Pada akhirnya Pemilu 2024 akan menjadi tantangan bagi PSI dengan strategi program dan narasi platform yang diusung.
Oleh
RANGGA EKA SAKTI/ LITBANG KOMPAS
·4 menit baca
Narasi muda telah melekat ke dalam jenama dan identitas dari Partai Solidaritas Indonesia. Namun, dibutuhkan lebih dari jargon untuk meyakinkan pemilih muda agar memberikan mandatnya kepada partai ini.
Lahir pada 2014, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) membawa angin segar di lanskap politik Indonesia. Partai ini dibangun tanpa mengandalkan nama besar dari tokoh mana pun. Masuknya sosok-sosok baru melalui kehadiran partai yang mendekatkan diri pada anak muda ini membawa corak narasi baru di gelanggang politik Indonesia. Beberapa narasi dominan yang dibangun PSI adalah politik anak muda, pelestarian lingkungan, perlindungan dan pemberdayaan perempuan, serta keadilan sosial.
Sejak berdiri, partai ini tidak malu-malu mengaku sebagai partainya anak muda. Dalam pedoman untuk kadernya, Buku ABC PSI, partai ini menyatakan diri sebagai partai baru yang berisikan aktivis politik baru yang sebelumnya belum pernah menjadi pengurus partai. Bahkan, mereka memasang ”batasan” umur, di mana pengurus partai dinyatakan berusia di bawah 45 tahun.
Tebalnya posisi anak muda di partai ini bukan tanpa alasan. PSI melihat, demokrasi semasa reformasi mengalami stagnasi. Salah satunya akibat laku politik lawas yang masih acap dilakukan para politisi. Maka, diperlukan aktor-aktor politik baru. Selain menekankan pada regenerasi politik, PSI juga menaruh perhatian cukup besar pada isu lingkungan. Komitmen ini disampaikan dalam panduan kepada kader, di mana seluruh kebijakan nantinya akan dilandaskan kepada keberpihakan pada konservasi lingkungan hidup dan aspek keberlanjutan.
Inklusivitas juga menjadi salah satu yang diperjuangkan. Partai ini percaya kesetaraan akses terhadap politik merupakan hal yang krusial agar bisa menghasilkan kebijakan yang tak hanya berpihak kepada kelompok mayoritas. Prinsip politik ini berlaku pada berbagai dimensi, termasuk jender, ras, dan agama.
Pada ujungnya, keadilan sosial jadi tujuan politik yang ingin dicapai PSI. Namun, keadilan sosial akan sulit dicapai jika tidak dilandaskan dengan platform perjuangan lain yang lebih mendasar, seperti kesetaraan, pemerintahan bersih yang antikorupsi, dan pembangunan keberlanjutan.
Prinsip berpolitik ini telah diupayakan oleh PSI untuk bisa diturunkan menjadi sikap yang dilakukan kadernya pada kehidupan sehari-hari. Dalam pedomannya, PSI memberikan panduan etika bagi anggotanya agar bisa berperilaku sesuai nilai perjuangan partai.
Beberapa di antaranya memelihara kebersihan umum, tidak merokok di tempat yang mengganggu kenyamanan umum, dan menghormati pejalan kaki ketika berkendara. Bahkan, partai ini mengimbau para kadernya untuk taat mengantre dan tak menyerobot antrean orang lain.
Tak ayal, narasi terkait platform perjuangan partai ini sangat berbeda dengan sejumlah partai yang pada umumnya lebih banyak mengangkat narasi kemiskinan dan bantuan tunai atau bahkan strategi penggunaan politik identitas.
Jejak elektoral
Wajah baru dengan gagasan segar tak selalu menjamin kesuksesan elektoral. Jalan PSI untuk menggalang dukungan massa tidaklah mudah. Pada Pemilu 2019, ketika untuk pertama kalinya PSI menjadi partai politik peserta pemilu, perolehan suaranya di tingkat nasional hanya di kisaran 2,65 juta suara atau setara dengan 1,8 persen suara nasional. Perolehan suara PSI itu mampu mengungguli sejumlah partai lama, seperti Hanura (1,54 persen), PBB (0,79 persen), dan PKPI (0,22 persen).
