Angkutan Massal, Solusi Reduksi Emisi Karbon Sektor Transportasi
Program BTS menjadi ”role model” yang relatif baik untuk mengembangkan pelayanan transportasi darat agar masyarakat mau beralih menggunakan angkutan umum.

Petugas menyiapkan bus Trans Banyumas koridor 3 di Terminal Bus Bulupitu, Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Selasa (7/12/2021).
Pemerintah semakin serius mendorong reduksi emisi karbon pada sektor transportasi darat. Sejumlah sarana dan prasarana pendukung transportasi darat direncanakan akan segera diimplementasikan agar target pengurangan emisi karbon dapat segera terealisasi. Kendaraan angkutan massal menjadi salah satu prioritas untuk terus dikembangkan di sejumlah daerah.
Dalam mendukung komitmen Net Zero Emission global 2050, Indonesia merencanakan reduksi emisi karbon yang tertuang dalam dokumen (NDC). Dokumen rencana jangka menengah ini selanjutnya diunggah ke dalam rencana aksi Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB, UNFCCC, sebagai upaya nyata Indonesia dalam mengurangi gas rumah kaca (GRK) global.
Hingga tahun 2030 nanti, NDC Indonesia berencana mereduksi emisi karbon di sejumlah sektor. Terdiri dari sektor energi; limbah; industrial processing and product use (IPPU); pertanian; dan kehutanan. Pada tahun 2030 nanti diperkirakan emisi karbon Indonesia akan mencapai 2.869 juta ton CO2. Emisi ini dihitung secara Business as Usual (BaU) atau tanpa adanya upaya reduksi emisi karbon.
Dengan adanya target NDC, emisi karbon nasional akan ditekan hingga 31,89 persen lebih rendah dari estimasi BaU pada tahun 2030. Skenario reduksi ini dengan asumsi usaha Indonesia sendiri tanpa adanya bantuan asing. Namun, apabila upaya reduksi emisi karbon itu melibatkan bantuan asing, target reduksinya naik menjadi 43,2 persen. Dengan target tersebut, NDC tanpa bantuan asing diskenariokan susut menjadi 1.953 juta ton CO2 dari baseline BaU. Untuk NDC dengan bantuan asing berkurang lebih banyak lagi menjadi 1.632 juta ton CO2.
Baca juga: Tantangan Penerapan Kebijakan Reduksi Emisi Karbon
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F09%2F02%2F2e93fd77-d125-4f13-a99a-29cb27ecdd53_jpg.jpg)
Pemandangan polusi cuaca di sekitar Jakarta pada siang hari, Sabtu (2/9/2023). Berdasarkan Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta dalam situs IQAir pada Sabtu (2/9/2023) pukul 08.00 WIB, indeks kualitas udara untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat, yakni berada di angka 177 dengan konsentrasi parameter PM 2.5. Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 21,1 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO. Kondisi tersebut tak berbeda jauh dengan indeks kualitas udara pada beberapa hari sebelumnya.
Dengan enhanced NDC tersebut, diharapkan skenario membatasi kenaikan suhu global tidak lebih dari 1,5 dapat tercapai. Dengan demikian, karbon netral Indonesia yang ditargetkan baru tercapai pada tahun 2060 nanti dapat dipercepat realisasinya. Tentu saja, target jangka menengah dalam NDC itu selanjutnya akan diteruskan dengan target Long Term Strategy on Low Carbon and Climate Resilence (LTS-LCCR) hingga tahun 2050. Dengan rencana jangka menengah dan panjang itu, reduksi emisi karbon diskenariokan dapat ditekan serendah mungkin mendekati kondisi nol atau netral.
Energi dan transportasi
Pada tahun 2030 nanti, diperkirakan sektor energi menjadi salah satu sektor penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia. Tanpa adanya upaya reduksi (BaU), kontribusi emisi karbon sektor energi akan mencapai 1.669 juta ton. Polutan GRK itu selanjutnya direncanakan akan direduksi dengan usaha sendiri hingga susut menjadi 1.311 juta ton. Pemerintah juga berupaya membuka peluang kerja sama dengan pihak asing sehingga target reduksi emisi GRK sektor energi dapat ditekan lebih kecil lagi menjadi 1.223 juta ton pada tahun 2030.
