Alwi Dahlan Sudah Menggenapi Talenta Komunikasinya
Profesor emeritus bidang komunikasi Universitas Indonesia, M Alwi Dahlan, wafat dalam usia 90 tahun.
Jagat keilmuan komunikasi jelas dirundung duka sesaat mendengar kabar kepergian M Alwi Dahlan pada Rabu (20/3/2024), pukul 08.15 WIB. Betapa tidak, profesor emeritus bidang komunikasi Universitas Indonesia, yang juga dikenal sebagai mantan Menteri Penerangan RI itu, sudah menjadi bagian yang tidak terlepaskan dalam setiap denyut komunikasi di negeri ini.
Belakangan, kegelisahan pikirannya masih tersirat. Semakin simpang siurnya pewartaan ”kebenaran” dalam perubahan arus komunikasi dan bermedia membuatnya resah. Pasalnya, menurut Alwi Dahlan, informasi yang tersampaikan belakangan ini semakin banyak yang meninggalkan keabsahan sejarah. Tidak jelas lagi mana yang dapat dipertanggungjawabkan, mana pun yang asal berpandangan. Sementara arus media utama yang selama ini menjadi rujukan kian redup.
Dalam beberapa percakapan pribadi, kegundahan itu bahkan sedemikian besar tergambarkan. Itulah mengapa, beberapa tahun terakhir, menjelang usianya ke-90, niatnya mengimbangi arus informasi dengan membangun siaran podcast masih dilakoninya. ”Seperti Jas Merahnya Bung Karno, Jangan sekali-kali melupakan sejarah!” pesan Alwi Dahlan. Nama Jas Merah ini pula yang hendak dijadikan pertimbangan nama podcast-nya itu.
Mengenal Alwi Dahlan layaknya membaca kisah sosok manusia yang diberkati banyak talenta. Talenta yang dimiliki, tidak lain beragam kelebihan manusia yang diberikan Penciptanya, untuk dipergunakan sepanjang hayat hidup. Tentu saja, talenta adalah titipan. Suatu saat kelak, semua akan dipertanggungjawabkan.
Talenta Alwi Dahlan adalah talenta komunikasi. Ia menjadi manusia komunikasi, yang tidak hanya paripurna dalam bidang keilmuan komunikasinya. Pada tataran praktik perkomunikasian pun tidak tersangkalkan kepiawaiannya.
Tidak mengherankan, bagian terbesar dari jejak-jejak hidupnya bersentuhan dalam pergulatan dunia komunikasi. Pada bidang ini pula talentanya menjadi semakin terasah. Lebih dari sekadar terasah, ia juga mampu mempertanggungjawabkan sepanjang 72 tahun kiprah manusia komunikasinya melalui sikap, tindakan, dan kreasi.
Jejak awal pengabdian Alwi Dahlan
Perjalanan mengasah talenta bermula sejak usia 18, tatkala Alwi Dahlan menjajal dunia pers. Saat masih duduk di bangku SMA Negeri bagian C, Bukittinggi, Sumatera Barat, kesukaannya menulis mengantarkannya sebagai koresponden Warta Sepekan Siasat, yang dipimpin Rosihan Anwar. Di kala remajanya itu, ia juga gemar menuliskan cerita pendek, antara lain bagi media Mimbar Indonesia, Zenith, ruang Kebudayaan Gelanggang/Siasat, dan beberapa media lokal lainnya.
Dalam dunia jurnalistik, langkah Alwi Dahlan tidak hanya berhenti sebagai kontributor berita. Pada usia 23 tahun ia menjabat pemimpin redaksi majalah Forum (1956-1958). Pada saat yang sama pula menjadi Pemimpin Redaksi Surat Kabar Mahasiswa DM UI. Bahkan, pada era tahun 1970-an tatkala industri media di negeri ini bertumbuh, ia merintis pengelolaan media cetak sekaligus menjadi pemimpin redaksi mingguan Chas, serta majalah Mobil & Motor.
Pada harian Kompas pun Alwi Dahlan banyak menuliskan opininya, yang bersinggungan dengan dunia komunikasi yang ia geluti. Jika dicermati, segenap kreasi tulisannya menyiratkan bahwa Alwi Dahlan tidak sekali pun tertinggal dengan dinamika perkembangan dan perubahan dunia komunikasi.
