menyingkirkan para pejabat nasional, politisi nasional Golkar lainnya, Meutya Hafid, juga terkalahkan. Begitu pula kehadiran caleg muda Prananda Surya Paloh. Dukungan suara pemilih yang berhasil dikumpulkan putra Ketua Umum Nasdem Surya Paloh itu tidak mencapai separuh dari yang berhasil dikumpulkan Sofyan Tan.
Tidak kurang mengesankan, saat mencoba menelusuri dukungan pemilih yang tertuju padanya. Tampak konsistensi peningkatan dukung ditoreh Sofyan Tan sepanjang kariernya sebagai wakil rakyat. Sebelum pemilu kali ini, ia melalui dua periode jabatan di bangku legislatif nasional. Sama seperti pada dua ajang pemilu yang ia lewati, pada kali ketiga pemilu, dukungan pemilih justru semakin bertambah signifikan, yang sekaligus menunjukkan kepercayaan pemilih yang kian membesar pada sosoknya.
Dalam panggung politik nasional, Pemilu 2014 menjadi debut politiknya. Tidak tanggung-tanggung, sekali mengikuti pemilu, tidak kurang 113.716 pemilih ia raih. Pada Pemilu 2019, Sofyan Tan kembali dicalonkan sebagai caleg PDI-P. Tidak sia-sia bagi PDI-P, capaian dukungan pemilih yang berhasil dikuasai calegnya itu semakin besar. Saat itu, Sofyan Tan kembali mengumpulkan dukungan terbesar, yakni 158.495 suara pemilih atau meningkat lebih dari 40.000 dukungan pemilih dari pemilu sebelumnya.
Profil Sofyan Tan
Besarnya kepercayaan pemilih pada Sofyan Tan tidak terlepas dari kiprah sosialnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan penguatan ekonomi rakyat miskin yang dia geluti selama ini.
Sejak tahun 1987, misalnya, Sofyan Tan yang sejak mudanya menjadi guru itu mendirikan Yayasan Pendidikan Sultan Iskandar Muda (YPSIM), suatu institusi sosial yang terfokus pada pengembangan pendidikan bagi anak-anak yang tak mampu dari beragam kelompok suku, baik anak-anak Tionghoa, Batak, Melayu, India, maupun Tamil.
Saat itu, model pendidikan orang tua asuh dengan sistem pendanaan bersilang ia terapkan. Sebagai gambaran, orang tua asuh Tionghoa dimungkinkan membiayai keperluan murid Batak atau sebaliknya. Memulai 17 siswa pola asuh tahun 1988 kini sudah berkembang menjadi sekitar 6.900 siswa.
Sekolah yang dikelolanya pun konsisten berkembang, dari semula 171 murid kini berkembang menjadi 4.143 murid dan kini tercatat pula sebanyak 1.600-an mahasiswa di Universitas Satya Terra Bhinneka yang juga didirikannya.
Sebelum memasuki panggung politik nasional, Sofyan Tan juga sempat menjajal pencalonan wali kota Medan pada Pilkada 2010. Saat itu, ia berpasangan dengan mantan Ketua KPU Medan Nelly Armayanti. Pasangan yang dicalonkan oleh PDI-P dan Partai Damai Sejahtera (PDS) ini mampu meraih 140.676 suara pemilih, atau sekitar 20,7 persen dari total pemilih. Capaiannya itu mengantarkan pasangan ini pada putaran kedua pilkada berhadapan dengan pasangan Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin.
Pada putaran kedua, pasangan Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin dinyatakan unggul. Hasil penghitungan KPU Medan pasangan Rahudman-Dzulmi meraup 485.446 suara (65,88 persen) dan pasangan Sofyan-Nelly meraup 251.435 suara (34,12 persen). Hasil tersebut berujung gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Belakangan, setelah menjabat wali kota dan wakil wali kota Medan, baik Rahudman Harahap dan Dzulmi Eldin tersandung kasus hukum. Selepas pemilihan wali kota Medan inilah langkah politik Sofyan Tan meluas pada panggung politik nasional, sejalan dengan pencalonan dirinya oleh PDI-P pada Pemilu Legislatif 2014.
Pada Pemilu 2024 kali ini, prestasi Sofyan Tan tidak terkalahkan. Dengan peningkatan dukungan yang sangat signifikan, tambahan sekitar 120.839 pemilih dari periode pemilu sebelumnya dapat dikatakan belum ada satu pun sosok politisi di Sumut yang mampu menandingi jumlah dukungan serta konsistensi peningkatan dukungan yang diraih Sofyan Tan.
