Perempuan berpeluang memberikan kontribusi perekonomian nasional yang sepadan seperti halnya laki-laki.
Oleh
AGUSTINA PURWANTI
·4 menit baca
Perempuan semakin memiliki peran besar dalam memajukan perekonomian, baik secara individu, kelompok, maupun dalam lingkup keluarga. Jika seluruh akses terbuka lebih lebar, bukan mustahil perempuan juga akan memberikan kontribusi yang lebih besar seperti halnya laki-laki.
Salah satu contoh nyata peran perempuan terhadap perekonomian yang relatif sangat besar adalah keterlibatannya dalam memajukan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kementerian Keuangan menyebutkan, sekitar 53,76 persen UMKM di Indonesia dimiliki oleh perempuan. Mayoritas karyawannya pun perempuan, yakni mencapai 97 persen. Dengan besaran kontribusi UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) yang mencapai 61 persen, dapat dikatakan perempuan menjadi salah satu tulang punggung perekonomian nasional.
Kontribusi lainnya yang berasal dari kaum perempuan terhadap kemajuan ekonomi nasional adalah besarnya nominal belanja atau konsumsi yang dikeluarkannya. Merujuk publikasi Badan Pusat Statistik bertajuk ”Perempuan dan Laki-laki di Indonesia”, rata-rata pengeluaran per kapita pada keluarga dengan kepala rumah tangga perempuan lebih besar. Tahun 2022, nominalnya mencapai Rp 1.697.821 per orang per bulan. Sementara itu, pada keluarga yang dipimpin oleh kepala rumah tangga laki-laki, pengeluaran per orang sebesar Rp 1.435.793 sebulan.
Baik di perkotaan maupun perdesaan polanya sama. Belanja per kapita dengan kepala rumah tangga perempuan lebih besar. Hanya nominalnya yang berbeda. Di perkotaan, rata-rata pengeluarannya lebih besar daripada rumah tangga di perdesaan. Berdasarkan pemantauan data selama satu dekade silam, pengeluaran per kapita dengan kepala rumah tangga perempuan konsisten lebih besar.
Mengacu pada Jurnal Kependudukan Indonesia yang diterbitkan 2015, lebih tingginya pengeluaran rumah tangga yang dikepalai perempuan didorong oleh belanja kesehatan dan pendidikan. Analisis yang didasarkan pada hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011 itu menemukan, pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan keluarga dengan kepala rumah tangga perempuan lebih tinggi.
Kewenangan mengatur kepentingan domestik yang lebih besar disinyalir mendorong perempuan untuk lebih peduli pada urusan kesehatan dan pendidikan keluarganya. Naluri keibuan mendorong kepala rumah tangga perempuan berupaya semaksimal mungkin untuk mencukupi kebutuhan fisik hingga intelektual. Pada saat bersamaan, biaya kesehatan dan pendidikan makin tinggi sehingga berdampak pada besaran pengeluaran keseluruhan. Sementara itu, pada rumah tangga yang dikepalai laki-laki, proporsi belanja makanannya cenderung lebih besar.
Lebih besarnya pengeluaran rumah tangga yang dipimpin perempuan merupakan wujud nyata dari kontribusinya terhadap perekonomian. Apalagi, belanja yang dikeluarkannya relatif berkualitas, yakni lebih memprioritaskan urusan kesehatan dan pendidikan, selain juga mementingkan urusan konsumsi pangan.
Menurut definisi Organisasi Buruh Internasional (ILO), perempuan kepala rumah tangga terjadi ketika dalam sebuah keluarga tidak ada lelaki dewasa yang dapat memimpin dan menafkahi. Penyebabnya beragam, mulai dari perceraian, tidak menikah, migrasi, hingga janda cerai mati. Tahun 2022 sebanyak 12,72 persen dari total rumah tangga di Indonesia dipimpin oleh kepala rumah tangga perempuan.
Berperan sebagai tulang punggung keluarga itulah yang secara akumulasi menjadikan perempuan salah satu tulang punggung ekonomi nasional. Kondisi ini pun mendesak perempuan untuk melakukan berbagai cara guna memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Salah satu caranya dengan bekerja.
Berdasarkan data dari BPS, jumlah pekerja perempuan di Indonesia terus bertambah. Pada tahun 2018, partisipasi angkatan kerja perempuan masih sebesar 51,80 persen, tetapi per Agustus 2023 partisipasinya telah meningkat menjadi 54,52 persen.
Kendati angka partisipasinya masih lebih rendah dari laki-laki, saat ini peluang kerja bagi perempuan semakin luas dan terbuka kesempatan untuk terus mengembangkan diri. Dengan semakin tingginya keterlibatan kaum perempuan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan ini, potensi mendorong kemajuan ekonomi nasional juga akan semakin besar.
Inklusi keuangan
Meski demikian, ada sejumlah hal yang perlu ditingkatkan kaum perempuan agar kontribusi kemajuannya semakin besar. Salah satu yang paling mendasar adalah bidang keuangan. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, selama ini literasi keuangan perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Tahun 2022, literasi keuangan perempuan mencapai 50,33 persen, sedikit lebih unggul dari laki-laki yang sebesar 49,05 persen.
Literasi keuangan merujuk kepada pengetahuan, keterampilan, serta keyakinan yang memengaruhi sikap dan perilaku dalam meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan. Dengan kata lain, pemahaman perempuan tentang keuangan relatif lebih tinggi daripada laki-laki. Idealnya, pemahaman yang baik tentang keuangan selaras dengan tingginya akses terhadap produk dan layanan jasa keuangan. OJK menyebutnya inklusi keuangan.
Sayangnya, pengetahuan itu tidak terealisasikan secara simultan. Di titik waktu yang sama, inklusi keuangan perempuan justru lebih rendah daripada laki-laki, yakni sebesar 83,88 persen untuk perempuan dan 86,28 persen untuk laki-laki.
Kementerian Keuangan menyimpulkan, relatif rendahnya inklusi keuangan perempuan didorong oleh fasilitas dan akses keuangan yang belum maksimal bagi perempuan. Sebagai contoh adalah masih minimnya kepemilikan rekening oleh perempuan. Hal ini lantaran mayoritas keluarga di Indonesia masih menganut single income, yakni sumber pendapatan masih berasal dari laki-laki atau suami. Padahal, kini banyak perempuan kepala rumah tangga dan perempuan bekerja. Faktor lainnya adalah minimnya aset atas nama perempuan sehingga membatasi perempuan pada akses pembiayaan tertentu.
Seiring dengan kian besarnya kiprah perempuan dalam perekonomian, baik dalam skala individu, kelompok, maupun keluarga, keterbukaan seluruh akses bagi perempuan perlu diperluas. Bagaimanapun, di tengah segala diskriminasi yang ada, perempuan terus berjuang demi meningkatkan kualitas kehidupannya, baik sebagai individu, istri, ibu, maupun orangtua tunggal, yang berkontribusi nyata bagi kemajuan ekonomi nasional. (Litbang Kompas)