Menguatkan Pembangunan Berkelanjutan Bidang Lingkungan
Perlu kerja sama lintas institusi merencanakan dan mengimplementasikan target SDGs agar mampu menyejahterakan masyarakat
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F31%2F5579b33f-5c1a-425e-81f1-7c29679e25f7_jpg.jpg)
Sebanyak 1.080 lukisan karya anak-anak ditampilkan dalam pameran lukisan Sewu Lukisan Anak di Sae Gallery, Desa Selopamioro, Imogiri, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (31/10/2023). Kegiatan itu sebagai salah satu bentuk edukasi pelestarian lingkungan untuk anak.
Implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) di Indonesia adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang lebih layak. Pembangunan SDGs di bidang lingkungan memperlihatkan perkembangan yang menjanjikan di tengah sejumlah catatan.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) disepakati oleh 169 negara pada 2015. Di dalamnya berisikan 17 tujuan utama, antara lain penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, kesetaraan jender, penanganan perubahan iklim, perdamaian, keadilan, hingga kelembagaan yang tangguh
Sebanyak 17 tujuan utama itu didetailkan ke dalam 169 target. Sasaran utamanya adalah tercapainya peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat secara berkesinambungan, menjaga keberlanjutan kehidupan sosial masyarakat, serta menjaga kualitas lingkungan hidup dan pembangunan yang inklusif. Selain itu, sasaran juga untuk memperbaiki tata kelola yang mampu menjaga peningkatan kualitas kehidupan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Sebagai salah satu negara yang menyepakati komitmen global itu, Indonesia mengadopsi SDGs melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selang lima tahun, perpres itu direvisi menjadi Perpres Nomor 111 Tahun 2022 yang memiliki target hingga 2024.
Baca juga: Rapor Pembangunan Berkelanjutan Indonesia

Revisi perpres itu memuat pemutakhiran target nasional tahun 2024, demikian pula peta jalan implementasi SDGs hingga 2024. Fungsi gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah juga diperkuat melalui fungsi-fungsi strategis. Pendanaan inovatif juga dilakukan sebagai skenario pembiayaan program SDGs, selain ditopang penguatan kemitraan multipihak. Akhir 2023 hingga 2024, Pemerintah Indonesia memiliki target terbentuknya 40 SDGs center di seluruh Indonesia.
Tahun 2023 ini menandai separuh jalan dari implementasi SDGs di Indonesia. Pemerintah mengelompokkan target SDGs dalam empat pilar, yaitu pilar sosial, ekonomi, lingkungan, serta hukum dan tata kelola. Khusus pilar lingkungan, ada enam tujuan utamanya, yakni air bersih dan sanitasi layak, kota dan permukiman yang berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem kelautan, serta ekosistem daratan.
Capaian SDGs lingkungan
Berdasarkan Laporan Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2023 oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), ada 71 persen indikator di dalam pilar lingkungan yang telah mencapai target yang ditetapkan pada Rencana Aksi Nasional (RAN) 2021-2024. Di sisi lain, masih ada sekitar 24 persen indikator pembangunan lingkungan yang perlu perhatian khusus karena berisiko tidak tercapai sesuai kriteria RAN itu.
Pilar pembangunan lingkungan dioptimalkan melalui sejumlah skenario yang bertumpu pada poin-poin indikator pencapaian. Peningkatan akses air minum penduduk dan cakupan sanitasi masyarakat dilakukan melalui perbaikan kualitas air dengan pengendalian pencemaran limbah industri. Indeks kualitas air di Indonesia terpantau membaik dari skor 51,01 pada 2018 menjadi 53,88 pada 2022.
Untuk menjamin kualitas lingkungan yang semakin membaik, pemerintah juga harus mampu mendorong tujuan ke-12 SDGs, yakni menjaga pola produksi dan konsumsi masyarakat secara berkelanjutan. Salah satu indikatornya tampak pada pengelolaan limbah berbahaya dan beracun yang kuantitasnya terus menurun. Pada 2020 limbah yang dikelola mencapai 194,22 juta ton, kemudian turun menjadi 68,28 juta ton pada 2022.
