Menakar Pilihan Perempuan terhadap Bakal Capres di Pemilu 2024
Dinamika pilihan bakal calon presiden di kalangan perempuan relatif masih cair. Pilihan perempuan masih tertuju pada tiga sosok bakal calon presiden, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan.
Oleh
MB DEWI PANCAWATI
·5 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pemilih mencelupkan jari ke dalam tinta saat simulasi Pemilu 2019 di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Survei Kompas periode Agustus 2023 memotret selisih jarak keterpilihan antara Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto relatif tipis, sedangkan selisih keduanya dengan Anies Baswedan relatif lebih berjarak. Dari tiga nama bakal calon presiden atau capres tersebut, Ganjar relatif masih unggul di kalangan perempuan dibandingkan dengan Prabowo ataupun Anies.
Tren keterpilihan Ganjar di kalangan perempuan meningkat tipis dibandingkan dengan survei periode Mei 2023, yaitu dari 20,8 persen menjadi 21,6 persen. Peningkatan dukungan suara perempuan juga terlihat pada Prabowo yang meningkat dua kali lipat dibandingkan peningkatan pemilih Ganjar, yakni 1,7 persen.
Hal ini menyebabkan elektabilitas Ganjar dan Prabowo di kalangan perempuan semakin tipis jaraknya pada survei Agustus 2023. Jika dipantau dari tiga kali survei sejak Januari 2023, jarak dukungan perempuan pada Ganjar dan Prabowo semakin dekat, dari 6,1 persen lalu menjadi 1,8 persen, dan kini hanya selisih 0,9 persen.
Sementara elektabilitas Anies di kelompok perempuan pemilih justru menurun sebesar 1,5 persen menjadi 13,5 persen. Padahal, pada survei Mei 2023 sudah meningkat 2,5 persen dibandingkan survei Januari 2023.
Dari tiga besar bakal capres, terlihat elektabilitas Anies paling rendah. Namun, jika dibandingkan dengan laki-laki pemilih pada tiga besar bakal capres, perempuan yang memilih Anies justru lebih tinggi (53,2 persen). Ganjar dan Prabowo cenderung lebih unggul pada laki-laki pemilih.
Besar dukungan itu memang masih sangat dinamis. Orientasi pilihan sementara juga masih pada sosok bakal capres, belum melihat siapa bakal calon wakil presidennya.
Konstelasi politik dengan perubahan peta koalisi partai politik juga masih potensial memengaruhi pergeseran pilihan di kalangan pemilih, termasuk perempuan pemilih. Bergabungnya Partai Golkar dan Partai Amanat Nasional (PAN) ke dalam barisan pendukung Prabowo membuat peta politik berubah.
Bergabungnya Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang kemudian membuat nama koalisi berubah, dari Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) menjadi Koalisi Indonesia Maju, membuat PKB yang semula berada dalam barisan pendukung Prabowo keluar dari koalisi itu dan bergabung bersama Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mengusung Anies sebagai bakal capres. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar pun dipilih sebagai bakal cawapres mendampingi Anies.
Pertanyaannya kemudian, apakah dipasangkannya Muhaimin menjadi bakal cawapres Anies akan dapat menarik suara perempuan pemilih dari PKB yang sebelumnya mendukung Prabowo?
Survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 memotret seberapa besar peluang perubahan arah dukungan perempuan pemilih. Jika diselisik lebih dalam, sumbangan perempuan dari kelompok pemilih Anies hanya 2,2 persen yang disumbang dari perempuan pemilih PKB.
Sementara dari kelompok perempuan pemilih Ganjar, sebanyak 8,2 persen disumbang dari pemilih PKB dan Prabowo terekam mencapai 11,9 persen. Sumbangan perempuan pemilih PKB ke Prabowo yang tercatat lebih besar dibandingkan Anies dan Ganjar boleh jadi tak lepas dari koalisi PKB dan Gerindra yang sudah dijajaki sejak Agustus 2022 meskipun kemudian berpisah jalur politik.
