Perkuat Pendidikan Perempuan, Investasi bagi Pembangunan
Memperluas akses perempuan pada pendidikan merupakan investasi sekaligus meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan.
”Jika kamu mendidik seorang pria, maka seorang pria akan terdidik. Tapi jika kamu mendidik seorang wanita, sebuah generasi akan terdidik.” (Brigham Young)
Ungkapan seorang pemimpin agama dan politikus Amerika tersebut menggambarkan betapa pentingnya arti pendidikan bagi seorang perempuan.
Dengan pendidikan yang dimilikinya, seorang perempuan mampu menurunkan ilmu tersebut kepada anak-anaknya sehingga memunculkan sebuah generasi yang terdidik. Itulah perbedaan peran pendidikan yang dimiliki oleh seorang laki-laki dengan perempuan. Namun, sayang, ketimpangan jender dalam pendidikan masih saja terjadi.
Hari Perempuan Sedunia atau International Women’s Day yang diperingati setiap 8 Maret mengingatkan kembali bahwa perempuan mempunyai hak yang sama dengan laki-laki.
Tema ”Inspire Inclusion” menunjukkan pentingnya peran inklusi dalam mencapai kesetaraan jender. Salah satunya, dalam bidang pendidikan yang antara lain dilakukan dengan memberikan perempuan akses terhadap pendidikan dan pelatihan yang berkualitas.
Perbincangan tentang pendidikan perempuan dimulai sejak akhir tahun 1960 dan permulaan tahun 1970, dengan timbulnya gerakan yang dilakukan kaum perempuan yang menuntut persamaan kesempatan dalam pendidikan. Kritik yang dilancarkan kaum feminis dunia tersebut pada akhirnya melahirkan rekomendasi akan pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Lima tahun kemudian diselenggarakan Konferensi Dunia I tentang perempuan di Mexico City pada 1975. Konferensi itu secara tegas merekomendasikan kepada seluruh negara anggota agar diberi kesempatan pendidikan yang lebih luas bagi perempuan.
Konferensi Dunia IV tentang perempuan yang berlangsung di Beijing tahun 1995 pada akhirnya menetapkan rencana program aksi di 12 bidang kritis, yang di antaranya tentang perempuan dan pendidikan (Suryanef, 2013).
Baca juga : Kiprah Perempuan Kian Besar dalam Perekonomian
Potret pendidikan perempuan Indonesia
Di Indonesia, kesetaraan jender lewat peningkatan pendidikan bagi perempuan terus diupayakan. Dalam 10 tahun terakhir angka melek huruf di kelompok penduduk perempuan cenderung meningkat.
Dengan kata lain, angka buta huruf menurun dan tingkat literasi membaca perempuan meningkat. Meski demikian, masih terjadi kesenjangan akses pendidikan dengan kelompok laki-laki, terutama di perdesaan.
Berdasarkan data Statistik Perempuan dan Laki-Laki yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) 2023, terpotret kepemilikan ijazah antara laki-laki dan perempuan hampir sama pada setiap jenjang pendidikan. Hanya saja terdapat perbedaan yang cukup jauh antara perkotaan dan perdesaan.
Kepemilikan ijazah perempuan di perkotaan paling banyak adalah jenjang SMA di angka 33,8 persen. Diikuti pemilik ijazah SMP (22 persen), SD (20,51 persen), dan pendidikan tinggi (13,66 persen). Sementara gambaran pendidikan perempuan di perdesaan didominasi oleh pemilik ijazah SD (30,96 persen), diikuti SMP (22,75 persen), SMA (20,13 persen), dan pendidikan tinggi (6,32 persen).
Statistik dan Indikator Pendidikan Berwawasan Gender yang dirilis BPS juga mencatat, terjadi peningkatan perempuan lulusan SMA dari tahun ajaran 2021/2022 sebesar 55,41 persen menjadi 55,47 persen pada tahun ajaran 2022/2023.
Hal menarik terlihat pada jenjang pendidikan tinggi (PT), terpotret penduduk perempuan yang memiliki ijazah PT lebih banyak dibandingkan penduduk laki-laki, baik di perkotaan maupun perdesaan. Di perkotaan, penduduk laki-laki yang memiliki ijazah PT sebesar 12,76 persen dan di perdesaan 5,35 persen. Kurang lebih selisih 1 persen dengan penduduk perempuan.
