Coldplay, Menyebarkan Misi Perbaiki Bumi lewat Entakan Musik
Konser Coldplay di Jakarta menyebarkan pesan perdamaian dan inklusivitas. Mereka juga menggaungkan rencana keberlanjutan band musiknya untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung teknologi hijau.
Oleh
YULIUS BRAHMANTYA PRIAMBADA
·6 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Vokalis Coldplay, Chris Martin, tampil dalam konser bertajuk Music of the Spheres World Tour di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (15/11/2023). Tur dunia Coldplay, band asal London, Inggris, yang dibentuk tahun 1997 ini selalu menyedot animo besar penggemarnya di negara-negara yang disinggahinya. Coldplay beranggotakan Chris Martin (vokal), Jonny Buckland (gitar), Guy Berryman (bas), dan Will Champion (drum).
Setelah menunggu selama lebih dari dua dekade, akhirnya Coldplay mewujudkan mimpi puluhan ribu penggemarnya di Indonesia. Lebih daripada itu, Coldplay juga menyebarkan asa baru kepada Indonesia dan dunia, yakni menciptakan Bumi yang lebih berkelanjutan, baik bagi sesama manusia maupun bagi lingkungan hidup.
Di tengah hiruk-pikuk persiapan Pemilu 2024 dan gelombang dukungan terhadap Palestina, Coldplay sejenak berhasil merebut lampu sorot perhatian masyarakat Indonesia. Pada Rabu, 15 November 2023 lalu, grup band asal Inggris tersebut menghelat konser musik untuk pertama kalinya di republik ini.
Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, menjadi lokasi pergelaran bersejarah tersebut. Sedikitnya 80.000 orang dari berbagai penjuru datang untuk menyaksikan aksi energik kuartet Chris Martin, Johnny Buckland, Guy Berryman, dan Will Champion.
Konser Coldplay memang menjadi salah satu konser musik yang paling populer di dunia. Melansir dari Billboard, dua tur konser Coldplay masuk ke dalam 10 tur konser musik tersukses sepanjang masa. Tur yang pertama, A Head Full of Dreams Tour (2016-2017), menempati peringkat ke -10 dengan capaian 524 juta dollar AS dari 115 pertunjukan.
Penonton menikmati konser grup band Coldplay yang menggelar konser bertajuk Coldplay Music of the Spheres World Tour di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (15/11/2023). Tur dunia Coldplay, band asal London, Inggris, yang dibentuk tahun 1997 ini selalu menyedot animo besar penggemarnya di negara-negara yang disinggahinya.
Sementara tur yang sekarang ini berlangsung, yakni Music of the Spheres World Tour (2022-2024), dinobatkan sebagai peringkat keempat dengan raihan 617,8 juta dollar AS. Jumlah tersebut datang dari 6,3 juta penonton yang tersebar ke dalam 107 pertunjukan per Juli 2023.
Bagi banyak kalangan, Coldplay tidak hanya menawarkan dentang musik kepada penonton di dalam konsernya, tetapi juga pengalaman spektakuler yang tak terlupakan. Salah satu yang paling ikonik adalah penggunaan gelang light emitting diode (LED) pintar yang dikenakan setiap penonton. Dengan gelang tersebut, Coldplay mampu menyulap lokasi konser menjadi lautan cahaya berwarna-warni. Alhasil, lagu-lagu yang dibawakan pun semakin terasa magis bagi para penonton.
Perdamaian dan inklusivitas
Selain musik dan pengalaman, tur konser Coldplay belakangan ini juga semakin mendapatkan atensi dunia karena pesan dan misi yang mereka bawa. Karya-karya mereka tampak kental dengan tema perdamaian dan inklusivitas. Hal ini tampak nyata dalam sejumlah lagu di album terbarunya, seperti My Universe, Biutyful, dan Humankind.
Sikap Coldplay yang inklusif secara konsisten dapat dilihat dari aksi Chris Martin dalam menyapa penonton. Ia dikenal berusaha selalu mempelajari bahasa setempat sebelum melangsungkan pergelaran. Ini karena ia ingin selalu merasa dekat dan terhubung dengan para penggemarnya.
