Pembelajaran Penting dari Masa Awal Pandemi Covid-19 di Indonesia
Indonesia berhasil keluar dari situasi pandemi Covid-19 ke endemi. Namun, capaian ini membutuhkan pengorbanan besar. Pelajaran apa yang dapat dipetik di awal-awal pengendalian pandemi?
Indonesia beralih status pandemi Covid-19 menjadi endemi. Meski demikian, kewaspadaan terhadap bahaya wabah tetap perlu dijaga. Masa awal pandemi dapat memberikan pelajaran berharga mengenai penanggulangan wabah di masa mendatang.
Tepat di hari ulang tahunnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutanstatus pandemi Covid-19 di Indonesia. Dengan demikian, Indonesia kini memasuki fase endemi Covid-19. Keputusan tersebut sejalan dengan pengakhiran status public health emergency of international concern (PHEIC) yang telah dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per 5 Mei 2023 lalu.
Berakhirnya status pandemi didasarkan atas penilaian bahwa penyebaran virus Covid-19 tidak lagi terjadi secara luas dan masif. Data dari Satgas Penanganan Covid-19 pada 11 Juni 2023 memperlihatkan perkembangan indikator pandemik (kasus positif dan kasus aktif) mengalami penurunan pada satu bulan terakhir.
Kasus positif mengalami penurunan 93 persen dari 1.577 kasus pada 11 Mei 2033 menjadi 111 kasus pada 11 Juni 2023. Demikian pula kasus aktif yang juga turun 45 persen menjadi 10.483 kasus. Data terbaru per 21 Juni 2023, kasus aktif sebesar 9.375 kasus.
Turunnya kasus aktif atau orang yang menjalani perawatan atau isolasi mandiri juga berpengaruh pada berkurangnya angka keterpakaian tempat tidur rumah sakit. Per 11 Juni 2023, angka keterpakaian tempat tidur di RS rujukan sebesar 2,61 persen.
Perbaikan indikator pandemik juga didukung capaian vaksinasi Covid-19. Hingga 21 Juni, cakupan vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 86 persen dan vaksinasi dosis kedua sudah mencapai 74 persen.
Membaiknya pengendalian wabah ini tentu merupakan sebuah pencapaian tersendiri setelah tiga tahun belakangan masyarakat Indonesia harus bergulat dan berjuang melawan Covid-19.Namun, bukan berarti pemerintah dan masyarakat dapat melonggarkan begitu saja upaya-upaya preventif penyebaran virus. Pengalaman di masa awal penyebaran Covid-19 dapat memberikan pelajaran penting bahwa ketidaktegasan dan pengabaian menjadi awal dari merebaknya suatu wabah mematikan.
Responsif
Secara kronologi, virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19 sejatinya telah masuk ke dalam radar WHO per 30 Desember 2019. Kala itu, di China terjadi kluster kasus pneumonia yang tidak diketahui sebabnya. Baru sekitar sepekan kemudian, yakni 7 Januari 2020, Pemerintah China menemukan bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus korona tipe baru (novel coronavirus).
Pemerintah Indonesia lalumengambil langkah responsif terkait penyebaran penyakit misterius ini. Pada 6 Januari 2020, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) telah mengeluarkan surat edaran mengenai kesiapsiagaan dalam upaya pencegahan penyakit pneumonia dari China ke Indonesia.
Sehari kemudian, langkah ini diikuti dengan pengaktifan kembali 100 rumah sakit rujukan Penyakit Infeksi Emerging (PIE) melalui surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan. Sejumlah rumah sakit tersebut diminta mulai menyiapkan kemampuan, logistik, serta prosedur standar operasi sebagai langkah antisipasi virus korona tipe baru.
Sekitar seminggu kemudian, tepatnya 13 Januari 2020, Pemerintah Thailand melaporkan adanya kasus infeksi virus korona di negaranya. Ini merupakan kasus perdana Covid-19 di luar China.
Merespons kejadian ini, Indonesia segera melakukan tindak pencegahan. Pada 17 Januari 2020, Direktorat Jenderal P2P mengimbau kantor Kesehatan Pelabuhan di bandara, pelabuhan, dan perbatasan untuk mulai melakukan beberapa langkah pencegahan. Selain mulai memasang alat pemindai suhu tubuh, petugas juga diberikan alat pelindung diri dan disinfektan. Di samping itu, semua pendatang diberikan kartu kewaspadaan kesehatan (HAC).
