Beda Usia Beda Siasat Menyikapi Kenaikan Harga Saat Puasa
Berhemat menjadi salah satu kunci menghadapi kenaikan harga-harga saat Ramadhan.
Oleh
AGUSTINA PURWANTI
·4 menit baca
Tingginya animo belanja masyarakat saat Ramadhan mendorong kenaikan harga sejumlah barang kebutuhan secara umum. Meningkatnya alokasi belanja ini turut berimbas pada membengkaknya pengeluaran masyarakat sehingga perlu bersiasat agar keuangan rumah tangga tidak defisit. Berhemat menjadi salah satu kunci untuk menghadapi situasi tersebut.
Selain takjil, ngabuburit, dan buka puasa bersama, bulan Ramadhan juga identik dengan kenaikan harga-harga, terutama pada komoditas pangan dan kebutuhan pokok. Lonjakan itu selalu terjadi dari tahun ke tahun seiring dengan tingginya belanja masyarakat. Dalam logika ekonomi, ketika terjadi lonjakan permintaan di saat pasokan cenderung konstan atau tetap, maka akan berdampak pada kenaikan harga.
Merujuk panel harga kebutuhan pokok dari Badan Pangan Nasional, harga sejumlah komoditas pangan pada bulan Maret relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Rata-rata kenaikan mencapai 3,58 persen.
Dari pengamatan 11 bahan pangan, kenaikan tertinggi terjadi pada telur ayam ras yang mencapai 9,31 persen. Pada Februari rata-rata harga telur Rp 28.900 per kilogram, kini menjadi Rp 31.590 per kilogram. Kenaikan cukup tinggi juga terjadi pada harga cabai rawit merah sebesar 6,57 persen; daging ayam ras naik 5,26 persen; bawang putih bonggol 4,56 persen; dan beras premium 3,33 persen. Melambungnya harga-harga tersebut telah melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Jika ditelusuri secara spasial, kenaikan harga hingga di atas HET terjadi di seluruh provinsi di Indonesia. Dalam visualisasi pemetaan yang ditampilkan oleh Bapanas, sebagian besar wilayah di Indonesia berwarna merah. Artinya, harga komoditas sudah jauh di atas HET, yakni berkisar 20-50 persen lebih tinggi. Terpantau hanya pada komoditas bawang merah dan bawang putih yang sebagian besar wilayah berwarna kuning dan hijau. Mengindikasikan kenaikan harga masih relatif terkendali.
Kenaikan harga-harga itu salah satunya akibat anomali iklim yang menyebabkan gangguan pada produksi pangan. Dampaknya, suplai barang yang tersedia di dalam negeri tidak mampu memenuhi permintaan domestik. Upaya memenuhi kebutuhan dengan mendatangkan komoditas impor pun tidak mudah karena hampir seluruh dunia menghadapi problem serupa.
Pengeluaran lebih besar
Sejumlah faktor tersebut pada akhirnya mendorong alokasi belanja masyarakat meningkat. Seperti yang terekam dalam jajak pendapat Litbang Kompas pekan lalu. Hampir dua pertiga responden menyatakan pengeluaran mereka selama Ramadhan lebih besar dibandingkan dengan hari biasa.
Selain karena kenaikan harga komoditas, pola konsumsi selama Ramadhan juga sedikit berubah. Setelah belasan jam menahan lapar dan dahaga, sebagian orang memilih untuk berbuka dengan menu makanan yang cenderung berbeda dari biasanya. Pilihan menu makanan tersebut kadang membutuhkan alokasi biaya yang sedikit lebih mahal. Belum lagi hamparan takjil yang tersebar di pinggir jalan membuat sebagian besar orang ingin membelinya sehingga pengeluaran pun melebar.
Selain itu, fenomena buka bersama yang sering dilakukan sebagian masyarakat dalam menjalankan puasa Ramadhan juga turut mendorong belanja lebih tinggi. Kecenderungannya, lokasi untuk buka bersama dipilih secara khusus sehingga membutuhkan alokasi dana yang relatif besar.
Tak hanya makanan, Ramadhan juga selalu diikuti dengan belanja lainnya seperti berkirim parsel dan membeli baju dan peralatan ibadah yang baru. Ada pula pengeluaran yang wajib ditunaikan saat bulan Ramadhan, yaitu zakat bagi masyarakat yang mampu.
Berbagai alokasi tersebut mendorong pengeluaran belanja mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Hampir semua kelas sosial ekonomi masyarakat mengalami hal ini. Seluruh kelompok responden jajak pendapat menyatakan hal demikian.
Beda usia beda cara
Di balik membengkaknya pengeluaran saat Ramadhan tersebut, masyarakat harus mengatur strategi seiring dengan melejitnya harga-harga. Berhemat menjadi salah satu siasat. Menariknya, berbeda usia responden, berbeda pula cara menyikapinya.
Secara umum, empat dari 10 responden jajak pendapat Kompas memilih untuk memasak sendiri menu berbuka dan sahur sebagai cara menghemat anggaran. Di tengah lonjakan harga bahan kebutuhan pokok, strategi ini dapat membantu publik berbelanja kebutuhan makanan sesuai dengan kemampuan kantong mereka. Mereka cenderung mengurangi membeli makanan jadi yang harganya cenderung lebih mahal seiring dengan tingginya harga bahan baku pangan. Siasat berikutnya, sekitar 21 persen responden memprioritaskan kebutuhan pokok keluarga dan cenderung mengontrol pengeluaran lainnya.
Jika ditelisik lebih dalam berdasarkan usia, dua strategi bertahan tersebut lebih banyak diadopsi oleh kelompok yang lebih dewasa. Tepatnya responden berusia 25 tahun ke atas. Umumnya, kelompok ini sudah berumah tangga sehingga keputusan yang dipilih dan upaya yang dilakukan tidak jauh-jauh dari lingkup keluarga.
Bukan berarti generasi yang lebih muda tidak melakukannya. Hal serupa turut menjadi opsi bagi sebagian anak muda untuk menghemat pengeluaran selama Ramadhan, tetapi proporsinya lebih kecil dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Salah satu hal yang mencolok dilakukan anak muda, dalam hal ini generasi Z (kelahiran tahun 2006-2012), untuk mengelola pengeluaran selama bulan puasa adalah berburu diskon atau promo. Sebagaimana dilakukan oleh 15,6 persen responden jajak pendapat usia 17-24 tahun. Tampak kecil memang, tetapi jika dibandingkan dengan kelompok usia lain, generasi Z adalah yang lebih banyak melakukannya.
Alternatif tersebut tak dapat dipisahkan dari kebiasaan para anak muda dalam mengeksplorasi media sosial dan segala sesuatu dari internet. Pasalnya, sebagian besar informasi terkait diskon dan promo ada di kanal-kanal daring itu. Apalagi, selama Ramadhan diskon dan promo bertebaran, mulai dari produk makanan, elektronik, hingga aneka kebutuhan rumah tangga lainnya. Dengan mengoptimalkan potongan harga yang diberikan, konsumsi tetap dapat dilakukan tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.
Selain itu, sebagian responden generasi Z juga membeli bahan makanan sejak sebelum Ramadhan ketika harga-harga masih relatif terkendali. Pasar murah yang selalu digelar pemerintah pada momentum Ramadhan pun turut diserbu semua kalangan demi mendapatkan barang-barang kebutuhan yang lebih terjangkau.
Beragam cara tersebut ditempuh demi turut merayakan Ramadhan, bulan penuh berkah dan kebersamaan, meski dalam kesederhanaan dan situasi penuh tekanan. (Litbang Kompas)