Hanya saja, perolehan suara PSI ini belum mampu menembus ambang batas parlemen yang ditetapkan minimal 4 persen. PSI gagal mengirimkan kadernya ke kursi DPR. Meski belum mampu menembus Senayan, PSI mampu menempatkan wakilnya di level DPRD sejumlah daerah. Di tingkat provinsi, PSI mampu memenangi 13 kursi yang tersebar di enam provinsi. Keenam provinsi tersebut adalah DKI Jakarta, Banten, DI Yogyakarta, Bali, NTT, dan Sulawesi Utara.
Dari keenam provinsi ini, DKI Jakarta menjadi kantong terbesar, di mana delapan kader PSI berhasil memperoleh kursi di DPRD provinsi. Selain di DPRD provinsi, perolehan suara PSI juga mampu menempatkan 59 kader PSI sebagai wakil rakyat di tingkat kabupaten/kota.
Perolehan kursi parlemen ini sekaligus menunjukkan karakteristik dari mereka yang menjadi ceruk suara PSI. Gagasan yang dibawa partai ini cenderung lebih dapat diterima mereka yang tinggal di kota, seperti Jakarta. Tantangan ke depan bagi partai ini ialah menerjemahkan gagasan yang dibawa PSI kepada warga awam, baik di perkotaan maupun perdesaan.
Sosok Kaesang
Di luar kursi legislatif, PSI juga berhasil mendapatkan jatah satu kursi menteri, yakni Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang yang dijabat Raja Juli Antoni. Nama ini kembali didapuk sebagai Sekretaris Jenderal PSI mendampingi Ketua Umum PSI Kaesang Pangarep. Masuknya sosok Kaesang, putra bungsu Presiden Joko Widodo, yang kemudian didapuk menjadi ketua umum partai tidak lepas dari sorotan langkah pragmatis PSI.
Meski tidak ada larangan eksplisit dalam AD/ART, praktik ini mendapat kritik. Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional Firman Noor, misalnya, menilai pilihan PSI menetapkan Kaesang sebagai ketua umum membuktikan bahwa PSI memilih jalan singkat untuk bisa bertahan (Kompas.id, 30/9/2023).
Di sisi lain, pragmatisme dan inkonsistensi penerapan nilai partai berpotensi menutupi narasi positif yang membuat orang tertarik pada masa awal kelahiran PSI.
Dalam Pemilu 2024, PSI mendeklarasikan dukungan untuk capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Namun, PSI tidak terlalu mempertimbangkan efek ekor jas melalui dukungan tersebut dalam pemenangan pileg. Untuk meraup dukungan elektoral, PSI meminta kader-kadermya turun langsung ke masyarakat sambil memperkenalkan program-program utama PSI.
Sejumlah program yang diangkat PSI ialah BPJS gratis, kuliah gratis, dan mengegolkan Undang-Undang Perampasan Aset (Kompas, 3/9/2023). Bagi PSI, RUU Perampasan Aset harus didorong menjadi undang-undang untuk membuat jera koruptor dengan dimiskinkan.
Pada akhirnya Pemilu 2024 akan menjadi tantangan bagi PSI dengan strategi program dan narasi platform yang diusung. Di satu sisi, naiknya sosok Kaesang bisa saja memperkuat branding partai yang konsisten mendukung anak muda di panggung politik.
Pada Pemilu 2024, pemilih muda yang berasal dari generasi Z dan generasi milenial mencapai 115,6 juta atau 56 persen dari total pemilih. Menggaet dukungan pemilih muda yang porsinya lebih banyak meramaikan bursa pemilih pada Pemilu 2024 akan tetap jadi langkah PSI untuk berkembang dan bertahan di panggung politik Indonesia.