Gibran Rakabuming Raka, Sosok Mandiri atau Penerus Jejak Ayahnya?
Besarnya magnet politik Gibran akan mengujinya sebagai sosok mandiri atau hanya sekadar membawa nama besar sang ayah.
Menyandang atribut anak presiden membuat Gibran Rakabuming Raka memiliki daya tarik politik yang tinggi. Magnet politik ini sekaligus akan mengujinya sebagai sosok yang mandiri atau sekadar membawa nama besar sang ayah.
Panggung politik Pemilihan Presiden 2024 kembali menghadirkan kejutan. Melalui hasil kesepakatan semua ketua umum partai dalam Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto mengumumkan bahwa Gibran akan mendampinginya sebagai calon wakil presiden.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Publik sontak terkejut dengan keputusan ini. Terlebih lagi, nama Wali Kota Surakarta itu tengah menjadi pembicaraan hangat terkait kritik masyarakat terhadap putusan Mahkamah Konstitusi pada 16 Oktober 2023. Putusan MK tersebut membuat setiap kepala daerah yang terpilih dalam pemilu berhak mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres sekalipun belum berusia 40 tahun.
Meski diliputi berbagai kontroversi dan kesangsian dari masyarakat, Prabowo tetap yakin untuk mengajak Gibran bertarung dalam laga Pilpres 2024. Ini tentu menarik, apalagi seluruh ketua umum partai dalam Koalisi Indonesia Maju disebut mengusung Gibran secara ”final dan konsensus”. Apa sejatinya daya tarik yang dimiliki oleh putra sulung Jokowi ini?
Dari aspek usia, Gibran menjadi kandidat kontestan Pilpres 2024 paling muda dibandingkan lima kandidat lainnya. Meski demikian, ia ternyata telah menghimpun modal elektoralnya sejak masih belia. Tak dapat dimungkiri, statusnya sebagai anak salah satu politisi ternama republik ini cukup menguntungkannya.
Nama Gibran mulai dikenal oleh publik seiring meningkatnya ketenaran ayahnya, Joko Widodo sebagai Wali Kota Surakarta periode 2005-2012. Ketenaran tersebut terutama mulai meroket setelah Jokowi berhasil merelokasi pedagang kaki lima di kawasan Banjarsari, Surakarta, melalui pendekatan dialog yang persuasif. Berbekal nilai ”mengorangkan wong cilik” semacam itu, Jokowi dinilai memberikan terobosan di tengah pendekatan top-down yang cenderung lebih banyak dipakai oleh kepala daerah lainnya (Kompas, 1/3/2008).
Baca juga: Gibran dan Polemik Dinasti Politik
Meski ayahnya merupakan politisi yang kala itu tengah naik daun, Gibran lebih tertarik untuk menggeluti dunia bisnis. Ia pun lantas membuka usaha katering yang dinamainya Chilli Pari pada akhir 2010. Melansir dari Kompaspedia, Gibran memilih menggeluti usaha kuliner secara mandiri ketimbang meneruskan bisnis mebel ayahnya, CV Rakabu.
Darah pengusaha rupanya mengalir di nadi Gibran. Apalagi dirinya mengenyam pendidikan yang berkualitas di Singapura dan Australia. Lulusan program Insearch di University of Technology Sydney, Australia ini pun kemudian mampu mengembangkan Chilli Pari hingga menjadi wedding organizer yang menyediakan beragam rupa kebutuhan pernikahan.
Ekspansi bisnis
Tak mudah puas, Gibran terus melakukan ekspansi bisnis di tahun-tahun berikutnya. Setahun setelah ayahnya terpilih menjadi Presiden RI 2014-2019, Gibran melebarkan sayapnya dengan mengembangkan kuliner Martabak Kotta Barat atau biasa disingkat Markobar.
Di bawah inisiatifnya, usaha yang telah ada sejak tahun 1996 ini mendapatkan respons sangat positif dari para penggemar kuliner. Ini karena Gibran melakukan inovasi terhadap produk martabak manis sehingga tersedia delapan pilihan rasa. Sebagai generasi yang melek teknologi, ia pun piawai menggunakan media sosial sebagai sarana promosinya. Tak heran, gerai Markobar yang telah tersebar di 33 kota itu kerap dibanjiri pelanggan. Bahkan, ada suatu kala di mana para pelanggan rela mengantre hingga dua jam demi mencicipi martabak manis Markobar (Kompas, 4/3/2016).
