Krisis Liga 1, Mengapa Tribune Penonton Makin Sepi?
Liga 1 telah berjalan selama tujuh musim sejak 2017. Rata-rata jumlah penonton yang hadir di stadion ternyata menurun dari musim ke musim.

Suporter Persebaya Surabaya saat peresmian Shopee Liga 1 2020 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2/2020). Shopee Liga 1 2020 diikuti oleh 18 tim.
Liga 1 telah berjalan selama tujuh musim. Kasta kompetisi sepak bola teratas Indonesia tersebut kembali bergulir sejak tahun 2017, setelah berakhirnya hukuman pembekuan PSSI oleh FIFA akibat intervensi pemerintah selama tahun 2015-2016. Liga 1 berkembang menjadi penarik utama minat penggemar sepak bola di Indonesia.
Selama perjalanan semenjak kembali bergulir hingga musim terkini, Liga 1 tampak semarak karena menarik kehadiran penonton yang masif. Akan tetapi, berdasarkan data kehadiran penonton yang dirangkum PT Liga Indonesia Baru, antusiasme penonton makin meredup. Rata-rata kehadiran penonton pada tiap pertandingan ternyata menurun dari musim ke musim.
Musim 2018 menjadi musim paling banyak penonton di Liga 1 dengan total 3,076 juta penonton. Kembalinya klub-klub bersejarah, seperti Persebaya Surabaya dan PSIS Semarang, ke kasta tertinggi Liga Indonesia turut mendorong tingginya animo penonton untuk hadir di stadion. Pertandingan Persija melawan Mitra Kukar, yang menjadi penutup musim dan dihadiri 68.753 penonton di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), mencatatkan jumlah penonton terbanyak selama musim tersebut.
Momentum positif pertumbuhan jumlah penonton gagal dijaga pada musim 2019. Total penonton mengalami penurunan 7,41 persen dari musim sebelumnya. Meski demikian, kehadiran tertinggi justru terjadi pada musim ini, yakni pada pertandingan Persija Jakarta melawan Persib Bandung dengan 70.136 penonton.
Tren penurunan kembali terjadi pada musim 2020. Pembukaan liga yang berlangsung meriah dan diharapkan membangkitkan animo publik sepak bola mengalami kondisi sebaliknya akibat pandemi Civid-19.
Musim 2020 resmi dihentikan pada 20 Januari 2021 setelah tertunda hampir tujuh bulan dan hanya berlangsung hingga pekan ketiga. Setelah pandemi, Liga 1 bergulir dengan sistem bubble match. Semua pertandingan dilaksanakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Bali. Liga 1 kembali dapat dihadiri penonton pada musim 2022-2023.

Panser Biru, sebutan untuk pendukung PSIS Semarang, mendatangi Stadion Jatidiri di Kecamatan Gajahmungkur, Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu (2/10/2022).
Tren penurunan penonton mulai 2019
Fluktuasi jumlah kehadiran penonton di stadion ini dipengaruhi oleh beberapa kejadian dalam perjalanan penyelenggaraan Liga 1. Situasi keamanan di stadion yang masih belum terjamin, stadion kandang beberapa klub yang tidak menetap, performa klub yang buruk, hingga kenaikan harga dan perubahan tata cara pembelian tiket menjadi pemicu menurunnya animo penonton ke stadion.
Musim 2022-2023 menjadi musim paling minim penonton bagi sebagian besar klub. Kondisi ini wajar karena menjadi musim pertama penonton kembali diizinkan untuk datang ke stadion meski dibatasi hanya 75 persen kapasitas. Namun, pandemi tidak menjadi faktor tunggal menurunnya jumlah penonton. Rata-rata penurunan jumlah penonton pada semua klub Liga 1 musim 2022-2023 tercatat minus 27,6 persen. Beberapa klub bahkan mengalami penurunan sebelum pandemi.
Arema FC, Persebaya, dan Persib mulai mengalami tren penurunan itu pada peralihan musim 2018 ke musim 2019. Menariknya, ada kesamaan faktor yang mengakibatkan ketiga klub ini mengalami penurunan rata-rata penonton, yakni sanksi laga tanpa penonton akibat insiden yang terjadi baik sebelum maupun setelah pertandingan. Pelanggaran ketertiban dan keamanan pertandingan yang terjadi menjadi dasar bagi Komisi Disiplin PSSI untuk menjatuhkan sanksi.
Baca juga : Saatnya Suporter Tidak Dianaktirikan
Persib merasakan pahitnya laga usiran akibat insiden di luar Stadion Gelora Bandung Lautan Api saat mereka menjamu Persija yang menewaskan seorang pendukung Persija pada 23 September 2018. Akibat kejadian itu, Persib harus terusir dari Bandung dan berkandang di Bali selama sisa musim 2018. Begitu juga Arema FC, mereka terkena sanksi tanpa penonton di sisa laga pada musim yang sama akibat kericuhan yang dipicu penonton turun ke lapangan seusai mereka meladeni Persib di Stadion Kanjuruhan, Malang.
Persebaya menerima hukuman laga tanpa penonton akibat kerusuhan di Gelora Bung Tomo setelah takluk kepada tamunya, PSS Sleman, pada paruh kedua musim 2019 dan terpaksa melanjutkan sisa pertandingan kandangnya di Stadion Batakan, Balikpapan.
Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 semakin membuat perjalanan industri sepak bola yang terpuruk selama pandemi kian merana. Liga 1 dihentikan untuk evaluasi pengamanan dan manajemen pelaksanaan pertandingan sekitar dua bulan. Selain itu, Liga 2 batal digelar yang mengakibatkan klub-klub Liga 2 harus memutar otak untuk menyelesaikan tanggung jawab gaji kepada pemainnya. Musim 2022-2023 yang digadang sebagai momen kebangkitan kompetisi pascapandemi justru harus menjadi musim paling sepi selama penyelenggaraan Liga 1.
Dampak Tragedi Kanjuruhan paling keras menghantam Arema FC yang mengalami penurunan jumlah penonton paling banyak akibat sanksi bertanding tanpa penonton hingga akhir musim. Arema FC pernah mengalami tingginya animo penonton pada paruh pertama musim 2022-2023 karena laga kandang melawan klub besar Persija, Persib, dan Persebaya. Total penonton pada tiga pertandingan tersebut mencapai 102.674 orang. Pertandingan melawan Persebaya mencatatkan penjualan tiket tertinggi, hingga 42.156 lembar, melebihi kapasitas tribune Stadion Kanjuruhan sebanyak 38.000 penonton.
Arema FC takluk di kandang kala meladeni ketiga tim tersebut, dan puncaknya terjadi saat Persebaya memutus catatan tak pernah menang di Malang selama 23 tahun. Kerusuhan yang merenggut 135 jiwa terjadi pascapertandingan. Arema FC hingga kini terpaksa berkandang di Gianyar setelah Stadion Kanjuruhan ditutup. Animo publik Malang untuk kembali ke tribune sirna dan membuat performa Arema FC di kompetisi lesu tanpa kehadiran pendukungnya.

