Mampukah Strategi Israel Taklukkan Hamas? (1)
Dihujat atas aksi militer brutal menyerang Gaza, mampukah Israel menundukkan Hamas yang mempertahankan tanah airnya?

Sebuah bendera terpasang di atas bangunan yang rusak akibat serangan militer Israel di kota Gaza, Rabu (15/11/2023). Militer Israel menyatakan bahwa mereka telah menguasai Gaza utara.
Gempuran Israel ke Gaza telah memasuki hari ke-43 sejak Israel menyatakan perang kepada para pejuang Hamas pada 7 Oktober 2023. Apa yang dikhawatirkan warga dunia kini menjadi kenyataan pahit, militer Israel menghancurkan secara sistematis Gaza dan mengusir penduduk Gaza secara paksa dari rumah-rumah mereka.
Menurut laporan Kementerian Kesehatan Palestina sebagaimana dilaporkan Associated Press, Jumat (17/11/2023), sebanyak 11.470 warga Palestina telah tewas, dengan dua pertiga dari mereka adalah perempuan dan anak-anak. Belum termasuk 2.700 warga yang dinyatakan hilang.
Sementara itu, Reuters melaporkan Kantor PBB untuk Urusan Kemanusiaan (OCHA), mengutip data terbaru dari otoritas Palestina, mengatakan, serangan Israel telah menghancurkan lebih dari 222.000 rumah atau setidaknya 45 persen unit perumahan di Gaza dilaporkan rusak atau hancur.
Hal itu sejalan dengan analisis visual The Guardian, Jumat, yang menggunakan citra satelit di Jalur Gaza utara setelah pengeboman besar-besaran. Media itu mengidentifikasi, dalam luasan hanya sekitar 10 kilometer persegi terpantau lebih dari 1.000 kawah besar yang diakibatkan pengeboman dahsyat.
Bahkan, di salah satu kawasan yang lebarnya hanya setengah kilometer, sekelompok blok perumahan telah dibom dengan sangat parah sehingga terbentuk sekitar 100 kawah, beberapa di antaranya berukuran hingga 45 kaki (13,9 meter), terlihat dari citra satelit.

Kawah besar muncul menyusul serangan udara militer Israel di Khan Younis, Gaza selatan (12/11/2023).
Skala kerusakan infrastruktur Jalur Gaza khususnya bagian utara menunjukkan bahwa pasukan Israel telah menggunakan seluruh kekuatan pengeboman terhadap Gaza, baik melalui jet-jet tempur maupun tembakan meriam-meriam Howitzer dan tank Merkava yang terus-menerus merangsek.
Mereka sama sekali tak hirau dengan berbagai imbauan internasional untuk mengendalikan nafsu perangnya. Bahkan, Rabu (16/11/2023), pasukan Israel menyerang rumah sakit Al-Shifa yang merupakan kompleks rumah sakit terbesar di Gaza dengan dalih mencari para sandera. Ratusan warga Palestina, termasuk tenaga kesehatan, ditangkap pasukan zionis meskipun belakangan tentara Israel memberikan klaim telah membawakan alat bantu darurat untuk bayi-bayi yang baru saja lahir.
Tentu saja, tindakan brutal para tentara Israel itu membuat dunia internasional berang, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan banyak negara yang mulai mengarahkan tuntutan kepada Israel sebagai pelanggar hukum perang, memutuskan total hubungan bilateral, dan melakukan boikot produk perdagangan.
Penderitaan warga Gaza belum berhenti. Kabar terbaru menunjukkan bahwa kini operasi militer menunjukkan gelagat dilanjutkan ke Gaza selatan. Ini ditandai dengan kian tapisnya bahan bakar minyak, terhentinya total layanan telekomunikasi dan internet, serta imbauan untuk evakuasi dari lokasi pengungsian. Namun, apakah serangan pasukan Israel tersebut memberikan hasil yang sepadan dengan tujuan mereka?

Pembalasan Israel
Israel merupakan negara dengan doktrin pertahanan yang sudah mengantisipasi pemahaman terhadap ancaman konvensional dan subkonvensional semakin berkurang, sedangkan ancaman non-konvensional (organisasi teroris, infrastruktur bawah tanah, senjata lintasan tinggi, dan lain-lain) meningkat dan munculnya ancaman dunia maya/siber.
Negara yang jauh (Iran) dan negara tetangga (Lebanon), negara dalam proses disintegrasi (Suriah); organisasi subnegara (Hezbollah, Hamas); kelompok militan yang tidak memiliki kaitan dengan negara atau komunitas tertentu (Jihad Islam Palestina, ISIS, dan lain-lain), semuanya telah dinyatakan sebagai ancaman berbahaya bagi negara Israel.
Ancaman oleh angkatan bersenjata reguler negara lain dinilai akan semakin berkurang, sedangkan ancaman dari organisasi subnegara atau komunitas tertentu justru akan meningkat. Disadari pula dalam doktrin yang dirilis Angkatan Bersenjata Israel pada Agustus 2015 itu bahwa ”musuh sudah diterjunkan dan bersatu dengan kawasan berpenghuni sehingga akan semakin menyulitkan langkah pasukan Angkatan Bersenjata Israel atau IDF (belfercentre.org)”.
Secara keseluruhan, isi doktrin mencerminkan langkah sistematis dan terukur militer Israel dalam menangani sebuah pertempuran untuk menetralisasi musuh dan mengembalikan posisi keunggulan Israel atas lawan. Tak ada cerminan panduan perlunya militer Israel menghabisi lawan dengan cara yang mereka lakukan terhadap Gaza saat ini.