Gambaran yang terlihat paling tidak selama lima tahun terakhir tersebut menunjukkan dalam hal pendidikan tinggi perempuan selangkah lebih maju dari laki-laki.
Meski demikian, data lain menunjukkan, selama 10 tahun terakhir perempuan yang tidak memiliki ijazah, meski trennya menurun, persentasenya lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Artinya, lebih banyak perempuan yang tidak tamat SD atau bahkan tidak mengenyam pendidikan sama sekali.
Selaras dengan kondisi tersebut, persentase perempuan buta huruf juga lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan laki-laki. Trennya dalam satu dekade terakhir telah menurun. Data 2023 menunjukkan 5 dari 100 perempuan buta huruf, sudah turun setengahnya dibandingkan 10 tahun lalu.
Baca juga : Kompleksitas Kesetaraan Hak Perempuan di Indonesia
Investasi pendidikan
Isu jender masih terus digaungkan dalam kaitannya dengan pembangunan. Apalagi kesetaraan jender menjadi salah satu tujuan dari pembangunan berkelanjutan (SDGs). Laki-laki dan perempuan mempunyai hak, kesempatan, dan kewajiban yang sama dalam pembangunan. Memperluas akses perempuan terhadap pendidikan merupakan bagian dari upaya meningkatkan peran perempuan dalam pembangunan.
Investasi pendidikan pada perempuan merupakan aset penting bagi kemajuan bangsa. Sebab, seperti dikatakan Brigham Young, perempuan terdidik akan menumbuhkan generasi yang terdidik pula.
Ketika investasi pendidikan pada perempuan semakin baik, hal itu akan berdampak pada tingkat kesejahteraannya. Dengan mutu pendidikan yang baik, seorang perempuan bisa meningkatkan pendapatannya, bisa berkontribusi lebih besar bagi pertumbuhan ekonomi, bahkan bisa membantu mengentaskan dari kemiskinan.
Di sisi sosial dan kesehatan, pendidikan yang semakin baik dapat memengaruhi penurunan angka perkawinan anak, lebih jauh dapat mengurangi angka kematian ibu dan anak, bahkan dapat mencegah terjadinya stunting. Dalam jangka panjang, efek pendidikan yang semakin baik pada perempuan diharapkan akan menumbuhkan sumber daya manusia yang unggul.
Upaya meningkatkan kesetaraan pendidikan pada kaum perempuan yang merupakan salah satu indikator atau dimensi dalam mengukur Indeks Ketimpangan Gender (IKG) turut menyumbang perkembangannya yang menunjukkan tren positif (angka menurun) dalam lima tahun terakhir. Artinya, pendidikan perempuan yang semakin baik berpengaruh pada ketimpangan jender yang semakin mengecil atau kesetaraan yang membaik.
Sementara Indeks Pembangunan Gender (IPG) tahun 2022 yang dirilis Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sebesar 91,63 mengalami peningkatan (0,36 poin) dibandingkan tahun 2021 sebesar 91,27. IPG merupakan rasio antara pembangunan perempuan dan pembangunan laki-laki.
Peningkatan nilai IPG tersebut disebabkan percepatan peningkatan IPM perempuan dibandingkan laki-laki sebesar 0,72 poin lebih tinggi daripada laki-laki yang hanya 0,48 poin. Dapat disimpulkan bahwa percepatan capaian IPM perempuan tahun 2022 lebih baik dibandingkan laki-laki.
Peningkatan capaian pembangunan perempuan pada 2022 menyebabkan perpindahan kategori yang sebelumnya tahun 2021 masuk kategori ”sedang” meningkat masuk kategori ”tinggi” yang menyebabkan baik pada laki-laki maupun perempuan kategori pencapaian pembangunannya sudah masuk kategori ”tinggi”.
Meskipun demikian, masih banyak pekerjaan rumah untuk meningkatkan kesetaraan jender, khususnya bidang pendidikan, mengingat masih ada sejumlah hambatan, seperti masih banyak keluarga yang memilih berinvestasi pendidikan pada anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan sehingga jumlah anak perempuan yang tidak bersekolah masih lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.
Selain itu, secara umum, tingkat pendidikan perempuan juga masih lebih rendah dibandingkan laki-laki, di samping masih terjadi problem pemerataan kesetaraan pendidikan antardaerah. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : International Women’s Day dan Keterwakilan Perempuan Indonesia dalam Parlemen