Petugas steward mengarahkan penonton di salah satu tribune Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, saat laga Piala AFF 2022 antara Indonesia dan Kamboja, Jumat (23/12/2022). Laga itu menjadi pertandingan pertama di Indonesia yang dihadiri penonton seusai Tragedi Kanjuruhan.
Keamanan dan ketertiban penonton di dalam stadion menjadi salah satu indikator utama keberhasilan penyelenggaraan pertandingan sepak bola. Dalam konteks sepak bola sebagai industri, pertandingan sepak bola adalah produk yang ditawarkan kepada publik untuk dinikmati.
Klub mendapatkan pemasukan melalui penjualan tiket pertandingan. Maka, jaminan keamanan dan kenyamanan penonton menjadi nilai jual klub selain nama besar. Kapabilitas dan kualitas klub dibuktikan tidak hanya dengan bermain apik di atas lapangan hijau, tetapi juga lewat manajemen pertandingan yang mumpuni.
Situasi yang dialami Persib, Persebaya, dan Arema FC menjadi contoh bagaimana kenyamanan dan keamanan pertandingan berpengaruh bagi kehadiran penonton di stadion. Meskipun ketidakhadiran penonton disebabkan sanksi, persepsi yang terbentuk bahwa keamanan pertandingan sepak bola tidak terjamin membuat minat publik untuk hadir menyaksikan pertandingan sepak bola turun. Padahal, industri sepak bola perlu menghadirkan penggemar baru. Mereka hadir lewat regenerasi dari generasi penggemar sebelumnya. Tribune stadion sudah selayaknya ramah pada semua kalangan.
Harapan akan stadion yang ramah untuk semua kalangan kini sedang diupayakan oleh beberapa klub. Persis Solo, contohnya, menempatkan petugas steward di tribune untuk membantu menertibkan penonton yang memanjat pagar, merokok, dan menyalakan flare. Persebaya kini mengalokasikan satu bagian tribune ekonomi Gelora Bung Tomo sebagai tribune keluarga.