Hingga 2023, setidaknya Gibran tercatat telah melahirkan 13 usaha. Hampir semuanya dirintis bekerja sama dengan adik kandungnya yang kini juga adalah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep. Sebagian besar di antaranya bergelut di bidang kuliner, sementara lainnya berfokus di ranah konfeksi jas hujan, jasa reparasi smartphone, hingga aplikasi pencari kerja.
Meski memiliki kepiawaian berbisnis, tidak semua usaha yang dikembangkannya berhasil dan sukses. Sejumlah usaha yang dirintisnya terpantau telah berhenti menyediakan produk dan layanan. Contohnya adalah Madhang Indonesia. Aplikasi perusahaan rintisan yang didirikan bersama adiknya pada 2017 itu kini tidak lagi bisa ditemukan di Google Playstore. Selain itu, sudah tiga tahun terakhir tidak ada unggahan baru di akun Instagram resminya, @madhang.id.
Baca juga: Dunia Maya Gibran Rakabuming Raka, Klimaks atau Antiklimaks?
Selain mentereng dengan gurita bisnisnya, Gibran juga menuai popularitas melalui pernikahannya dengan Putri Solo 2009, Selvi Ananda, yang dihelat pada tahun 2015. Ini karena lewat hajat besar itu, Gibran seakan menegaskan citra ayahnya yang sederhana dan merakyat.
Publik banyak mengapresiasinya karena tak ingin pernikahannya besar-besaran dan mewah. Gibran menolak menggunakan Istana Kepresidenan sebagai tempat perhelatan pesta. Ia pun tak mau dirinya diarak menggunakan kereta kencana. Kemudian, Gibran memilih mengurus segala macam keperluan pernikahannya secara mandiri melalui wedding organizer Chilli Pari miliknya (Kompas, 10/6/2015).
Selain menonjolkan kesederhanaan dan kemandirian, prosesi pernikahan Gibran dan Selvi menjadi momen baginya mendekatkan diri dengan masyarakat umum secara langsung. Kedekatan ini terutama tampak ketika sejumlah PKL dan pedagang biasa turut diundang menjadi tamu di resepsi pernikahan Gibran. Selain itu, tak kurang dari 250 penarik becak dilibatkan untuk mengantar tamu dari tempat parkir menuju tempat resepsi.
Gibran rupanya juga mengontrak sekitar 20 pedagang makanan di sekitar lokasi resepsi sebagai sajian bagi tamu selama proses akad dan resepsi. Bahkan, para pedagang yang tidak dikontrak juga diberikan kompensasi senilai Rp 1 juta oleh Gibran karena jalanan tempat mereka mencari nafkah ditutup selama proses pernikahan berlangsung (Kompas, 12/6/2015).
Bukannya menyurutkan minat publik, keengganan Gibran memegahkan diri dalam pernikahannya malah semakin menarik antusiasme masyarakat. Menjelang hari pelaksanaan, baik media massa dan media sosial ramai dengan pembicaraan serta pemberitaan terkait pernikahan Gibran. Intensnya minat khalayak ini juga dapat dilihat dari banyaknya jumlah wartawan, yakni sekitar 460 awak media, yang terdaftar untuk meliput pernikahan anak pertama Jokowi ini.
Setelah pesta pernikahannya usai, Gibran seolah kembali bersembunyi di balik kesibukan mengurus bisnisnya yang semakin membesar. Setahun kemudian, namanya sempat kembali mencuat ke publik kala kelahiran putra pertamanya dengan Selvi sekaligus cucu pertama Jokowi, Jan Ethes Srinarendra, pada Maret 2016. Sesekali kehangatan Gibran bersama anak dan istrinya turut terekam di kala media meliput aktivitas pribadi Jokowi bersama keluarga.