Namun, yang juga tak kalah mengagumkan, Alwi Dahlan juga melebarkan talentanya dalam penulisan cerita dan skenario film. Pada periode usia mudanya, ia juga sudah menuliskan skenario film. Penulis film bertajuk Tiga Dara, misalnya, merupakan karya Alwi Dahlan bersama pamannya, Usmar Ismail.
Beragam talenta yang dimiliki Alwi Dahlan bersambut dengan dunia pendidikan yang ia nikmati. Tahun 1953 ia tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI). Belum tamat dari FE UI, tahun 1959 ia menjadi mahasiswa jurusan jurnalistik American University, Washington DC.
Berlanjut kemudian di Stanford University, Palo Alto, California, dan menyandang gelar master dalam komunikasi massa (1962). Sementara pendidikan doktoral komunikasi dituntaskannya di University of Illinois, Urbana-Champaign, dengan disertasi bertajuk ”Anonymous Disclosure of Government Information as a Means of Political Communication”.
Baca juga: Father of Indonesian Communication Science Alwi Dahlan Dies
Gelar doktoral yang ia raih menobatkannya sebagai doktor komunikasi pertama di Indonesia. Begitu pula pendalaman dunia metode penelitian dan riset media yang secara khusus digeluti di Stanford dan Illinois serta perkembangan dunia media di Amerika Serikat banyak dipraktikkan sesaat ia kembali ke negeri ini.
Dalam sejarah penyelenggaraan survei opini publik di negeri ini, misalnya, Alwi Dahlan menjadi salah satu pionir. Tahun 1971, ia mendirikan sekaligus menjadi pemimpin PT Inscore Indonesia (Institut for Social, Commercial & Opinion Research Indonesia), yang melakukan beragam penelitian terkait opini publik, riset pasar, dan industri. Selain itu, ia juga melebarkan kendalinya pada dunia periklanan, melalui PT Inscore Adcom.
Memimpin BP7 hingga Menteri Penerangan
Semenjak tahun 1978 hingga 1993, perhatian Alwi Dahlan mulai meluas pada dunia lingkungan hidup. Ia menjadi asisten Menteri Lingkungan Hidup dan bersahabat erat dengan Prof Emil Salim. Tahun 1993 menjadi Wakil Kepala Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) Pusat dan memimpin lembaga ini sejak 1996 hingga 1997.
Dalam tugasnya di BP7, Alwi Dahlan turut menjadi arsitek bagi program-program penataran P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) yang dilakukan berjenjang, mulai dari pelajar hingga pejabat negara.
Saat kesempatan berdiskusi dengannya, pernah tersampaikan mengapa penataran P4 yang dilakukan tampak sedemikian membosankan, cenderung mendikte, dan sarat pesan-pesan propagandis. Alwi Dahlan tidak membantahnya. Ia mengakui, proses komunikasi dalam P4 tidak efektif. Akan tetapi, pada sisi lain, ia juga mencoba membangun model baru komunikasi penyampaian pesan P4, yang dirintisnya sejak ia memasuki BP7 tahun 1993.
Model bahasan P4 yang dilakukan pada anggota DPR saat itu dilakukan dalam forum diskusi dan setiap anggota DPR bebas mengeluarkan pandangannya. Pada momen itulah, menurut Alwi Dahlan, sudah mulai terasakan terbangunnya iklim politik yang berbeda di antara anggota DPR. ”Saat itu keterbukaan informasi mulai mengerucut menjadi tuntutan pada rezim pemerintahan,” kenang Alwi Dahlan. Inilah yang kerap ia maknai sebagai reformasi dari dalam.
Pada Maret 1998, Alwi Dahlan diangkat menjadi Menteri Penerangan merangkap Kepala BP7 Pusat, dalam Kabinet Pembangunan VII yang dipimpin Presiden Soeharto. Saat menjabat menteri inilah reformasi politik bergulir yang menyingkirkan Soeharto bersama rezim Orde Barunya. Masa jabatan Alwi Dahlan yang terbilang singkat, berakhir 21 Mei 1998, meninggalkan banyak kenangan baginya.