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam Ketahanan Pangan dan Air
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F09%2F16%2F88e62cdd-bb9c-4576-a75c-3e1d029056ba_jpg.jpg)
Lanskap lingkungan di permukiman kumuh padat penduduk di kawasan Cilincing, Jakarta, yang dipenuhi sampah rumah tangga dan plastik, Jumat (16/9/2022). Kawasan yang pernah menjadi lokasi grebek sampah oleh Pemerintah Kota Jakarta Utara pada Maret lalu itu saat ini kondisinya telah kembali seperti semula, penuh sampah.
Penyediaan ruang hidup di kota dan permukiman yang inklusif juga menjadi tolok ukur pembangunan lingkungan. Akses terhadap hunian yang layak dan terjangkau di Indonesia menunjukkan peningkatan hingga mencapai 60,66 persen pada 2022 atau naik sekitar 6 persen dibandingkan dengan tahun 2019. Saat ini masih tersisa hampir 40 persen masyarakat yang belum mengakses hunian layak dan terjangkau.
Variabel berikutnya yang patut menjadi perhatian adalah kualitas udara. Meskipun kualitas udara wilayah perkotaan terpantau membaik di sejumlah titik, pemerintah masih harus terus berupaya mereduksi emisi karbon secara konsisten agar target emisi karbon nol dapat terakselerasi pencapaiannya.
Iklim dan biodiversitas
Pembangunan pilar lingkungan mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, mulai dari kebutuhan dasar akan sanitasi dan tempat tinggal hingga ruang hidup lestari. Hanya saja, tantangan penyediaan ruang hidup yang lestari makin diuji di tengah menguatnya pemanasan global dan perubahan iklim. Salah satu dampak dari ketidakseimbangan iklim adalah meningkatnya intensitas kejadian bencana, khususnya bencana hidrometeorologi.
Fenomena lingkungan tersebut harapannya dapat dimitigasi oleh tujuan ke-13 SDGs, yakni mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya. Sepanjang lima tahun terakhir, rata-rata kejadian bencana mencapai 3.397 kasus setiap tahun. Namun, tingkat adopsi dan penerapan strategi penanggulangan bencana di sejumlah daerah tercatat masih perlu ditingkatkan karena baru mencapai 48,4 persen.
Permasalahan lingkungan lainnya yang perlu segera diantisipasi adalah menahan laju pemanasan global dengan menekan emisi karbon secara bertahap sesuai target yang ditetapkan. Pemerintah Indonesia mencatat estimasi penurunan emisi karbon pada 2022 mencapai 27,65 persen. Penurunan ini dicapai melalui berbagai sektor, seperti industri, transportasi, hutan dan penggunaan lahan, serta limbah.
Pelestarian lingkungan berikutnya yang perlu terus ditingkatkan adalah menjaga biodiversitas untuk ekosistem laut dan daratan. Tujuan ke-14 SDGs ini berfokus pada sumber daya kelautan yang menunjukkan terjadi peningkatan pada luasan kawasan konservasi perairan. Hingga tahun 2022, ada 28,91 juta hektar kawasan konservasi perairan di Indonesia. Luasan itu naik 38,5 persen dibandingkan dengan tahun 2018.
Baca juga: Perikanan Berkelanjutan dengan Transformasi Digital
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F06%2F26%2Fb6ac913f-a125-4764-9c6c-ad1047e57dd5_jpg.jpg)
Pekerja PT Fajar Flores Flamboyan Fishing sedang memilah ikan berdasarkan kualitas dan ukurannya sebelum dimasukkan ke gudang pendingin di Maumere, Sikka, Nusa Tenggara Timur, Kamis (8/6/2023).