Persentuhan politik
Persentuhan Gibran dengan dunia politik dapat dikatakan mulai terjadi sekitar tahun 2017. Pada Agustus di tahun itu, Gibran bersama dengan ayahnya terekam makan siang bersama dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan calon gubernur DKI Jakarta 2017-2022 yang juga adalah putra sulung Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Momen santap siang di Istana Merdeka yang penuh keakraban itu kemudian dilanjutkan dengan pembicaraan empat mata antara Gibran dan AHY. Gibran menyampaikan bahwa sejatinya sudah lama hendak bertemu AHY, bahkan sampai meminta izin kepada ayahnya untuk bisa bertemu AHY (Kompas, 11/8/2017). Oleh banyak pihak, momen dua anak presiden ini dilihat sebagai wujud silaturahmi politik antara Jokowi dan SBY.
Selanjutnya, pada akhir 2018, Gibran tercatat mengeluarkan pandangannya terkait politik praktis kepada publik. ”Untuk menyentuh banyak orang, ya harus terjun ke dunia politik, menjadi pemimpin dan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang prorakyat,” demikian ungkap Gibran ketika menjelaskan mengenai pilihan ayahnya terjun ke politik praktis. Selain itu, Gibran bersama adiknya juga menyampaikan memiliki prinsip bahwa seseorang harus mapan secara mental dan ekonomi sebelum terjun ke politik praktis.
Baca juga: Gibran Diusulkan Cawapres, Jokowi: Orangtua Hanya Mendoakan dan Merestui
Pernyataannya ini termasuk yang paling awal setelah sekian lama dirinya dikenal menghindari pembicaraan tentang politik di depan umum. Apalagi Gibran tercatat beberapa kali membantah dirinya tertarik berpolitik praktis.
Siapa sangka, kurang dari setahun kemudian, Gibran secara terbuka menyampaikan keseriusannya terjun ke politik praktis. Hal ini terjadi pada 24 Oktober 2019, yakni ketika dirinya menyambangi kediaman Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri di Jakarta. Dalam keterangannya, Gibran menyatakan serius untuk maju dalam Pilkada Kota Surakarta tahun 2020.
Keinginan yang begitu kuat untuk menjadi calon kepala daerah, hingga bertemu secara langsung dengan ketua umum partainya, sontak mengejutkan banyak kalangan. Tak terkecuali Dewan Pimpinan Cabang PDI-P Kota Solo. Sebab, kala itu DPC PDI-P Kota Solo telah mengusung calon lainnya, yakni Achmad Purnomo, sesama kader partai dan kala itu tengah menjabat sebagai Wakil Wali Kota Solo.
Keduanya akhirnya melakukan fit and proper test di Dewan Pimpinan Pusat PDI-P di Jakarta pada waktu yang bersamaan. Namun, akhirnya restu Megawati jatuh kepada Gibran. Hal ini tertuang melalui pengumuman yang dibacakan pada 17 Juli 2020 oleh Puan Maharani, Ketua DPP PDI-P. Dalam pengumuman itu, Gibran bersama Teguh Prakosa secara resmi dinyatakan sebagai pasangan calon kepala daerah usungan PDI-P.
Meski demikian, Gibran tetap bersikukuh bahwa dirinya tidak maju karena faktor ayahnya. Jokowi pun juga berulang kali menegaskan bahwa peluang anaknya menjadi kepala daerah adalah melalui kompetisi yang dipilih oleh rakyat, bukan penunjukan.
Hasil Pilkada Kota Solo 2020 lantas menjadi bukti bahwa masyarakat Solo menginginkan Gibran untuk menjadi pemimpin mereka. Pasangan Gibran-Teguh menang telak dengan perolehan 86,5 persen atau 225.419 suara. Gibran-Teguh mengalahkan lawan mereka, Bagyo Wahyono-FX Supardjo yang memperoleh 35.113 suara.
Kiprah Wali Kota
Dengan hasil yang begitu memuaskan tersebut, Gibran dan Teguh pun dilantik sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Solo periode 2021-2025 pada 26 Februari 2021. Pelantikan semakin terasa istimewa karena dirinya memecahkan rekor menjadi Wali Kota Solo termuda sepanjang sejarah, yakni di usia yang ke-33 tahun.
