Hari Raya Nyepi, dari Perayaan Keagamaan hingga Menjaga Bumi
Tak hanya menjadi momen pembersihan diri, peringatan Hari Suci Nyepi juga turut memulihkan kualitas lingkungan alam.
Tanggal 11 Maret 2024 yang jatuh pada hari Senin ditetapkan oleh pemerintah sebagai hari libur nasional untuk memperingati Hari Suci Nyepi. Hari Suci Nyepi menjadi momentum peringatan bagi umat Hindu seluruh dunia bagi tahun baru Saka 1946.
Sebelum melaksanakan penyepian, masyarakat Hindu akan terlebih dahulu mempersiapkan diri, terutama kesucian mereka. Dalam tahapan ini, terdapat sejumlah upacara yang dilangsungkan, termasuk perarakan ogoh-ogoh, upacara Melasti, Tawur, hingga Pengrupukan.
Ogoh-ogoh merupakan boneka raksasa yang dibuat sebagai simbolisasi atas kekuatan jahat yang suka mengganggu manusia, yang dalam ajaran Hindu disebut sebagai Bhuta Kala. Lebih lanjut, boneka ogoh-ogoh akan diusung dalam pawai yang mengelilingi desa.
Lengkap dalam pawai tersebut, masyarakat juga akan membawa obor dan berjalan menuju Sema yang merupakan tempat persemayaman umat Hindu. Setelah selesai diarak, lantas ogoh-ogoh akan dibakar. Dalam proses pembakaran, turut pula diiringi gamelan khas Bali yang disebut sebagai Bleganjur Patung.
Setelah hari sebelumnya dilalui dengan begitu ramai dan meriah, umat Hindu memasuki momen menyepi selama 24 jam. Menyepi dilakukan dengan menerapkan Empat Sikap/Pengendalian Diri Penyepian wajib, atau biasa dikenal dalam Hindu sebagai Catur Brata Penyepian.
Keempatnya terdiri atas Amati Geni (tidak menyalakan api), Amati Karya (tidak melakukan aktivitas kerja), Amati Lelungan (tidak bepergian), dan Amati Lelanguan (tidak mencari hiburan) selama 24 jam. Dari konsepsi ini kemudian dikatakan bahwa saatnya masyarakat untuk berdiam diri, istirahat total dari segala kegiatan.
Bertolak dari catur brata tersebut, selama hari raya Nyepi, umat Hindu tidak diperkenankan bepergian ke luar rumah. Mereka juga tidak boleh melakukan aktivitas fisik sejak pukul enam pagi hingga pukul enam pagi keesokan harinya. Tiap-tiap brata penyepian menjadi simbol pengingat manusia untuk bisa mengendalikan diri, mawas diri, dan terutama sejenak berhenti dari kegaduhan duniawi,
Dampak Nyepi terhadap lingkungan hidup
Tidak sekadar mawas diri, Hari Suci Nyepi juga menjadi momentum umat Hindu untuk mawas Bumi. Kegiatan menyepi dalam Catur Brata Penyepian turut memulihkan kualitas lingkungan Bumi.
Salah satu dampak tersebut adalah berkurangnya polusi udara secara signifikan di seluruh Pulau Bali. Penghentian sementara aktivitas publik berdampak pula pada tidak adanya penggunaan mesin-mesin motor, mobil, kapal laut, kapal udara, pabrik, asap rokok dan sebagainya. Hal demikian berdampak pada tidak adanya produksi gas-gas polutan seperti CO2, CO, dan CH4.
Mengutip Kompaspedia, korelasi antara berkurangnya polusi dan pelaksanaan Nyepi secara luas di Bali dibuktikan oleh penelitian oleh BMKG pada 2022. Proses dan hasil penelitian itu dikutip oleh laman resmi Mongabay. Secara umum, pengukuran BMKG menemukan adanya penurunan konsentrasi partikel debu secara nyata yang bervariasi pada berbagai lokasi yang diteliti selama Nyepi 2022 dibandingkan dengan hari-hari biasa lainnya.
Pengukuran udara menggunakan alat EPAM-5000 Haz-Dust. Kadar partikel debu pada hari pelaksanaan Nyepi di Bali lantas dibandingkan dengan kadar dari hari biasa lainnya. Hasilnya ditemukan bahwa terjadi penurunan konsentrasi partikel debu hingga 47,07 persen. Tidak dimungkiri, aktivitas manusia sehari-hari memberikan pengaruh signifikan terhadap konsentrasi gas polutan dan partikulat di udara.
Pada hari Nyepi, di saat seluruh aktivitas manusia menurun, konsentrasi udara pun menjadi lebih baik. Hal ini ditandai dengan ikut menurunnya konsentrasi partikel debu di udara. Dari berbagai daerah yang menjadi lokasi pengukuran kualitas udara, daerah urban mengalami perbaikan kualitas udara paling besar dibandingkan dengan daerah sub-urban pada hari pelaksanaan Nyepi.
Selain pengurangan polusi, dampak masif yang juga tercipta adalah penghematan bahan bakar sebagai sumber polusi udara itu sendiri. Mengacu pada laman resmi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), bahkan bahan bakar yang berhasil dihemat pada satu hari tersebut mencapai satu juta liter. Hal demikian mampu tercipta karena larangan bepergian selama Nyepi sehingga semua masyarakat Bali pun tidak menggunakan kendaraan dalam kurun waktu 24 jam.
Salah satu manfaat yang diberikan pada lingkungan dalam pelaksanaan Nyepi di Bali adalah penghematan yang luar biasa besar terhadap energi listrik. Selama hari puncak Nyepi, ”Pulau Dewata” tercatat berhasil menghemat listrik hingga 60 persen dibandingkan dengan hari-hari biasa. Hal ini menjadikan momen hari raya Nyepi sebagai sebuah inspirasi internasional.
Salah satu dampak inspirasi tersebut adalah hadirnya kampanye Hari Hening Sedunia atau World Silent Day. Kampanye ini merupakan program organisasi internasional PBB dan dirayakan tiap tahun pada 21 Maret. World Silent Day bertujuan untuk mengurangi aktivitas manusia yang merugikan bumi, salah satunya dengan cara mematikan segala penggunaan listrik dan menghentikan segala kegiatan dari pukul 10.00 hingga 14.00.
Bagi umat Hindu, Hari Suci Nyepi menjadi momen pembersihan diri untuk menyambut lembaran tahun yang baru. Pembersihan diri ini sekaligus juga memberikan dampak nyata bagi Bumi yang sedang dilanda dampak krisis iklim.
Berdasarkan catatan Buletin Iklim terbaru dari Copernicus Climate Change Service (C3S) Uni Eropa, pada 10 Maret 2024, suhu pada Februari 2024 di dunia tercatat menjadi yang terpanas sepanjang sejarah pencatatan dengan rata-rata global 13,54 derajat celsius. Peringatan Hari Suci Nyepi menjadi salah satu penanda manusia untuk terus memulihkan kondisi Bumi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Nyepi, Ogoh-ogoh and Message to the World