Manajemen Perkeretaapian, Modal Penting Keselamatan Perjalanan KA
Manajemen perjalanan sesuai standar yang berlaku menjadi salah satu kunci penting dalam operasionalisasi pelayanan kereta api.
Manajemen perjalanan sesuai standar yang berlaku menjadi salah satu kunci penting dalam operasionalisasi pelayanan kereta api. Koordinasi antara masinis KA dan stasiun ataupun koordinasi antarstasiun sangat penting untuk menjamin keselamatan para penumpang. Tanpa koordinasi yang baik, keselamatan perjalanan KA berikut para penumpangnya akan terancam.
Peristiwa kecelakaan antarkereta api yang terjadi pada Jumat (5/1/2024) pukul 06.03 WIB, antara KA Turangga jurusan Surabaya-Bandung dengan Commuterline Bandung Raya jurusan Padalarang-Cicalengka di kawasan Haurpugur, Cicalengka, Kabupaten Bandung menjadi pengingat betapa pentingnya manajemen perjalanan. Hanya dalam tempo singkat, peristiwa kecelakaan tersebut terjadi karena proses pengaturan manajemen perjalanan yang tidak berjalan baik.
Berdasarkan laporan sementara Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA), kronologi kecelakaan antar-KA berlangsung cukup singkat. Hanya sekitar 17 menit saja persilangan antarkereta di rute single track itu berubah menjadi tabrakan antarmuka yang menewaskan 4 orang dan 37 orang lainnya menderita luka-luka.
Laporan DJKA menyebutkan bahwa pada pukul 05.46 WIB Pengendali Perjalanan Kereta Api Terpusat (PPKP) menetapkan persilangan KA 350 (Commuterline Bandung Raya) dengan Plb (Perjalanan Luar Biasa) 65 (Turangga) di Stasiun Haurpugur ke Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA) Cicalengka. Selanjutnya, pada pukul 05.49 WIB, PPKA Cicalengka meminta aman blok ke Haurpugur menggunakan telepon antarstasiun. Telepon tidak diangkat, tetapi memberikan aman blok untuk Plb 65 (Turangga).
Pada pukul 05.55 WIB, PPKA Haurpugur setelah melihat arah panah blok ke Cicalengka aman kemudian memberangkatkan KA 350. Kereta Commuterline Bandung Raya ini berangkat tepat pada pukul 05.56 WIB. Setelah memberangkatkan KA 350, PPKA Haurpugur belum laporan kepada PPKP.
Selang berapa menit kemudian, pada pukul 06.01 WIB PPKA Cicalengka melaporkan lewat radio WS (Way Station) atau radio kereta api bahwa Plb 65 (Turangga) langsung dari Cicalengka. Akhirnya, pada pukul 06.03 WIB diterima laporan dari Awak Sarana Perkeretaapian (ASP) Plb 65 (Turangga) bahwa telah terjadi kecelakaan kereta api (KKA) dengan KA 350 (Commuterline Bandung Raya) di Km 181+700KA.
Akibat tabrakan tersebut, kedua lokomotif, baik KA 350 maupun PLB 65 anjlok keluar rel KA. Selain itu, sejumlah gerbong juga keluar lintasan. KA Turangga anjlok 4 gerbong dan KA Commuterline 3 gerbong.
Baca juga: Benahi Manajemen Keselamatan Kereta Api
Peristiwa tersebut tentu saja menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara perjalanan KA. Di tengah kemajuan teknologi komunikasi saat ini, ternyata risiko kecelakaan tetap saja dimungkinkan terjadi. Investasi perlu segera dilakukan guna melakukan upaya mitigasi untuk menjamin keselamatan perjalanan KA.
Ada sejumlah faktor yang kemungkinan berperan dalam peristiwa kecelakaan tersebut. Salah satunya terkait dengan manajemen perjalanan yang tidak optimal berkoordinasi seperti terlihat dalam kronologi yang disampaikan DJKA. Selain itu, juga karena kondisi rel pelintasan yang masih single track sehingga risiko kecelakaan menjadi lebih tinggi dan menuntut koordinasi yang intensif guna mengamankan perjalanan KA yang akan melintas. Perlu pembenahan pada sejumlah kendala ini agar keselamatan perjalanan KA dapat terus ditingkatkan.
Khusus terkait dengan rute single track pada lokasi kecelakaan itu, sejatinya Balai Teknik Perkeretapian (BTP) Bandung tengah merencanakan pengerjaan jalur ganda pada pelintasan tersebut. Proyek ini bagian dari upaya peningkatan jumlah jalur kereta api di Kota Bandung dan Kabupaten Bandung. Proyek rel ganda itu membentang sejauh 23,05 kilometer dan terbagi ke dalam dua tahap. Tahap I terbentang mulai dari Gedebage-Cimekar-Rancaekek-Haurpugur sejauh 14 kilometer dan tahap II sepanjang 9 kilometer yang terbagi dua rute, yakni dari Kiaracondong-Gedebage dan Haurpugur-Cicalengka. Sayangnya, belum usai proyek ini terwujud, rute Haurpugur-Cicalengka telah menelan jatuhnya korban akibat tabrakan antar-KA.