Catatan khusus untuk pengelolaan kawasan perairan adalah persentase tangkapan ikan yang diperbolehkan makin mendekati batas aman yang ditentukan. Pembatasan tangkapan ikan ditujukan untuk mempertahankan keseimbangan. Batasan persentase antara tangkapan dan potensi ikan 80 persen, sedangkan hingga 2022 persentase tangkapan mencapai 61,72 persen. Meskipun masih terpaut sekitar 18 persen, setiap tahun trennya terpantau meningkat. Artinya, perlu pembatasan secara ketat agar sumber daya ikan tidak cepat habis.
Catatan lain dari ekosistem perairan adalah buangan sampah plastik ke laut yang belum konsisten menurun. Penurunan sampah plastik yang terbuang ke laut fluktuatif, sempat menurun pada 2020, tetapi kembali melejit hingga 15,6 persen pada 2021. Sampah plastik kembali turun sekitar 6 persen pada 2022. Hanya saja, potensi penambahan sampah plastik masih besar mengingat belum adanya regulasi yang mengatur secara tegas.
Kelestarian hutan
Pilar lingkungan berikutnya adalah pengelolaan hutan lestari. Luas tutupan hutan terhadap luas lahan total terpantau cenderung stagnan dan malah menurun pada 2021. Kisaran persentase luasan hutan adalah 50 persen dan belum mengalami penambahan sama sekali. Luasan hutan yang terus tergerus karena alih fungsi lahan ke kelapa sawit dan tambang membuat biodiversitas di sekitarnya juga menurun.
Kian rentannya kelestarian lingkungan itu membuat ekosistem yang berada di dalamnya juga rentan terdegradasi. Indeks kepunahan flora dan fauna di Indonesia terpantau meningkat sejak 2018. Skor indeks memiliki rentang 0-1, di mana makin mendekati angka 1, risiko kepunahan makin rendah. Kepunahan di Indonesia terus meningkat, terbukti dari skor tahun 2018 sebesar 0,77, kemudian turun ke 0,75 pada 2022. Penurunan indeks tersebut menunjukkan fenomena berkurangnya keberagaman hayati di hutan-hutan Indonesia.
Baca juga: Hutan Konservasi Dijaga, Manusia Pasti Raih Manfaatnya
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F03%2F16%2F6ef75328-7005-4049-a60c-951474a83b05_jpg.jpg)
Tutupan hutan yang dipotong sungai menghampar di wilayah Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (16/3/2022). Perekonomian Mimika sangat bergantung pada sektor pertambangan yang diwakili PT Freeport Indonesia dengan total kontribusi pada produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 87 persen pada 2017.
Oleh karena itu, dalam sektor kehutanan perlu dilakukan berbagai upaya untuk menjaga dan meningkatkan tutupan hutan seiring dengan upaya perlindungan terhadap spesies yang dilindungi. Upaya itu perlu diimbangi dengan penegakan hukum yang tegas agar sumber daya alam Indonesia tidak tergerus secara masif.
Pembangunan pilar lingkungan dalam tujuan SDGs Indonesia masih memiliki berbagai tantangan yang tidak ringan. Tantangan ini terutama datang dari kemajuan bidang perekonomian. Pasalnya, hampir semua sektor kemajuan ekonomi cenderung berdampak relatif buruk bagi lingkungan. Mulai dari sektor pembangunan infrastruktur, kegiatan industri dan pengolahan, hingga perburukan kondisi lingkungan karena perubahan iklim.
Hal fundamental lain yang menjadi permasalahan serius untuk mencapai kesuksesan SDGs bidang lingkungan adalah ketersediaan data terbaru yang cenderung masih minim. Padahal, ketersediaan data yang akurat dan tepat waktu menjadi urgensi untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, hingga pelaporan semua indikator pembangunan berkelanjutan.
Karena itu, perlu kerja sama lintas institusi untuk bersama-sama merencanakan dan mengimplementasikan target SDGs itu agar mampu menyejahterakan masyarakat secara luas. Harapannya, pembangunan yang dilakukan mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat dan kelestarian lingkungan juga terus terjaga. (LITBANG KOMPAS)