Detoksifikasi Tubuh Selama Berpuasa
Puasa adalah momen penting bagi tubuh untuk beristirahat dan memulihkan fungsi metabolisme sekaligus detoksifikasi.
Selain bertujuan ibadah, puasa adalah momen penting bagi tubuh untuk beristirahat dan memulihkan fungsi-fungsi metabolismenya. Tubuh pun bisa melakukan detoksifikasi secara menyeluruh sehingga mampu menetralkan kadar racun yang tertumpuk di dalam tubuh karena makanan yang dikonsumsi.
Sebenarnya tubuh memiliki mekanisme detoksifikasi yang sangat baik pada tingkatan sel. Banyak manfaat yang didapatkan, mulai dari mengembalikan metabolisme alami tubuh, mencegah peradangan, hingga membersihkan aliran darah. Fungsi lainnya adalah meningkatkan fungsi kerja organ tubuh, seperti hati, jantung, lambung, usus, atau ginjal.
Apabila detoksifikasi terus berlanjut, banyak hal positif yang didapatkan tubuh manusia. Salah satunya adalah penurunan berat badan dan kadar lemak di tubuh. Tubuh juga akan mengalami peningkatan resistensi insulin dan tekanan darah. Semua proses tersebut bisa berjalan secara alami sepanjang memiliki pola konsumsi yang bersih dan sehat sehingga tingkat keberhasilan detoksifikasinya tinggi.
Bulan puasa adalah kesempatan besar untuk mengembalikan gaya hidup sehat dan seimbang. Setiap individu punya kontrol besar terhadap kebiasaan mengonsumsi makanan dan minuman. Karenanya, dibutuhkan komitmen untuk menjalani hidup sehat sepanjang bulan puasa, bahkan bisa tetap dilakukannya setelah masa bulan puasa ini.
Puasa sehat
Tubuh manusia memasuki kondisi puasa selama hampir 14 jam dalam sehari atau setelah makan terakhir sekitar pukul 04.30 pagi. Namun, secara metabolisme fase puasa sebenarnya berlangsung selama 8 jam saat usus selesai menyerap nutrisi dari makanan saat sahur. Sumber energi utama tubuh, yaitu glukosa, akan disimpan di hati dan otot.
Glukosa terlebih dahulu akan dipakai sebagai sumber energi tubuh. Setelah glukosa habis, lemak menjadi sumber energi berikutnya bagi tubuh. Dalam kondisi ekstrem, cadangan energi terakhir yang berupa protein akan dipakai untuk beraktivitas. Situasi tersebut sangat mungkin terjadi apabila berpuasa secara terus-menerus tanpa henti.
Selama puasa Ramadhan yang berlangsung mulai dari fajar hingga senja, ada banyak kesempatan untuk mengisi kembali cadangan energi di dalam tubuh. Durasi pengisian energi yang relatif singkat perlu diimbangi dengan asupan makanan dan cairan yang seimbang selama periode puasa. Sejumlah makanan memiliki kandungan gizi yang seimbang dan mampu memenuhi kebutuhan energi tubuh manusia.
Baca juga: Puasa untuk Inklusi dan Koeksistensi
Menurut kajian yang dikeluarkan RMIT University yang berjudul ”Healthy Fasting During Ramadhan” (2024), makanan seimbang untuk menunjang ibadah puasa meliputi roti, sereal, biji-bijian, buah, sayuran, daging, ikan, susu, keju, dan yoghurt. Karbohidrat kompleks perlu menjadi pertimbangan dalam memilih makanan sebab membantu pelepasan energi secara perlahan hingga pengujung ibadah puasa.
Jenis karbohidrat kompleks yang dimaksud adalah produk biji-bijian, seperti gandum, oat, lentil, dan jenis kacang-kacangan. Indeks glikemik produk tersebut rendah, berbeda dengan beras dan kentang yang mampu meningkatkan kadar glukosa secara cepat di dalam darah. Pemecahan glukosa yang cepat ini menyebabkan manusia mudah lapar.
Sayangnya, saat ini beras menjadi komoditas pemasok karbohidrat utama di seluruh Indonesia. Berdasarkan hasil Susenas September 2022 kemarin, sebanyak 98,35 persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi beras. Angka tersebut naik dibandingkan September 2021 yang menunjukkan ada 98 persen rumah tangga yang mengonsumsi beras.
Tingkat konsumsi beras memang sangat tinggi di Indonesia. Berdasarkan data BPS, rata-rata konsumsi beras per kapita dalam seminggu mencapai 1,558 kilogram. Artinya, dalam setahun jumlah beras yang dikonsumsi seluruh penduduk Indonesia mencapai 22,2 juta metrik ton. Estimasi tersebut bisa saja lebih tinggi, apalagi banyak acara besar yang dilakukan masyarakat.