Pemeriksaan penonton yang kian ketat dan pengetatan penjualan tiket diterapkan oleh PSS Sleman. Sementara Persib melakukan pembenahan sistem pembelian tiket dan pemblokiran bagi penonton yang ketahuan melanggar aturan di stadion meski hal itu menuai reaksi keras dari beberapa kelompok pendukungnya. Upaya-upaya klub tersebut muncul di tengah kebijakan PT Liga Indonesia Baru melarang kehadiran pendukung tim tandang pada musim ini.
Selain keamanan pertandingan yang masih terus dibenahi, stadion kandang klub yang sering berpindah atau tidak dapat digunakan menjadi alasan lain penurunan jumlah penonton. Saat ini, hampir semua klub sepak bola di Indonesia tidak memiliki stadion sendiri sehingga harus menggunakan stadion milik pemerintah daerah.
Beberapa klub mampu menyiasatinya dengan melakukan kontrak pengelolaan jangka panjang dengan pemerintah, sementara yang lain masih menyewa per pertandingan. Idealnya klub mengelola dan menggunakan secara eksklusif stadion kandangnya sebagai salah satu modal utama dalam industri olahraga.
Bali United dan Persebaya adalah beberapa klub yang mengalami masa ”pengungsian” ketika kandang mereka direnovasi untuk persiapan Piala Dunia U-20 yang batal digelar. Kedua klub tersebut kembali ke kandang setelah Piala Dunia U-20 dipastikan batal.
Pada kasus lain, PSM Makassar harus melakoni laga kandang di Gelora BJ Habibie, Kota Parepare, karena Stadion Mattoanging kini dalam kondisi rusak parah dan terbengkalai. Sementara Persija yang notabene adalah klub Ibu Kota sering kali harus melakoni laga kandang di luar DKI Jakarta karena kendala perizinan untuk bermain di SUGBK.
Akibat perpindahan kandang, Bali United dan Persebaya mengalami penurunan penjualan tiket yang tajam pada musim 2022-2023. Bali United mengalami penurunan hingga minus 376 persen dari rata-rata jumlah penonton kandang mereka pada musim 2019. Bali United sementara berkandang di Stadion Maguwoharjo, Sleman, yang jauh dari basis mereka di Bali sehingga pendukung kesulitan untuk dapat menonton secara langsung.

Persebaya lebih beruntung karena masih berkandang di Gelora Joko Samudro, Gresik, yang tidak jauh dari kandang utama mereka. Sayangnya, kapasitas Gelora Joko Samudro yang lebih kecil tidak mampu menampung kehadiran Bonek, pendukung Persebaya, secara optimal. Persebaya harus menaikkan harga tiket untuk menutupi biaya penyelenggaraan pertandingan.
Renovasi beberapa stadion yang sedianya digunakan untuk Piala Dunia U-20 ini bagai buah simalakama bagi klub yang berkandang di sana. Pada satu sisi, klub diuntungkan dengan infrastruktur stadion yang kini berstandar internasional. Akan tetapi, ada harga yang harus dibayar oleh klub.
Biaya sewa dan pengelolaan stadion meningkat. Maka, harga tiket pertandingan pun harus naik untuk menyeimbangkan neraca keuangan klub agar tidak merugi. Masalahnya, kenaikan harga tiket sama dengan membangun pagar pembatas yang tinggi bagi pendukung mereka untuk membeli tiket pertandingan. Harga tiket pertandingan klub Liga 1 kini berkisar Rp 75.000 hingga Rp 300.000, jumlah yang cukup besar bagi para penggemar sepak bola Tanah Air.
Baca juga : PSSI Kedepankan Pembagian Jadwal Penggunaan Stadion

Pemain Persija Jakarta, Bambang Pamungkas, digendong rekan satu timnya ketika Persija menjadi juara tahun 2001, Nur Alim, saat merayakan gelar juara Gojek Liga 1 di Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (9/12/2018).
Masih dari data yang sama, kasus yang terjadi pada Persija ternyata unik. Rata-rata kehadiran penonton per pertandingan Persija justru mengalami tren positif dari musim ke musim. Bahkan, pertandingan yang melibatkan Persija sering kali mencatatkan jumlah kehadiran penonton terbanyak di Liga 1.
Animo dan loyalitas Jakmania yang tinggi tetap terjaga di tengah performa tim yang belum konsisten dan terpaksa beberapa kali bermain di luar Jakarta. Jakmania memiliki struktur organisasi yang membantu pengelolaan anggota mereka, termasuk distribusi tiket pertandingan. Pendukung yang terorganisasi dapat menjadi kekuatan klub, terutama dalam bisnis olahraga sebagai hiburan. Daya beli pendukung yang tinggi menjadi kekuatan tersendiri.
Kehadiran penonton pada pertandingan sepak bola dapat menjadi satu instrumen penting dalam industri sepak bola. Dalam industri olahraga dikenal fans equity atau kelompok pendukung yang loyal dan besar dapat menjadi aset yang mendukung perkembangan dan kelangsungan hidup klub. Pemasukan klub melalui pembelian tiket, merchandise, dan pembayaran hak siar pertandingan ditopang oleh kekuatan pasar yang tercipta dari eksistensi pendukung klub.
Pada akhirnya, memelihara relasi klub dengan pendukung menjadi kunci bagi keberlangsungan industri sepak bola sebagai produk hiburan publik. Situasi tribune yang aman dan nyaman, pengelolaan penjualan tiket, dan harga tiket yang terjangkau menjadi daya tarik pendukung untuk datang ke stadion. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Mau Dibawa ke Mana Fanatisme Suporter Sepak Bola?