PBB mendasarkan perjuangan pada ajaran Islam dan menghormati nilai keagamaan dan kemanusiaan dalam budaya Indonesia.
Oleh
M Toto Suryaningtyas/Litbang Kompas
·5 menit baca
KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Seorang simpatisan bersorak dalam acara peringatan hari ulang tahun Partai Bulan Bintang di Indonesia Convention Exhibition BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, Minggu (30/7/2023). Partai Bulan Bintang mendeklarasikan dukungan kepada bakal calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, dalam Pemilihan Presiden 2024.
Menjadikan Indonesia negara maju dan modern yang berlandaskan pada etik dan demokrasi menjadi agenda politik Partai Bulan Bintang, sembari mengusung perilaku yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama.
Bagi Partai Bulan Bintang (PBB), penting bagi Indonesia untuk memegang teguh dan menghormati nilai-nilai Islam dan kemanusiaan yang telah lama menjadi bagian dari identitas dan budaya Indonesia. Hal-hal tersebut dinyatakan Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra di akun Instagram pribadinya, Rabu (1/11/2023).
”Oleh karena itu, nilai keagamaan dan kemanusiaan yang diajarkan Islam mempunyai pengaruh yang sangat mendalam bagi kebudayaan, bahasa, cara berpikir, dan sikap hidup masyarakat Indonesia,” tulis Yusril.
Sebagai partai Islam yang mengambil inspirasi dari Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), PBB melandaskan perjuangan pada ajaran-ajaran Islam yang universal dan bersifat rahmatan lil alamin atau rahmat bagi semesta alam. Pendirian PBB digagas oleh 22 ormas Islam segera setelah gerakan reformasi 1998 sebagai upaya merangkum modal sosial pemilih Islam yang terserak di tengah peralihan era pemerintahan menuju demokratisasi.
Pada saat itu, basis massa berpendar bebas dan orientasi politik relatif berubah cair setelah tiga dekade dikungkung Orde Baru. Setiap kelompok masyarakat berupaya menghimpun modal sosial, terutama berbasis kesamaan sosiologis agama. Yusril dan sejumlah aktivis politik Islam yang sebelumnya merupakan bagian dari pemerintahan memanfaatkan momentum tersebut dan mendirikan PBB.
KOMPAS/JOHNNY TG
Dari kiri Amin Rais, Didin Hafidudin, Sri Bintang Pamungkas, dan Yusril Ihza Mahendra dalam debat calon presiden yang berlangsung hangat. Ratusan mahasiswa dan warga membanjiri Kampus UI Salemba, Selasa (27/4/1999), meski tanpa kesediaan Megawati Soekarnoputri untuk ikut dalam acara itu.
Oleh karena itu, kiprah PBB tak bisa dilepaskan dari sosok Yusril yang menjadi tokoh sentral partai sejak awal pendirian partai hingga kini. Ketika reformasi 1998, Yusril menjadi salah satu pihak yang mendukung perubahan politik di Indonesia dengan peran besar ketika menuliskan pidato berhentinya Soeharto.
Selain nama Yusril, ada pula nama MS Kaban sebagai kolega pendiri PBB dan pernah menjadi Ketua Umum PBB periode 2005-2015. Kaban juga menjadi Menteri Kehutanan di Kabinet Indonesia Bersatu I pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009).
PBB tampaknya masih mengandalkan betul sosok Yusril sehingga, selepas Kaban, posisi ketua umum kembali dijabat Yusril hingga dua periode (2015-2019 dan 2019-2024). Ini sesuai adagium politik bahwa partai politik baru perlu ditopang kekuatan sosok atau tokoh politik.
Tantangan elektabilitas
Asas dan ciri yang membuat PBB berciri Islam yang kuat termaktub pada Pasal 3 AD/ART PBB yang berbunyi ”Partai politik ini berasaskan Islam, bercirikan keindonesiaan, dan memperjuangkan cita-citanya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.
Di Pasal 4 bahkan tertulis ”tujuan umum terwujudnya cita-cita nasional bangsa Indonesia sebagaimana dalam Pembukaan UUD NKRI 1945 dan berkembangnya kehidupan demokrasi dengan menghormati kedaulatan rakyat dalam NKRI berdasarkan prinsip-prinsip ajaran Islam”.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Ketua Umum Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra (tengah), bersama penasihat hukum dan pengurus partai lainnya, bersukacita seusai putusan Sidang Adjudikasi Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu di Badan Pengawas Pemilu Pusat, Jakarta, Minggu (4/3/2018) malam. Dalam sidang itu, PBB memenangi putusan dan dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2019.