Alternatif pangan
Tak dimungkiri, beras merupakan kelompok serelia paling populer di Indonesia, bahkan dunia. Tujuan utama mengonsumsi beras sangat beragam, mulai dari memenuhi kebutuhan nutrisi, meningkatkan energi, hingga menyehatkan badan. Kandungan beras sangat kompleks. Setiap 100 gram beras mengandung nutrisi, seperti karbohidrat sekitar 80 persen dan sisanya ada protein, serta lemak, dan gula.
Sayangnya, beras termasuk bahan pangan yang memiliki indeks glikemik tinggi. Pemecahan glukosa berjalan cepat dan mampu meningkatkan kadar gula di dalam darah secara drastis. Karena proses pemecahan glukosa yang cepat, tubuh akan dengan cepat merasa lapar. Dibutuhkan alternatif pangan lain yang mampu memenuhi kebutuhan karbohidrat dan gula di dalam tubuh.
Ada banyak sumber karbohidrat nonberas yang memiliki nilai gizi setara dengan beras, bahkan indeks glikemiknya cenderung lebih rendah. Kandungan gizi beras ukuran 100 gram memiliki kesetaraan konsumsi dengan singkong ukuran 120 gram atau 1,5 potong dan talas ukuran 125 gram atau 1 buah besar. Selain singkong dan talas, bahan nonberas lainnya adalah tepung sagu seberat 50 gram atau 8 sendok makan, buah pisang sebanyak 117 gram atau 2,5 buah ukuran sedang, serta jagung seberat 125 gram atau 3 buah ukuran sedang.
Baca juga: Puasa Intermiten Membantu Menyembuhkan Kerusakan Saraf
Semua bahan pangan nonberas untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat juga perlu diolah secara bijak. Demikian pula bahan pangan lainnya untuk sumber protein, vitamin, dan mineral. Proses detoksifikasi tubuh selama berpuasa memang berjalan secara alami karena pembatasan asupan makanan. Akan tetapi, setiap orang perlu memahami bahwa ada sejumlah metode memasak yang berbahaya bagi tubuh dan malah berisiko menghambat proses detoksifikasi.
Secara umum, ada delapan metode memasak di seluruh dunia, yaitu mentah, merebus, memanggang, menggoreng dengan minyak sedikit (pan-frying), menggoreng secara utuh (deep frying), memanggang cepat langsung di sumber panas (toasting), menumis, dan merebus dalam waktu lama (stewing). Metode memasak yang perlu dihindari adalah menggoreng, baik itu menggunakan sedikit minyak maupun banyak.
Sebuah penelitian yang terbit di jurnal Nutrients tahun 2022 tentang hubungan antara metode memasak dan risiko penyakit kardiovaskular menemukan bahwa metode memasak mentah, merebus, memanggang, dan menggoreng dengan minyak lebih sedikit berasosiasi dengan kondisi tubuh yang lebih sehat dan mampu mencegah penyakit kardiovaskular.
Jalani dengan bijak
Selain menahan rasa lapar dan haus sepanjang hari, dua hal lain yang menjadi kunci keberhasilan berpuasa adalah bijak dalam sahur dan berbuka puasa. Sahur yang dilakukan secara bijak adalah memilih makanan dan minuman sehat. Makanan yang dipilih harus mampu mengenyangkan dan menyediakan energi cukup untuk berjam-jam selama puasa.
Baca juga: Puasa dan Semangat Mengendalikan Diri
Oleh sebab itu, sangat penting untuk memilih makanan yang lambat dicerna tubuh, yaitu karbohidrat kompleks yang terdiri dari biji-bijian dan makanan rendah indeks glikemik. Makanan yang lambat dicerna adalah modal utama bagi metabolisme tubuh. Cadangan energi jauh lebih banyak dan lama tersimpan. Selain makanan, pilihan minuman yang paling tepat adalah air mineral agar tubuh tetap terhidrasi sepanjang hari.
Kemudian, saat berbuka puasa, pilihan mengonsumsi kurma sangat tepat dilakukan. Buah kurma akan memberikan asupan energi yang menyegarkan bagi tubuh setelah sepanjang hari berpuasa. Selain kurma, jus buah juga memiliki efek yang serupa untuk tubuh manusia. Semua langkah tersebut dilakukan agar manfaat detoksifikasi bisa dicapai dengan optimal.
Berpuasa sangat bermanfaat bagi tubuh manusia, salah satunya untuk detoksifikasi. Hampir sepanjang tahun berbagai jenis makanan dan minuman yang dikonsumsi manusia sehingga sulit untuk diukur tingkat kebermanfaatannya bagi tubuh. Oleh karena itu, momen berpuasa perlu dioptimalkan untuk memperoleh berbagai macam kebaikan, setidaknya mendapat manfaat yang menyehatkan bagi fisik insan berpuasa. (LITBANG KOMPAS)