Hal ini sangat tampak ketika Coldplay menyampaikan salam ”assalamualaikum” ketika membuka konser di Jakarta. Tak hanya itu, masyarakat Indonesia pun heboh ketika ia membacakan sebaris pantun yang mengundang gelak tawa. Hal serupa juga dilakukannya di negara lainnya, seperti Jepang, Argentina, Spanyol, atau Perancis.
Komitmen Coldplay soal perdamaian tampak melalui ungkapan keprihatinan terhadap kesedihan dan penderitaan banyak orang akibat konflik, terorisme, penjajahan, dan opresi yang diberikan di tengah konser. Kalimat ”Believe in Love” yang ditampilkan di panggung utama seusai konser menjadi intisari dari pesan utama yang hendak sampaikan kepada jutaan penggemarnya di dunia.
Sikap Coldplay yang berpihak kepada pihak yang tertindas dapat ditelusuri melalui kolaborasi yang dilakukannya dengan grup band asal Palestina, Le Trio Joubran, pada 2019. Kolaborasi yang juga melibatkan Femi Kuti, musisi asal Nigeria, dan sejumlah seniman lainnya itu menghasilkan lagu berjudul ”Arabesque” (2019). Selain itu, karya ”Trouble in Town” (2019) secara eksplisit menjadi kritik sosial terhadap diskriminasi rasial Amerika Serikat.
Vokalis Coldplay, Chris Martin, meriahkan konser bertajuk "Coldplay Music of the Spheres World Tour" di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Selain itu, Coldplay juga berupaya bahwa setiap orang, terlepas dari latar belakang dan kondisi fisik, dapat menikmati perhelatan konser mereka. Melalui situs resminya di Coldplay.com, Coldplay menyampaikan bahwa mereka selalu menawarkan penerjemah bahasa isyarat lokal bagi penonton tunawicara dan tunarungu. Coldplay juga akan membagikan perangkat bantu dengar canggih bernama SUBPAC untuk meningkatkan pengalaman konser bagi mereka yang memiliki keterbatasan pendengaran.
Kemudian, Coldplay bekerja sama dengan KultureCity, sebuah lembaga nirlaba, untuk membantu penonton dengan masalah sensitivitas pengolahan sensorik. Lantas, bagi para pengunjung dengan keterbatasan penglihatan, Coldplay akan menawarkan ”tur sentuhan” sebelum berlangsungnya konser.
Rendah emisi karbon
Di samping kepeduliannya terhadap sesama manusia, Coldplay juga tidak mengabaikan Bumi sebagai tempat manusia hidup. Perhatiannya terhadap isu keberlanjutan (sustainability) mulai menguat kala rilis album kedelapan mereka, Everday Life, pada akhir 2019.
Melansir dari BBC, Coldplay kala itu menyampaikan bahwa mereka sadar, tur keliling dunia yang selama ini mereka lakukan mendatangkan jejak karbon yang sangat tinggi. Hasil riset dari Tyndall Centre menunjukkan, konser dan pertunjukan panggung dapat menghasilkan 405.000 ton emisi gas rumah kaca setiap tahunnya. Dari jumlah itu, 34 persen dihasilkan dari venue konser.
Atas dasar itu, Coldplay menyatakan tidak akan menggelar tur selama belum menemukan solusi untuk membuatnya lebih ramah lingkungan dan mendatangkan dampak positif yang lebih besar. Tak pelak, Chris Martin dan kawan-kawan rela ”puasa tur” selama dua tahun demi menemukan cara yang paling tepat dalam mencapai tujuan tersebut. Mereka berkonsultasi kepada pakar lingkungan dan menggandeng lebih dari sepuluh organisasi internasional.
Pada 2021, Coldplay akhirnya yakin untuk dapat menghelat tur dengan emisi karbon serendah mungkin dan mendatangkan manfaat kolateral sebesar mungkin. Hal ini ditunjukkan melalui laporan lengkap rencana keberlanjutan mereka kala mengumumkan tur "Music of the Spheres World Tour".