Foto yang diambil pada 18 Januari 2018 memperlihatkan seorang anggota militer Israel mengawasi rombongan yang tengah melihat pintu masuk sebuah terowongan, yang diyakini digunakan kelompok Hamas, yang terletak di Kissufim, Israel selatan.
Tak lain dan tak bukan, serangan Israel bukan lagi dilakukan sesuai dengan doktrin pertahanan negara yang mereka miliki, tetapi lebih jauh didorong oleh keinginan untuk membalas sakit hati atas tindakan Hamas yang melakukan invasi di hari raya Yahudi pada 7 Oktober 2023 dan hingga kini masih menahan ratusan sandera dari berbagai kewarganegaraan.
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki pada pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York, AS, 24 Oktober 2023, mengenai konflik antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, Hamas, menyatakan bahwa perang yang dilakukan Israel ini tidak memiliki tujuan nyata, tetapi menghancurkan total di setiap tempat yang layak huni di Gaza.
”Perang ini tidak diarahkan oleh rencana militer, tidak ada norma yang dihormati. Semua aturan perang internasional dilanggar,” kata Maliki. Saat Menlu Maliki membacakan pembelaannya di depan sidang PBB, serbuan Israel baru berlangsung tiga minggu dan serangan darat belum dijalankan.

Bertahan
Di sisi lain, Hamas tampaknya masih mampu bertahan dan menyuarakan perlawanan dari tempat persembunyian. Seruan untuk melawan tak hanya diserukan kepada pejuang Palestina, tetapi juga kepada negara-negara yang selama ini memberi dukungan moral dan politik kepada Hamas.
Pejabat Hamas, Ismail Haniyeh, mengatakan bahwa pasukan perlawanan di Jalur Gaza siap menghadapi perang berkepanjangan dengan tentara Israel. Dalam rekaman pidatonya, Kamis (16/11/2023), Haniyeh memuji ketahanan rakyat Palestina dan koordinasi faksi-faksi perlawanan untuk membubarkan kemampuan tentara Israel dan melemahkannya di berbagai bidang.
”Jika musuh menginginkan pertempuran yang panjang, kapasitas kami lebih panjang dari musuh kami. Perlawanan kami akan menjadi kata penentu yang menunjukkan bahwa pasukan perlawanan terus memerangi musuh Zionis dan akan muncul sebagai pemenang,” kata Haniyeh sebagaimana dikutip berbagai media massa.

Petinggi Hamas Palestina, Ismail Haniyeh, berjabat tangan dengan Kepala Intelijen Mesir Khaled Fawzi di Gaza, 3 Oktober 2017.
Haniyeh mengungkapkan bahwa dunia akan menyaksikan sayap bersenjata Hamas, Brigade Al-Qassam, dan faksi-faksi perlawanan mengalahkan pendudukan Israel di Gaza, seperti yang mereka lakukan 18 tahun lalu ketika Israel diusir keluar dari Gaza pada 2005.
Meski tebersit semangat perjuangan dalam pidato Haniyeh, sulit dimungkiri bahwa keadaan saat ini semakin sulit bagi strategi Hamas dalam menghadapi agresi Israel. Iran telah menolak terlibat langsung membantu Hamas kecuali diserang terlebih dulu oleh Amerika Serikat atau Israel. Sementara negara-negara Arab terpecah dalam memberi dukungan dan bantuan politik kepada Hamas.
Baca juga: Perang Asimetris Hamas Vs Israel
Apalagi terungkap dari sejumlah dokumen, ternyata serangan Hamas ke perbatasan Israel pada 7 Oktober 2023 dilakukan tanpa koordinasi dengan negara-negara Arab, pemimpin Iran, bahkan kelompok Hezbollah di Lebanon. Mereka pun terperangah saat mendengar bahwa Hamas telah membunuh 1.200 orang Israel dalam serangan pendadakan tersebut.
Tak ayal, Hamas dalam kondisi bertahan saat ini di tengah deru serbuan mesin perang Israel. Mampukah organisasi yang diakui oleh warga Palestina sebagai satu-satunya organisasi yang berani membela mereka dari kekerasan tentara Israel ini bertahan dalam waktu ke depan? (LITBANG KOMPAS) (Bersambung)
Baca juga: Israel Sulit Hancurkan Hamas yang Gunakan Taktik Perang Gerilya