Sesaat setelah kerusuhan 12 Mei 1998, dan menyadari pentingnya komunikasi dalam krisis, ”TV Pool” dibentuk yang memfasilitasi segenap siaran televisi bersama pada setiap periode waktu pemberitaan. Pada momen tersebut pemerintah mempunyai akses untuk menjelaskan kebenaran peristiwa di tengah kesimpangsiuran informasi dan rumor yang ditimbulkan dari kerusuhan tersebut.
Akan tetapi, upaya pemerintah tersebut, yang diinterpretasikan sebagai hambatan bagi kebebasan pers itu mendapat pertentangan dari beragam kalangan, termasuk para jurnalis televisi. TV Pool dinilai sebagai campur tangan pemerintah pada kehidupan media, seperti apa yang terjadi pada era Menteri Penerangan Harmoko.
Dalam paparan Alwi Dahlan, kebijakan pemerintah yang mencoba meredam dampak kerusuhan tersebut dinilai keliru. ”Padahal, saat genting semacam kerusuhan massa terjadi, TV Pool umum dilakukan, termasuk di Amerika Serikat sekalipun,” ungkap Alwi Dahlan.
Guru Besar Ilmu Komunikasi UI
Di samping aktivitas profesionalnya, sejak tahun 1991, Alwi Dahlan tercatat sebagai pengajar tetap Departemen Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia. Dalam dunia pengajaran, Alwi Dahlan yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Ilmu Komunikasi tahun 1997 itu dikenal sebagai sosok yang ”menakutkan” bagi para mahasiswa.
Tidak lantaran kegalakan sikap yang ditunjukkan ataupun iritnya nilai yang diberikan, tetapi sikap kritis yang ditunjukkan dan coba dibangunnya pada setiap kelas yang ia ajarkan. Semenjak awal perkuliahan, rentetan pertanyaan terkait dengan perspektif teori komunikasi yang diajarkannya menjadi bagian yang tidak terlepaskan pada setiap mahasiswa.
Tidak jarang pula Alwi Dahlan menggugat pandangan dan argumentasi setiap mahasiswa. Ia mengejar kelayakan sumber-sumber yang digunakan dan mempertanyakannya. Kekecewaan padanya tergambarkan, tatkala pandangan minimalis mahasiswa disampaikan, terlebih dengan basis argumentasi pada sumber-sumber referensi yang tidak lagi primer.
Dalam model pengajaran seperti itu, sekalipun kadang terasa ”meneror”, tetapi sisi positifnya, setiap mahasiswa memaksakan diri untuk mempersiapkan materi bahasan yang terjadwal sebelumnya. Sesuatu yang cenderung ”memaksa” semacam ini bisa jadi tampak langka dalam model pengajaran saat ini.
Kendati banyak sisi yang ”ditakutkan”, konsistensi Alwi Dahlan tidak pernah diragukan. Tidak terbayangkan, sedemikian detailnya paper akademik mahasiswa dikoreksinya. Ia juga dikenal selalu uptodate dengan perkembangan komunikasi, terlebih perubahan-perubahan teknologi yang menyertai pola komunikasi.
Tidak segan-segan pula ia membagikan buku, jurnal, ataupun informasi-informasi terkini dalam bidang kajiannya itu. Itulah mengapa, dalam dunia pengajaran komunikasi, talentanya tetap bersinar dan menginspirasi ribuan anak didiknya, para sarjana komunikasi yang tersebar di negeri ini.
Hari ini, kala Alwi Dahlan dipanggil pulang Penciptanya, telah 90 tahun jejak hidup yang ia torehkan. Memang, tidak banyak sosok manusia yang diberi karunia panjang usia. Terlebih dari itu, di antara yang menikmati usia panjangnya itu, semakin tidak banyak lagi sosok yang tetap setia dalam menggenapi segenap talentanya. Alwi Dahlan, manusia komunikasi yang telah menggenapi segenap talentanya. Selamat jalan, Prof. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Bapak Ilmu Komunikasi Indonesia Alwi Dahlan Tutup Usia