Meski diliputi berbagai pencapaian, Gibran segera dihadapkan oleh permasalahan pandemi Covid-19 yang kala itu masih berkecamuk di Indonesia. Fokus kerja pertamanya sebagai wali kota adalah mempercepat vaksinasi supaya ekonomi di wilayahnya dapat segera pulih. Bahkan, karena kerap mengunjungi tempat-tempat rawan, seperti rumah sakit atau tempat isolasi pasien, Gibran tiga kali terpapar Covid-19.
Di luar giat melakukan kunjungan lapangan, Gibran terlihat berusaha membawa gaya baru dalam menjalani jabatan yang pernah diemban ayahnya satu dekade sebelumnya itu. Pembawaannya yang santai dan terkadang jenaka menjadi ciri khas yang konsisten dipertahankannya. Namun, di samping itu, Gibran juga tak segan bertindak tegas.
Hal ini tampak ketika Gibran tak segan memecat seorang lurah terkait kasus pungutan liar. Ia pun segera mengembalikan uang hasil pungli terhadap para korban senilai total Rp 11,5 juta (Kompas, 3/5/2021). Tindakan lain yang kerap berkesan di benak publik adalah aksi parkir mobil dinasnya dalam menyikapi sejumlah persoalan. Salah satunya adalah dalam kasus intoleransi di Makam Cemoro Kembar, Mojo, Pasar Kliwon, Surakarta, pada pertengahan 2021.
Baca juga: Gibran Diumumkan Jadi Cawapres Prabowo, FX Rudy: ”Yo Wis Ben”
Selain meminta warga lebih waspada terhadap indoktrinasi pengajaran intoleransi, Gibran meninggalkan mobil dinasnya berpelat nomor AD 1 A di dekat makam. Ketika ditanya, Gibran hanya berseloroh bahwa hal itu dilakukan supaya garasi rumahnya tak terlalu padat. Para pengamat menilai aksinya itu adalah simbol kehadiran dan keberpihakan yang diberikan Gibran dan pemerintah Kota Surakarta terhadap isu tersebut (Kompas, 29/6/2021).
Dalam memimpin kota kelahirannya itu, Gibran juga getol mengedepankan pembangunan infrastruktur. Sejumlah fasilitas publik Kota Solo yang rampung direvitalisasi pada masa jabatannya adalah Terminal Tirtonadi, Pasar Legi, dan Stadion Manahan. Namun, perlu diketahui bahwa anggaran revitalisasi fasilitas umum tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) karena dilakukan oleh kementerian terkait.
Sekalipun banyak pembangunan infrastruktur di Solo merupakan andil pemerintah pusat, itu bukan berarti Gibran hanya berpangku tangan. Gibran tercatat banyak melakukan serangkaian upaya untuk mempromosikan Kota Solo sebagai pusat penyelenggaraan berbagai event, mulai dari kebudayaan, seni, hingga olahraga.
Di kala pandemi masih menghantui, Gibran tetap mempertahankan pergelaran kegiatan-kegiatan kebudayaan supaya tetap berlangsung, seperti Solo Menari 2021. Ketika pandemi mulai mereda, Gibran semakin tancap gas mengembangkan pariwisata Solo. Hal ini salah satu dilakukannya dengan merevitalisasi Taman Satwa Taru Jurug yang bekerja sama dengan PT Taman Safari Indonesia. Destinasi baru lain yang diresmikan Gibran bagi Kota Surakarta antara lain adalah Masjid Raya Sheikh Zayed, Pracima Tuin Pura Mangkunegaran, dan Lonanta Bloc.
Konsistensi pembangunan pariwisata seperti ini lantas memberikan dampak positif terhadap tren kunjungan wisatawan. Berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, rata-rata jumlah wisatawan per bulan pada Januari-Mei 2023 mencapai 383.777 orang atau meningkat 81,9 persen dibandingkan tahun 2022.
Kemudian, di masa kepemimpinannya, Kota Surakarta sejatinya akan menjadi tuan rumah bagi setidaknya dua event olahraga kelas internasional, yakni ASEAN Para Games 2022 dan Piala Dunia U-20 2023. Sayang, FIFA memilih untuk membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 pada pengujung Maret 2023.