Kecelakaan KA
Secara umum, kualitas pelayanan PT KAI dan segenap pemangku kebijakan terkait moda transportasi berbasis rel itu terus meningkat. Satu indikasinya terlihat dari segi keselamatan perjalanan yang terus membaik.
Berdasarkan publikasi ”Perkeretaapian dalam Angka, Semester I 2023”, Direktorat Jenderal Perkeretaapian menunjukkan bahwa intensitas jumlah kecelakaan KA kian mengecil. Pada kurun 2015-2023, jumlah frekuensi kecelakaan menyusut drastis. Jumlah kecelakaan KA hingga semester I-2023 kurang dari 10 kejadian. Angka ini merupakan yang terendah sepanjang sembilan tahun terakhir karena rata-rata jumlah kejadian kecelakaan KA selalu lebih dari 10 peristiwa dalam setahun. Bahkan, pada tahun 2015 jumlahnya pernah mencapai 55 kali kejadian.
Menyusutnya peristiwa kecelakaan tersebut mengindikasikan sejumlah kendala atau persoalan yang menyangkut keselamatan terus dibenahi. Kendala-kendala seperti sarana-prasarana, sumber daya manusia operator, faktor eskternal, dan juga gangguan alam terus dimitigasi guna meminimalkan ancaman keselamatan perjalanan KA. Hasilnya, sejumlah faktor penyebab terutama yang bisa dibenahi dari sisi manajemen berhasil terus ditekan.
Pada tahun 2023, penyebab kecelakaan dari sisi internal operasionalisasi KA hanya berasal dari satu kasus kendala prasarana dan satu kasus kendala SDM operator. Capaian ini tentu saja sangat baik karena pada tahun sebelum-sebelumnya penyebab kecelakaan dari sisi internal manajemen operator KA masih cukup banyak. Bahkan, pada tahun 2015 yang terjadi 55 kali kecelakaan KA, sebagian besar kasus berasal dari internal manajemen perkeretaapian. Rinciannya terdiri dari 7 kecelakaan akibat kendala sarana, 29 kasus kecelakaan karena persoalan prasarana, dan 11 kecelakaan akibat kelalaian SDM operator. Adapun untuk 8 kasus lainnya lagi berasal dari faktor eksternal dan alam yang berada di luar kendali operasional KA.
Baca juga: Petaka Itu Tertinggal di Cicalengka
Oleh karena itu, peristiwa naas antara KA 350 dan KA Plb 65 di kawasan Haurpugur, Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jumat itu, menjadi pelajaran penting untuk mengevaluasi kembali sejumlah kendala dalam operasionalisasi perjalanan KA. Kendala-kendala teknis terkait sarana dan prasaran serta kecakapan keterampilan SDM operator perlu ditinjau dan ditingkatkan kembali. Pasalnya, kecelakaan yang melibatkan antarkereta yang bertabrakan antarlokomotif itu termasuk yang jarang terjadi di Indonesia. Dengan semakin canggihnya teknologi, kemajuan teknologi infrastruktur, serta manajemen yang andal, seharusnya kecelakaan semacam itu dapat dihindarkan. PT KAI, Ditjen Perkeretapaian, dan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) perlu melakukan investigasi secara rinci dan mendalam sehingga menghasilkan temuan evaluasi dan kebijakan yang berguna bagi peningkatan keselamatan perjalanan KA di Indonesia.
Berdasarkan data yang dikumpulkan di pemberitaan Kompas sejak tahun 1965, kecelakaan KA yang bertabrakan antarlokomotif di Indonesia setidaknya ada 10 kasus kejadian. Setidaknya ada lima kejadian yang menelan korban nyawa sangat banyak. Pertama, peristiwa kecelakaan KA di Pondok Betung, Bintaro, tahun 1987 atau disebut peristiwa tragedi Bintaro I yang menelan korban jiwa 156 orang. Selanjutnya, kecelakaan KA di Ratujaya, Depok, tahun 1968 yang menewaskan 116 orang; tabrakan KA di Sadang, Purwakarta, tahun 1998 yang menimbulkan korban jiwa 51 orang; dan tabrakan antar-KRL di Ratujaya, Depok, yang menewaskan 20 orang. Pada masa reformasi ini pun setidaknya ada satu kejadian kecelakaan antar-KA yang relatif besar. Kecelakaan KA di Cirebon tahun 2001 yang menewaskan 39 orang dan melukai sekitar 62 orang lainnya.
Kecelakaan tersebut tentu saja menjadi pelajaran yang berharga bagi para pemangku kebijakan dan juga pihak operator untuk terus berbenah dan mengevaluasi guna mitigasi lebih lanjut. Dengan semakin tingginya tren jumlah penumpang yang menggunakan moda transportasi KA, sudah sepatutnya pihak operator terus meningkatkan kualitas pelayanan. Sisi keselamatan menjadi modal yang sangat penting untuk mendukung peningkatan kulitas layanan publik itu. Sudah saatnya sarana dan prasarana perkeretaapian bertransformasi kian canggih dan mutakhir serta menggunakan teknologi yang andal. Selain itu, didukung pula oleh SDM-SDM unggulan yang cakap dan siap memberikan pelayanan terbaik bagi kemajuan transportasi di Indonesia. (LITBANG KOMPAS)