Coldplay memiliki tiga prinsip utama dalam rencana keberlanjutan mereka, yakni reduce, reinvent, dan restore. Prinsip reduce berusaha memangkas konsumsi demi mengurangi emisi karbon hingga 50 persen dari tur sebelumnya. Lalu, dengan prinsip reinvent, Coldplay berusaha mendukung pengembangan teknologi hijau dan menemukan metode tur yang berkelanjutan dan rendah karbon. Lantas, melalui restore, mereka akan mendukung pembiayaan proyek-proyek terkait lingkungan hidup dan teknologi.
Grup band Coldplay menggelar konser bertajuk "Coldplay Music of the Spheres World Tour" di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Tiga prinsip tersebut berusaha diwujudnyatakan melalui 12 inisiatif, mulai dari aspek emisi karbon hingga transparansi. Sejumlah aspek tampak secara langsung mengurangi emisi karbon tur, seperti penggunaan hydrotreated vegetable oil (HVO) untuk bahan bakar kendaraan logistik yang jauh lebih rendah emisi karbon dibandingkan bahan bakar fosil.
Sementara itu, beberapa lainnya mengutamakan perubahan jangka panjang, antara lain penanaman satu pohon setiap satu tiket yang terbeli. Hingga Juni 2023, program reforestasi yang berkolaborasi dengan One Tree Planted ini telah berhasil menanam 5 juta pohon di 5.000 hektar lahan yang tersebar di 17 negara.
Upaya Coldplay lain yang secara khusus dan langsung dirasakan oleh Indonesia adalah melalui donasi kapal pembersih sampah sungai yang bernama Neon Moon II. Pemberian kapal tersebut bekerja sama dengan The Ocean Cleanup, organisasi internasional pengembang teknologi pembersih laut dan sungai. Sebagai informasi, nilai satu kapal interceptor tersebut berkisar 777.000 dollar AS atau sekitar Rp 11,6 miliar. Adapun kapal interceptor dapat mengambil sampah di sungai hingga 10,5 ton per bulan.
Neon Moon II direncanakan ditempatkan di Sungai Cisadane. Berdasarkan riset dari The Ocean Cleanup, tiap tahun terdapat 1.000 ton sampah yang mengalir dari Sungai Cisadane ke Laut Jawa. Tak pelak, sungai yang membentang sepanjang 129 kilometer ini menjadi sungai terkotor ke-109 di dunia
Menariknya, Coldplay juga berusaha melibatkan langsung para penonton konser dalam upaya ramah lingkungan tersebut. Salah satu yang cukup banyak dibicarakan adalah pemasangan lantai kinetik di area penonton sekitar panggung. Dengan lantai tersebut, energi kinetik yang dihasilkan penonton melalui lompatan dan entakan kaki saat berjingkrak akan diubah menjadi tenaga listrik.
Tenaga itu kemudian akan disimpan di sistem baterai khusus yang dikembangkan BMW, yang kemudian akan disalurkan untuk menjadi daya utama panggung pertunjukan. Selain melalui lantai kinetik, Coldplay juga menggunakan generator sepeda kayuh dan panel surya untuk menghasilkan energi baru terbarukan. Rata-rata jumlah energi yang dapat dihasilkan melalui cara-cara kreatif dan menyenangkan ini sekitar 15 kWh per pertunjukan.
Dengan komitmen yang serius dan dijalankan secara nyata tersebut, Coldplay pada akhirnya mampu menurunkan emisi karbon hingga sebesar 47 persen dibandingkan dengan tur sebelumnya (2016-2017). Data-data ini pun secara sains telah divalidasi Prof John E Fernandez, pakar ekologi dan energi berkelanjutan dari Massachusetts Institute of Technology Enviromental Solutions Initiative.
Coldplay telah membuktikan diri sebagai kelompok musisi yang mampu memadukan entakan musik dengan kepedulian sosial dan ekologis. Melalui karya gubahan dan inisiatif-inisiatif konkret, mereka mengajak setiap orang untuk ambil bagian memperbaiki Bumi ini. Diharapkan, jejak Coldplay ini dapat menjadi inspirasi bagi pemerintah dan masyarakat luas sehingg asa untuk menciptakan dunia yang lebih baik, berkelanjutan, dan damai dapat terwujud di masa mendatang. (LITBANG KOMPAS)