Meski batal menghelat event kelas dunia, keseriusan Gibran dalam membangun sektor pariwisata Solo ternyata menjadi strategi jitu dalam meningkatkan ekonomi warganya. Badan Pusat Statistik Kota Surakarta mencatat, pertumbuhan ekonomi meningkat dari 4,01 pada 2021 persen menjadi 6,25 persen di tahun 2022. Pertumbuhan sektor penyedia akomodasi dan makan minum, fondasi infrastruktur pariwisata, juga tergolong cukup besar, yakni sebesar 43,6 persen di kurun waktu yang sama.
Dengan segenap pencapaiannya membangun Solo, ditambah dengan popularitasnya di tengah masyarakat, Gibran pun perlahan mulai menjadi magnet politik. Dalam survei periodik Litbang Kompas pada April 2021, Gibran tercatat mulai memiliki tingkat keterpilihan sebagai calon presiden sebesar sekitar 1 persen.
Lantas, pada survei Program Studi Magister Administrasi Publik Universitas Slamet Riyadi Surakarta (Unisri), kinerja Gibran dan Teguh selama setahun sejak menjabat dinilai memuaskan oleh warganya. Setidaknya nilai rata-rata yang diberikan oleh 550 responden survei adalah 79,3 yang masuk dalam kategori baik (Kompas.id, 18/2/2022).
Magnet politik
Popularitas dan penerimaan publik yang cukup baik bagi politisi muda ini rupanya menjadi perhatian para elite politik nasional. Menjelang pertengahan 2023, Gibran mulai sibuk menerima dan menjamu para tamu, mulai dari menteri, kepala daerah, dan tokoh politik. Semua calon presiden dalam Pilpres 2024 pun tercatat pernah menemui Gibran secara langsung di Surakarta.
Selain karakternya yang khas dan kiprahnya membangun Surakarta, daya tarik utama Gibran terletak pada tiga aspek yaitu regenerasi, rekonsiliasi, dan kemudian legacy. Tak dapat dimungkiri, selain regenerasi, dua aspek lainnya memang memiliki kaitan yang erat dengan statusnya sebagai anak Presiden Jokowi (Kompas, 22/10/2023).
Baca juga: Mencari Batas Kebenaran Mahkamah Konstitusi
Terlepas dari semua itu, Gibran merupakan sosok fenomenal dalam panggung perpolitikan republik ini. Hanya dalam kurun waktu kurang dari tiga tahun, dirinya telah mampu merebut lampu sorot politik nasional.
Menariknya, entah disengaja atau tidak, jejak langkah yang ditorehkannya tampak serupa dengan ayahnya. Keduanya sama-sama mengawalinya dengan membangun fondasi bisnis yang kuat. Setelah itu, anak dan ayah ini juga sama-sama menjadi kepala daerah bagi kota kelahiran mereka, Surakarta. Karier politik mereka pun juga melesat melalui satu partai politik yang sama, yakni PDI-P.
Kemudian, baik Gibran maupun Jokowi juga memiliki persona merakyat dan sederhana yang berkesan di mata publik. Pembangunan ekonomi yang berfokus pada infrastruktur dan pariwisata pun tampak menjadi pola khas kepemimpinan bagi keduanya.
Kesamaan seperti ini semakin menarik mengingat bahwa dirinya pernah berujar tidak mau bergantung pada status ayahnya sebagai tokoh politik berpengaruh di republik ini. Berulang kali dirinya mencoba membuktikan bahwa ia bisa mandiri, lepas dari bayang-bayang ayahnya.
Kini, dengan atribut bakal cawapres yang juga merupakan anak presiden, Gibran memiliki waktu hingga empat bulan ke depan untuk membuktikan kepada publik bahwa kualitas dirinya berasal dari dirinya sendiri, bukan orang lain, terlebih ayahnya. Pencalonan Gibran juga akan menguji konsistensi ujarannya pada pengujung 2018 bahwa keputusannya untuk terjun ke dunia politik didasari pada dorongan menjadi pemimpin, supaya dapat menyentuh dan membantu lebih banyak orang, melalui kebijakan-kebijakan yang prorakyat. (LITBANG KOMPAS)