Berdasarkan laporan Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring, Pelaporan, Verifikasi (MPV), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2020 menunjukkan ada 10 kategori sektor energi yang menyumbang emisi karbon di Indonesia. Tiga terbesar kontributornya terdiri dari kategori pembangkit listrik yang menyumbang emisi karbon hampir 44 persen, kategori transportasi (26,44 persen), dan kategori industri pengolahan (17,76 persen). Untuk enam kategori bidang energi lainnya masing-masing memberikan kontribusi berkisar 0-4 persen.
Deskripsi data tersebut menunjukkan bahwa reduksi emisi GRK, khususnya untuk ketiga kategori bidang energi, seperti pembangkit listrik, transportasi, dan industri, sangat krusial untuk segera dilakukan. Besarnya sumbangan emisi GRK-nya harus segera dimitigasi agar tidak menimbulkan beban polusi lingkungan di masa depan.
Sejumlah upaya mitigasi untuk ketiga kategori penyumbang emisi karbon bidang energi itu sudah mulai dilaksanakan pemerintah saat ini. Salah satu yang kian intensif adalah upaya reduksi emisi GRK di bidang transportasi. Hal ini terlihat dari upaya reduksi yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 8 Tahun 2023 tentang Penetapan Aksi Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Transportasi untuk Pencapaian Target Kontribusi yang Ditetapkan secara Nasional.
Baca juga: Pentingnya Pembangunan Infrastruktur Transportasi Massal di ASEAN
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F07%2F28%2Fd85a08cc-1be4-48ff-b31a-5bf37664076c_jpg.jpg)
Kemacetan di Jalan Tol Dalam Kota Jakarta saat jam pulang kerja, Jumat (28/7/2023). Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyatakan, sebanyak 75 persen polusi udara di Jakarta berasal dari emisi kendaraan bermotor roda dua dan roda empat. Transportasi umum yang makin banyak dan terkoneksi diharapkan bisa membuat masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
Keputusan Menteri Perhubungan itu mencakup upaya mitigasi emisi karbon di seluruh bidang transportasi, baik transportasi darat, laut, maupun udara. Transportasi darat mencakup angkutan berbasis jalan raya dan kereta api yang terdiri dari 17 aksi mitigasi. Untuk transportasi kelautan meliputi 10 upaya aksi, dan 11 aksi mitigasi untuk bidang transportasi udara.
Dengan adanya regulasi tersebut, pemerintah berupaya melakukan upaya reduksi emisi karbon di sektor transportasi dengan lebih tertata, memiliki tahapan yang jelas, dan menghasilkan dampak yang nyata bagi lingkungan. Pemerintah dapat melakukan serangkaian skenario rencana, pemantauan, pengumpulan data aksi mitigasi, penghitungan dan analisis, serta melakukan evaluasi terhadap upaya-upaya mitigasi di berbagi sektor kegiatan transportasi. Harapannya, dengan regulasi tersebut dapat menjadi payung hukum untuk mengakselerasi reduksi emisi karbon sektor transportasi di seluruh Indonesia.
Transportasi darat
Sektor transportasi yang direncanakan akan masif berubah dan mudah terlihat oleh masyarakat adalah bidang transportasi darat. Bidang ini akan dikembangkan di sejumlah daerah dengan tujuan utamanya agar masyarakat mau beralih dari kendaran pribadi ke transportasi umum.
Di antaranya terdiri dari pengembangan angkutan umum perkotaan berbasis jalan raya di 10 kota di Indonesia, pengembangan kawasan transit oriented development (TOD), wilayah non-motorizes transport di Jabodetabek, dan pemanfaatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Selain itu, ada pula rencana aksi penerapan electronic road pricing (ERP), pengembangan bus pool, peremajaan angkutan umum, serta pemanfaatan bahan bakar alternatif pada angkutan umum dan angkutan barang.
