Resiliensi Indonesia di Tengah Perlambatan Ekonomi Dunia
Di tengah perlambatan ekonomi dunia, ekonomi Indonesia tahun 2023 terbilang cukup tangguh dan optimistis menghadapi tahun 2024.
Di tengah perlambatan ekonomi dunia, ekonomi Indonesia pada tahun 2023 terbilang cukup tangguh. Dengan ditopang konsumsi domestik yang dominan, laju pertumbuhan ekonomi nasional relatif stabil membaik. Meskipun demikian, kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan mengingat kondisi global penuh dengan ketidakpastian seiring merebaknya kembali virus Covid-19 dan konflik geopolitik global yang belum mereda.
Pascapandemi, dunia masih tertatih-tatih untuk memulihkan kondisi perekonomiannya. Belum sepenuhnya bangkit dari pandemi, dunia dilanda ketegangan geopolitik sejumlah negara yang berimbas cukup besar bagi kodisi makro-ekonomi global.
Perang Rusia-Ukraina yang dimulai sejak Februari 2022 masih menyisakan sederet persoalan yang cukup serius. Salah satunya terkait pasokan komoditas gandum yang menjadi andalan Ukraina yang terkendala dalam proses produksi dan pemasarannya. Cukup sentralnya peran Ukraina sebagai produsen gandum di ranah global membuat rantai pasok komoditas ini terganggu dan berimbas pada kenaikan harga gandum di pasar internasional.
Pasar energi dunia pun terguncang akibat kebijakan embargo ekonomi negara sekutu Amerika Serikat terhadap Rusia sebagai sanksi atas aksinya menginvasi Ukraina. Kebijakan embargo ini mengganggu stabilitas pasokan energi terutama di negara-negara Eropa yang memiliki ketergantungan besar terhadap energi fosil dari Rusia. Akibatnya, harga energi terkerek naik dan berimbas secara global.
Selain itu, masih ada sejumlah ketegangan geopolitik lainnya yang membuat kondisi global penuh ketidakpastian. Di antaranya perang dagang antara AS dan China, perebutan pengakuan batas wilayah Laut China Selatan, perang dagang komoditas semikonduktor antara China dan Taiwan serta blok AS, ketegangan konflik Indo-Pasifik sehingga memunculkan pakta pertahanan Australia, Inggis, dan AS (AUKUS), dan konflik Palestina dan Israel.
Di tengah konflik kepentingan antarnegara tersebut, dunia dilanda tekanan lingkungan yang sangat besar seperti fenomena anomali iklim dan kondisi El Nino yang meluluhlantakkan sejumlah sektor seperti salah satunya bidang pangan. Produksi sejumlah komoditas pertanian tanaman pangan terdampak dan terganggu. Akibatnya, terjadi kelangkaan sejumlah bahan pangan sehingga mendorong kenaikan harga pangan berikut komoditas lainnya. Inflasi terkerek naik dan sempat berada pada posisi cukup tinggi beberapa saat lalu.
Baca juga: Optimisme Menyongsong Perekonomian Indonesia 2024
Fenomena tersebut terjadi di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dampak ketegangan sejumlah negara raksasa pun merembet hingga Tanah Air. Salah satunya berupa efek kenaikan harga domsetik yang dipicu harga komoditas global yang melambung tinggi. Memasuki awal tahun 2023, inflasi Indonesia sudah tergolong cukup tinggi, tembus hingga 5 persen. Padahal, Bank Indonesia menargetkan inflasi 2023 sebesar 3±1 persen. Dengan kata lain, indikator ekonomi yang direncanakan berkisar 2-4 persen. Inflasi yang cukup tinggi itu salah satunya dipicu oleh harga beras yang melonjak naik.
Laju inflasi di luar target yang ditetapkan tersebut terjadi hingga April 2023. Inflasi kemudian mulai terkendali sejak memasuki Mei, dengan besaran sekitar 4 persen dan konsisten turun hingga November 2023 menjadi 2,86 persen. Dalam publikasinya, Bank Indonesia menyatakan bahwa perbaikan angka inflasi tersebut sebagai hasil dari Gerakan Nasional Pengendali Inflasi Pangan (GNPIP). Gerakan ini merupakan sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Resiliensi
Relatif terkendalinya inflasi tersebut turut berimbas pada terjaganya indikator ekonomi lainnya. Salah satunya adalah pertumbuhan ekonomi nasional. Meski melambat pada triwulan III-2023, laju pertumbuhan ekonomi Tanah Air cenderung lebih tinggi dari sejumlah negara lainnya.
Setelah tumbuh impresif 5,17 persen pada triwulan II-2023, ekonomi Indonesia melambat di angka 4,94 persen secara tahunan. Perlambatan tersebut salah satunya didorong oleh melemahnya kinerja ekspor Indonesia yang tumbuh negatif 4,26 persen lantaran permintaan dari sejumlah negara mitra mengalami penurunan.