Meskipun memberi penekanan pada ideologi dan berasaskan Islam, PBB menerima Pancasila sebagai falsafah landasan bernegara sebagai wujud transformasi dari asas-asas ajaran Islam ke dalam bangsa dan negara yang bersifat majemuk. Tak heran, saat ini slogan situs web resmi PBB bertajuk ”PBB adalah Partai Islam keindonesiaan”.
Boleh jadi kesadaran untuk lebih meng-Indonesia merupakan keniscayaan dalam kondisi politik masyarakat saat ini. Meski muncul banyak parpol Islam, capaian di pemilu relatif menurun. Hasil pemilu menunjukkan, dari waktu ke waktu, komposisi pemilih partai-partai berhaluan/berideologi Islam kian menyusut dari sekitar 50 persen pada Pemilu 1955 kini jadi sekitar 30 persen.
Elektabilitas PBB dari Pemilu Legislatif 2004 hingga 2019 menunjukkan penurunan konsisten. Pada Pemilu 2019, PBB hanya meraih 1 juta suara. Artinya, hanya sepertiga dari raihan suara PBB di Pileg 2004 yang hampir 3 juta suara. Kondisi yang sama terekam dari hasil survei Litbang Kompas pada Agustus 2023 saat elektabilitas PBB tampak masih harus berjuang untuk lolos ambang batas parlemen.
Bagaimanapun, PBB masih harus bersaing ketat dengan sesama partai berideologi/basis massa Islam modernis, seperti Partai Keadilan Sejahtera, ataupun partai baru, seperti Partai Ummat, yang bersifat partai kader. Melihat perkembangan geopolitik partai-partai saat ini, apabila PBB sekadar mendasarkan raihan suara pada ketokohan dan tidak memperbaiki sistem kaderisasi, sulit untuk mempertahankan pengaruh seperti di masa lalu.
Pedoman etik
Menjelang Pemilu 2024, PBB telah mendeklarasikan dukungan kepada pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam Pemilihan Presiden 2024. Bagi parpol nonparlemen seperti PBB, langkah ini diambil dengan pertimbangan matang demi kelangsungan partai.
Bagaimanapun, dengan keputusan itu, nasib partai akan lebih terjamin jika kandidat yang didukung memenangi pemilu. Dengan kata lain, PBB berupaya mencari efek ekor jas dari dukungan tersebut.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Para ketua umum partai dari delapan partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), saat mengumumkan pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden di rumah Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (22/10/2023).
”PBB tidak boleh salah menentukan capresnya. Jika orang setuju dengan capres yang kami pilih, mereka juga akan memilih PBB, begitu korelasinya,” kata Sekjen PBB Afriansyah Noor (Kompas, 24/1/2022).
Sebelumnya, PBB hendak mendongkrak hasil perolehan suara di pemilu dengan strategi berkoalisi mengusung poros partai Islam modernis, tetapi nyatanya hal itu tak berlanjut.
Di luar tidak berlanjutnya koalisi partai-partai Islam, soliditas pemilih Islam juga menjadi tantangan yang dihadapi PBB pada pemilu mendatang. Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lili Romli, dalam ”Partai Islam dan Pemilih Partai Islam di Indonesia” yang diterbitkan pada Jurnal Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2004 menuliskan, partai Islam kurang laku di mata pemilih Islam karena pemilih Islam ternyata lebih memilih partai-partai non-Islam (Kompas, 24/1/2022).
Menurut Lili, hal itu disebabkan beberapa hal, seperti ekspektasi berlebihan dari parpol Islam yang menganggap mayoritas pemilih beragama Islam akan memilih partai Islam. Sebagian besar masyarakat beragama Islam juga dinilai bersifat sosiologis, bukan ideologis.
Selain itu, modernisasi Orde Baru telah menggeser orientasi warga dalam memandang hubungan agama dan politik, dari formalistik menjadi substansialistik, yakni melihat agama sebagai pedoman etik dan moral kehidupan.
Pada akhirnya, PBB telah menetapkan garis ideologinya sebagai partai berhaluan Islam modernis. Cita-cita partai ini meraih masyarakat demokratis berlandaskan etik agama telah ditawarkan kepada masyarakat. Dengan modal ketokohan dan garis ideologi yang tegas, PBB semakin percaya diri menyambut Pemilu 2024.