Dari sejumlah rencana aksi tersebut, secara tidak langsung pemerintah berupaya mendorong masyarakat agar kian minim memproduksi emisi karbon dalam mobilitas hariannya. Salah satu yang ditawarkan pemerintah adalah melalui penyediaan angkutan massal yang andal dan nyaman bagi para penggunanya. Di wilayah Indonesia, angkutan massal yang relatif pas dikembangkan pelayanannya di sejumlah daerah adalah angkutan umum berbasis jalan raya. Pasalnya, tidak semua daerah memiliki infrastruktur rel kereta api, pelabuhan laut, dan bandara udara.
Oleh karena itu, pemerintah akan berupaya mendorong penyediaan fasilitas angkutan massal berupa bus umum yang dapat melayani masyarakat secara luas. Bus umum ini dioptimalkan untuk pelayanan masyarakat kota, tetapi bila memungkinkan akan memperluas akses jaringannya hingga wilayah perdesaan dan juga daerah-daerah di sekitarnya.
Baca juga: Tarif Khusus Biskita Transpakuan Ditetapkan Rp 2.000
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F06%2F09%2F3eba4fb3-b8c7-4016-abb0-861f06b27c1d_jpg.jpg)
Bus Rapid Transit (BRT) Trans Metro Dewata sebagai program buy the service (BTS) angkutan publik di Kota Denpasar dan kawasan aglomerasi Sarbagita di Bali. Suasana di kawasan Sentra Parkir Kuta, Badung, yang termasuk koridor layanan bus Trans Metro Dewata, Kamis (9/6/2022).
Ke-10 kota yang dioptimalkan pengembangan angkutan umum berbasis jalan di Indonesia adalah Kota Medan, Palembang, Surakarta, Bandung, Banyumas, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, dan Makassar. Program yang dikembangkan di 10 kota sejak tahun 2020 ini dinamakam buy the service (BTS). Program BTS ini memanfaatkan teknologi digital agar memberikan kemudahan dan informasi secara real time kepada para pengguna jasa layanan. Jadi, konsumen dapat melihat posisi kendaraan berikut jadwal kedatangan dan juga lokasi halte terdekat untuk mengaksesnya.
Gayung pun bersambut, tampaknya animo masyarakat terhadap program BTS itu terus meningkat signifikan. Pada Agustus 2022, total jumlah penumpang BTS di 10 kota di Indonesia mencapai kisaran 26 juta orang. Padahal, pada awal tahun, yakni pada Januari 2022, jumlah penumpangnya masih sekitar 1,3 juta orang. Surakarta merupakan kota dengan jumlah penumpang BTS terbanyak untuk saat ini karena rata-rata mengangkut penumpang sekitar 18.000 orang sehari. Bahkan, pada hari libur angkanya melonjak hingga 21.000 penumpang. Sebaliknya, Surabaya merupakan kota dengan jumlah penumpang BTS terkecil, dengan jumlah penumpang sekitar 2.700 orang sehari. Angka ini tidak terpaut jauh dengan Kota Yogyakarta yang masih mengakut penumpang per hari sekitar 2.600 orang. Untuk kota-kota lainnya, armada BTS cukup menarik animo masyarakat cukup tinggi dengan jumlah penumpang berkisar 4.000-6.000 orang sehari.
Pelan tetapi pasti, program BTS ini tampaknya akan menjadi role model yang baik dan dapat dikembangkan di seluruh kota-kota di Indonesia. Dengan dukungan kebijakan yang kuat serta pelayanan yang andal, harapan untuk mendorong masyarakat agar mau beralih menggunakan angkutan umum adalah sebuah keniscayaan. BTS merupakan salah satu ikhtiar pemerintah agar reduksi emisi karbon sektor transportasi dapat tereduksi secara akseleratif. (LITBANG KOMPAS)