Ramadhan Kuatkan Kerukunan dan Kebersamaan Masyarakat Indonesia
Bulan Ramadhan turut meningkatkan toleransi dan kerukunan antarmasyarakat Indonesia.
Oleh
DEBORA LAKSMI INDRASWARI
·4 menit baca
Bulan Ramadhan semakin meningkatkan toleransi dan kerukunan antarmasyarakat Indonesia. Banyak hal positif, seperti kebersamaan, kekeluargaan, dan solidaritas, semakin terbangun pada bulan puasa ini.
Memasuki bulan puasa, iklan produk khas Ramadhan merebak di saluran televisi dan media-media lain. Bahkan, iklan-iklan itu membekas di hati penonton karena menayangkan hal-hal sentimental. Misalnya saja kebersamaan keluarga, kegiatan berbagi dengan keluarga dan sesama, hingga kerinduan akan kampung halaman. Kekhasan lain tampak pada aktivitas yang dilakukan pemeran iklan, seperti menyiapkan makanan dan berbuka puasa bersama.
Tayangan promosi produk itu memang dimaksudkan untuk menyampaikan pesan Ramadhan yang kental dengan nuansa kebersamaan, saling berbagi, dan kerukunan. Selain itu, tayangan-tayangan tersebut juga mewakili apa yang masyarakat lakukan dan rasakan di bulan puasa. Mereka yang biasanya makan malam sendiri kemudian berbuka puasa bersama keluarga atau kerabat di bulan Ramadhan. Mereka yang jarang berkumpul kemudian menyempatkan waktu untuk ngabuburit bersama menanti waktu berbuka puasa.
Suasana tersebut memang menjadi ciri khas Ramadhan di Indonesia. Deskripsi yang sebagian tergambarkan dalam sejumlah tayangan iklan produk itu secara tidak langsung mencitrakan nuansa positif ketika bulan suci tiba. Kebersamaan, kerukunan, dan toleransi menjadi sejumlah poin penting yang diperhatikan masyarakat.
Gambaran demikian turut dirasakan mayoritas publik yang terjaring dalam jajak pendapat Kompas pada 18-20 Maret. Mayoritas responden, sebanyak 69,4 persen, merasa tingkat toleransi dan kerukunan di daerah tempat tinggalnya semakin baik selama bulan puasa ini. Dilihat dari asal daerahnya, tidak ada perbedaan signifikan antara daerah perkotaan dan perdesaan. Masyarakat yang tinggal di perkotaan dan perdesaan sama-sama merasakan bahwa selama bulan Ramadhan, warga menunjukkan toleransi dan kerukunan yang lebih nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Penilaian tersebut berlaku untuk semua kalangan masyarakat. Publik dari tingkat perekonomian bawah hingga atas yang terdiri dari beragam usia mayoritas menyebutkan hal yang sama, yakni membaiknya toleransi dan kerukunan antarmasyarakat pada bulan suci ini.
Ikatan sosial menguat
Penilaian positif itu dapat dimaknai sebagai wujud menguatnya ikatan sosial di masyarakat. Ada sejumlah aktivitas selama Ramadhan yang secara tidak langung turut merekatkan tali silaturahmi dan kekeluargaan di masyarakat. Kegiatan buka bersama, berbagi takjil, berbagi makanan saat sahur atau buka puasa, hingga melaksanakan ibadah shalat Tarawih bersama menjadi aktivitas yang menguatkan kohesi sosial.
Sejumlah hal positif yang dirasakan saat bulan Ramadhan itu turut berkontribusi menguatkan kerukunan dan toleransi antarmasyarakat. Sebesar 36,3 persen responden jajak pendapat merasakan nuansa kekeluargaan dan kebersamaan lebih terasa selama bulan puasa ini.
Rasa kebersamaan ini tidak hanya terbatas pada lingkup komunitas kecil semata, tetapi juga pada lingkup lebih besar. Sebanyak 12,6 persen responden menyebutkan, salah satu hal positif yang paling dirasakan di daerah tempat tinggalnya adalah orang-orang lebih sering berbagi. Ada pula responden lain, sekitar 8 persen, yang menyebutkan bahwa toleransi lebih tampak di daerahnya serta sebanyak 6,8 persen lainnya merasakan kepedulian antarsesama kian terasa.
Dengan demikian, berbagi, toleransi, kebersamaan, kekeluargaan, dan kepedulian menjadi kata kunci yang secara tidak langsung lekat dengan hadirnya bulan Ramadhan. Khusus aktivitas berbagi ini menjadi agenda yang sering kali dilakukan oleh khalayak luas. Sebanyak 79 persen responden mengaku sering berbagi di bulan Ramadhan. Sebagian besar kerap membagikan makanan dan minuman. Selain itu, satu dari sepuluh responden yang sering berbagi ini juga menyumbang sejumlah uang melalui yayasan, lembaga sosial, ataupun masjid.
Beragam hal positif selama bulan Ramadhan itu menunjukkan betapa besar nilai-nilai pemaknaan bulan puasa bagi masyarakat Indonesia. Dengan jumlah penduduk beragama Islam sebesar 86,7 persen, ibadah puasa yang dijalankan oleh umat Islam ini berdampak positif pada relasi sosial masyarakat sehari-hari.
Solidaritas dan empati
Mengutip tulisan profesor sosiologi agama yang juga Rektor Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang, M Zainuddin, ibadah puasa merupakan ibadah memupuk jiwa ketundukan kepada Tuhan dan memahami egalitarianisme dalam masyarakat. Kesediaan orang Islam berpuasa di bulan Ramadhan juga merupakan pesan konkret doktrin Islam kepada pemeluknya untuk senantiasa memiliki perhatian sosial kepada sekelilingnya (Kompas, 21 Maret 2024).
Berpuasa membantu orang untuk dapat berempati dan bersolidaritas pada sekelilingnya. Rasa lapar dan haus saat berpuasa seharusnya dapat meningkatkan kepekaan seseorang pada orang-orang di sekitarnya. Sementara sehari-hari, mereka yang kurang mampu secara ekonomi juga merasakan hal yang sama. Bukan karena berpuasa, melainkan karena kondisi.
Bagi non-Muslim, bulan puasa menjadi momentum untuk meningkatkan toleransi. Sebagian masyarakat non-Muslim menjadi terbiasa untuk ikut berbuka puasa bersama, menyemangati dan menghargai mereka yang berpuasa, bahkan ikut membantu proses ibadah, misalnya berbagi makanan sahur dan menyiapkan sarana shalat Tarawih di sekitar tempat tinggalnya.
Menguatnya relasi sosial antarwarga juga tampak dari berbagai kegiatan yang dilakukan bersama-sama di lingkungan. Dua dari sepuluh responden merasa bahwa lingkungannya menjadi lebih ramai dan meriah karena adanya berbagai kegiatan Ramadhan selama bulan puasa. Apalagi, sebagian kegiatan tersebut juga mencerminkan tradisi dan budaya setempat yang berfungsi sebagai pengikat relasi antarwarga.
Oleh karena itu, tepat apabila Ramadhan ini menjadi gerbang untuk membangun serta memperkuat kembali kerukunan dan kebersamaan antarwarga. Apalagi, setelah pelaksanaan Pemilu 2024 yang sedikit banyak menimbulkan fragmentasi antarmasyarakat. Maka, Ramadhan menjadi momentum untuk dapat mempereratnya kembali. Hal positif yang dirasakan selama Ramadhan ini kiranya dapat terus terasa manfaatnya pada waktu-waktu selanjutnya.