Kendati melemah, kinerja perdagangan Indonesia masih cukup baik. Merujuk data Kementerian Perdagangan, neraca perdagangan Indonesia sepanjang Januari-Oktober 2023 masih surplus sebesar 9.829,4 juta dollar AS. Keuntungan perdagangan global ini ditopang oleh sejumlah komoditas unggulan nasional seperti bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati/hewani, besi/baja, serta peralatan listrik.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sedikit melambat tersebut tetap mampu melampaui target ASEAN-5 yang rata-rata naik sebesar 4,2 persen. ASEAN-5 itu terdiri dari lima negara, yakni Indonesia, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Selain lebih tinggi dari rata-rata ASEAN-5, laju ekonomi Indonesia juga lebih unggul dari Korea Selatan yang hanya tumbuh 1,4 persen, Jepang 0,1 persen, dan Uni Eropa 2,1 persen.
Baca juga: Transisi Ekonomi Hijau Bisa Serap 19,4 Juta Tenaga Kerja Baru
Fenomena tersebut melanjutkan tren yang terjadi selama ini di mana ekonomi negara berkembang relatif lebih tangguh dari negara maju. Merujuk data Dana Moneter Internasional (IMF) per Oktober 2023, laju ekonomi negara berkembang di tahun 2023 diperkirakan mencapai 4,0 persen. Pertumbuhannya di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia yang sebesar 3,0 persen dan juga ekonomi negara-negara maju yang naik kisaran 1,5 persen.
Resiliensi demikian berlangsung sejak lama. Bahkan, saat pandemi Covid-19, kontraksi ekonomi negara berkembang relatif lebih rendah dari negara-negara maju dan dunia secara keseluruhan.
Ekonomi domestik
Bagi Indonesia, ketahanan ekonomi saat ini lebih banyak ditopang oleh ekonomi domestik. Di saat kinerja ekspor melemah pada dua triwulan terakhir, komponen pembentuk produk domestik bruto (PDB) lainnya masih terjaga, terutama komponen konsumsi rumah tangga yang selama ini mendominasi perekonomian di Indonesia. Tren pertumbuhannya pun konsisten positif meski berfluktuasi.
Hal tersebut tak lepas dari dukungan optimisme masyarakat sebagai konsumen dalam memandang perekonomian Tanah Air. Salah satunya tergambar dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang cukup tinggi. Sepanjang 2023, IKK Indonesia konsisten di atas angka 120 yang mengindikasikan masyarakat yakin bahwa ekonomi Indonesia dalam kondisi baik.
Keyakinan yang baik itu sejalan dengan optimisme ekonomi ke depan yang juga cenderung baik. Indikasinya terlihat dari Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) saat ini sepanjang 2023 yang berada pada kisaran 112,1-118,9. Rentang indeks ini mencitrakan optimisme karena di atas angka 100. Harapan positifnya berikutnya juga terlihat pada Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) yang mengukur optimisme masyarakat dalam memperkirakan ekonomi enam bulan mendatang sangat tinggi, yakni konsisten di atas angka 130.
Optimisme sisi konsumsi tersebut juga disertai dengan optimisme dari sisi produksi. Hal ini tampak dari angka Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P Global. Terbaru, capaian PMI Manufaktur Indonesia pada November 2023 sebesar 51,7, meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 51,5. Dengan capaian di atas 50, menandakan bahwa manufaktur Indonesia berada dalam fase ekspansif. Kinerja itu mampu melampaui capaian AS dan Jepang yang masing-masing justru terkontraksi pada level 49,4 dan 48,3.
Baca juga: Prospek dan Tantangan Ekonomi Global 2024
Ekspansi tersebut tak lepas dari terjaganya permintaan domestik dan penyerapan tenaga kerja. Penduduk bekerja Indonesia per Agustus 2023 sebanyak 139,85 juta orang atau bertambah 4,55 juta pekerja dibandingkan Agustus 2022. Proporsi pekerja penuh pun terus meningkat menjadi 68,92 persen pada Agustus 2023.
Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk bekerja tersebut terjadi penurunan pengangguran. Jumlah unemployment Indonesia menjadi 7,8 juta orang atau 5,32 persen dari total penduduk usia kerja. Turun dari 5,86 persen di tahun lalu. Pada saat yang sama, angka kemiskinan juga terus melanjutkan tren penurunan.
Sejumlah kinerja positif tersebut menjadi bekal untuk menghadapi tahun 2024 yang diprediksi tidak akan mudah dilalui. Meski demikian, Indonesia tetap optimis untuk menghadapi berbagai gejolak, mulai dari situasi politik, ekonomi, dan juga sosial, yang berpotensi menghadap pada tahun depan. Kerja sama yang solid antara pemerintahan dan masyarakat harus terus dipertahankan dan ditingkatkan. Stabilitas domestik sebagai benteng pertahanan ekonomi nasional harus terus dijaga demi menjaga konsistensi kemajuan ekonomi nasional. (LITBANG KOMPAS)