Menjadi agak ironis jika keunggulannya terjadi di tengah laju penurunan dukungan yang dialami PDI-P di Sumut. Tidak berlebihan, jika Sofyan Tan menjadi benteng akhir dari partai banteng moncong putih di Sumut.
Menarik dicermati, apa strategi yang diterapkan Sofyan Tan hingga mampu mendulang tambahan suara pemilih sedemikian signifikan?
Strategi kampanye Sofyan Tan
Sofyan Tan mengisahkan bahwa limpahan dukungan padanya tidak terjadi akibat dukungan material yang besar. Berbeda dengan kebanyakan caleg yang menebar banyak iklan, baliho, dan pendekatan pembagian sembako dan amplop, ia memilih cara kampanye yang minimalis. ”Tidak ada amplop, serupiah pun tidak,” ungkap Sofyan Tan. Ia mengungkapkan, semua anak didik yang bersentuhan dengan aktivitas sosialnya selama ini menjadi saksi hidup pada semua warga Sumut terhadap segenap komitmen perjuangannya.
Ia juga bersyukur, pemilih sudah melihat apa yang dilakukannya selama ini. Dengan berbekal konsistensi sikap dan tindakan sepanjang 37 tahun kiprahnya dalam kehidupan warga, khususnya pengembangan pendidikan, dukungan pemilih ia dapatkan. ”Di tengah tekanan politik uang yang semakin ganas, bersyukur di Sumut masih banyak yang memilih dengan melihat yang saya lakukan selama ini,” imbuhnya.
Baca juga: Konfigurasi Kemenangan Golkar di Sumut
Memilih jalur pengembangan pendidikan sebagai garis perjuangan Sofyan Tan bukan datang tiba-tiba. Semua tidak lepas dari kerasnya pengalaman hidup, yang sejak kecil membekas. Dibesarkan sebagai anak tukang jahit dan sempat menghadapi goncangan politik dekade 1960-an yang tidak bersahabat pada kaum Tionghoa, Sofyan Tan memantapkan diri untuk memilih pendidikan sebagai jalan keluar dari tekanan persoalan.
Meskipun menjalani pilihan jalan yang ia lalu menjadi semakin tidak mudah, yang tidak memberikan banyak keleluasaan baginya, ia memercayai hanya melalui jalur inilah perubahan akan terjadi.
Sepanjang menjadi mahasiswa kedokteran di Universitas Methodis Sumut, Sofyan Tan juga terlibat dalam pengajaran. Ia menjadi guru SMA, menjadi asisten dosen, hingga akhirnya selepas menuntaskan perkuliahan lebih banyak terlibat dalam aksi-aksi sosial pendidikan, keberagaman, dan kemiskinan.
Sampai saat ini, hingga posisinya sebagai wakil rakyat di Komisi X DPR pun, tiga persoalan sosial yang saling terkait itulah menjadi fokus garapannya. ”Dengan pendidikan yang benar, masyarakat tidak mudah diprovokasi dengan kebencian antar-agama dan suku. Pendidikan pun berkaitan dengan kemiskinan yang harus diatasi,” papar Sofyan Tan.
Komitmen Sofyan Tan
Dalam kesehariannya sebagai anggota DPR, Sofyan Tan pun tidak kurang fokus dalam menjalankan komitmen politiknya itu. Ia mengungkapkan, dalam setahun kerja DPR, 14 kali masa-masa reses dan kunjungan daerah pemilihan yang ia jalani, tidak kurang lima pertemuan setiap hari ia hadiri.
Dalam pertemuan tersebut, ia selalu menempatkan diri sebagai motivator pendidikan, mendorong penduduk desa, masyarakat pinggir kota, apa pun identitas sosialnya untuk kuliah dan memanfaatkan dukungan pemerintah lewat Program Indonesia Pintar (PIP). ”Kalau sebagian caleg baru mengunjungi masyarakat saat masa kampanye, saya sudah lima tahun intensif bersama warga,” ungkap Sofyan Tan.
Memasuki periode ketiga jabatannya sebagai wakil rakyat, ia pun sudah merancang apa yang hendak diperjuangkannya kelak. Ia berencana membangun klinik ibu dan anak yang lebih terpadu dengan keberadaan dokter spesialis yang terkait termasuk para ahli gizi.
Alasannya, memberantas stunting tidak hanya dengan memberi makanan bergizi pada anak-anak, tetapi sejak anak di masa kandungan. Keberadaan klinik semacam ini tentu saja masih konsisten dengan garis perjuangannya sebagai wakil rakyat yang selalu berpihak pada kalangan yang papa.
”Kelak, klinik ini menjadi tempat bagi ibu-ibu hamil yang miskin,” kata Sofyan Tan.
(LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Sofyan Tan, Hak yang Sama