Jika dilihat dari sisi total perempuan pemilih pendukung PKB, survei Litbang Kompas periode Agustus 2023 memotret hanya 4,3 persen yang memberikan dukungan kepada Anies. Sementara Prabowo dipilih sepertiga pendukung PKB (36,2 persen) dan Ganjar seperempatnya (25,5 persen).
Dengan demikian, jika diasumsikan perempuan pemilih pendukung PKB mengikuti haluan politik partainya yang bergabung bersama Anies, hal itu bisa berpotensi menggerus dukungan perempuan pemilih dari partai ini kepada Prabowo.
Di sisi lain, dipasangkannya Muhaimin menjadi bakal cawapres untuk Anies membuat Partai Demokrat pecah kongsi dengan Koalisi Perubahan dan kemudian mendukung Prabowo. Lalu, apakah dinamika politik yang terjadi sekarang ini akan menimbulkan potensi terjadinya pergeseran dukungan perempuan pendukung Partai Demokrat dengan PKB?
Jika diasumsikan perempuan pemilih mengikuti arah koalisi partai politik pilihannya, dari pendukung Anies, ada potensi kehilangan dukungan perempuan pemilih dari Partai Demokrat sebesar 17,2 persen.
Sementara pendukung Prabowo ada potensi kehilangan dukungan perempuan pemilih dari PKB sebesar 11,9 persen. Hal yang sama bisa terjadi dengan berpindahnya arah dukungan perempuan pemilih Demokrat dari yang sebelumnya memilih Anies.
Potensi pergeseran pilihan ini menjadi potret masih dinamisnya pilihan politik pemilih, termasuk dari kalangan perempuan yang masih bimbang atau belum menentukan pilihan.
Apalagi, sampai saat ini baru Anies-Muhaimin yang sudah mendeklarasikan sebagai bakal pasangan capres-cawapres. Adapun Ganjar dan Prabowo belum memutuskan siapa cawapres yang dipilihnya.
Survei Litbang Kompas Agustus 2023 menunjukkan, paket pasangan sosok presiden dan wakil presiden lebih menjadi referensi pemilih dalam menentukan pilihan di bilik suara nanti.
Hal ini juga dinyatakan enam dari 10 perempuan dalam survei ini. Seperempat bagian perempuan pemilih di survei ini akan menentukan pilihannya berdasarkan sosok presiden dan hanya 3 persen yang mempertimbangkan sosok wakil presidennya.
Meskipun potensi pergeseran masih bisa terjadi, ketiga bakal capres, baik Anies, Ganjar, maupun Prabowo, sama-sama memiliki pemilih loyal. Pendukung-pendukung militan ini sangat loyal dengan pilihan capresnya, tidak peduli siapa cawapresnya dan partai apa saja yang mengusungnya.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Suasana simulasi pemungutan suara dalam acara Simulasi Pemilu 2019: Perempuan Memilih, di Jakarta, Sabtu (6/4/2019).
Survei menunjukkan, sebanyak 36,2 persen perempuan pemilih menyatakan sudah bulat dengan pilihan capresnya, Ganjar memiliki loyal voters dari perempuan pemilih paling tinggi, yaitu 36,6 persen, diikuti Prabowo 30,5 persen, dan Anies 23,2 persen.
Di sisi lain, 28 persen perempuan pemilih mengakui masih bimbang atau masih bisa berubah dalam menentukan pilihan capresnya (swing voters). Pemilih Prabowo yang masih ragu-ragu dengan pilihannya sebanyak 31,9 persen, sedangkan pemilih Ganjar 27,2 persen. Sementara pemilih Anies, meski loyal voters-nya terendah, swing voters-nya paling kecil, yaitu 17,3 persen.
Selain merawat pemilih loyalnya, merebut simpati dan perhatian swing voters menjadi pekerjaan rumah bagi masing-masing bakal capres dan koalisi partai pengusungnya.
Bagaimanapun, ketika pergeseran koalisi masih berpeluang terjadi, kelompok pemilih yang bimbang pun menjadi makin bimbang dengan pilihan politiknya.
Memastikan koalisi dan pasangan cawapres menjadi momentum untuk menarik insentif elektoral dari mereka yang masih wait and see dengan konstelasi politik saat ini. (LITBANG KOMPAS)