Setelah diliputi ketidakpastian, akhirnya pada 21 Januari 2020 WHO menyatakan bahwa ada indikasi jelas virus korona ini dapat menular antarmanusia. Pada waktu itu, kasus Covid-19 sudah ditemukan di lima negara di luar China. Di hari yang sama, Pemerintah Indonesia lantas segera memperketat pengawasan terhadap semua orang yang datang dari China. Masyarakat juga diimbau untuk mencuci tangan dan memakai masker saat bepergian, serta menghindari tempat keramaian sejak saat itu.
Pada 23 Januari 2020, Direktur Jenderal P2P menyatakan ada satu pasien terduga terinfeksi virus korona setelah melakukan perjalanan dari China. Pasien tersebut segera dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta. Hasil uji laboratorium kemudian menyatakan pasien tersebut tidak terinfeksi virus Covid-19.
Meski demikian, satu kasus dugaan tersebut seakan memicu munculnya laporan-laporan serupa di sejumlah daerah. Pada 27 Januari 2020, sejumlah daerah, seperti Bali, Bandung, Surabaya, Sorong, dan Jambi, melaporkan adanya pasien dengan gejala virus korona dan memiliki riwayat perjalanan ke China tidak lama sebelum sakit.
Berlanjut pada 28 Januari 2020, Pemerintah Indonesia menghentikan penerbangan dari dan menuju Wuhan, kota asal penyebaran virus. Kementerian Kesehatan juga mengeluarkan Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Coronavirus yang segera diedarkan kepada seluruh tenaga kesehatan dan institusi terkait. Selang dua hari kemudian, WHO menetapkan penyebaran virus korona sebagai Public Health Emergency of International Concern (PHEIC).
Memasuki bulan berikutnya, kegentingan penyebaran virus semakin terasa. Situasi gawat tecermin dari evakuasi WNI terhadap 238 WNI di Provinsi Hubei, China, pada 2 Februari 2020. Tiga hari setelahnya, 5 Februari 2020, Pemerintah Indonesia menutup semua penerbangan dari dan menuju China serta menghentikan sementara bebas visa kunjungan dan visa on arrival untuk warga negara China. Evakuasi juga kembali dilakukan pada 28 Februari terhadap 68 WNI yang bekerja sebagai anak buah kapal pesiar Princess Diamond di Jepang.
Ketegasan
Di tengah upaya pencegahan yang tengah dilakukan, kabar bohong atau hoaks dan statement pejabat negara juga bermunculan dan mengundang polemik di tengah masyarakat. Hal ini dipicu informasi bahwa di antara negara-negara tetangga, Indonesia masih belum melaporkan adanya kasus terkonfirmasi positif hingga awal Februari 2020. Beberapa warganet lantas berkata orang Indonesia kebal virus Covid-19 karena hidup di negara tropis.
Kondisi ini ditambah dengan pernyataan Menteri Kesehatan yang seakan menguatkan argumentasi kekebalan orang Indonesia yang menyatakan asal makan cukup maka tidak akan terkena virus (Kompas, 6/2/2020). Disinformasi dan pernyataan pejabat negara seperti ini dipandang dapat mereduksi pemahaman masyarakat terhadap bahaya wabah.
Selain itu, alih-alih mulai memperketat kedatangan luar negeri, pemerintah malah mengeluarkan kebijakan insentif bagi wisatawan mancanegara pada 25 Februari 2020. Insentif sebesar Rp 295,8 miliar tersebut dikucurkan pemerintah untuk memacu dan menyelamatkan industri pariwisata yang sudah merasakan dampak negatif Covid-19. Tindakan ini seakan berkebalikan dengan kebijakan penutupan pintu masuk yang diterapkan negara-negara tetangga Indonesia kala itu.
Akhirnya, pada 2 Maret 2020, Pemerintah Indonesia harus menelan pil pahit bahwa negaranya tidak kebal terhadap virus ini. Pada tanggal itu, Presiden Joko Widodo menyatakan adanya kasus infeksi Covid-19 di Indonesia untuk pertama kalinya. Kasus perdana tersebut terjadi pada dua warga Depok, Jawa Barat, setelah melakukan kontak fisik dengan seorang warga negara Jepang yang kemudian diketahui terinfeksi virus.
Meski sudah diketahui bahwa virus menular melalui kontak fisik, pemerintah tidak serta-merta membatasi kegiatan masyarakat secara luas. Pemerintah baru mengambil tindakan serius berskala nasional setelah WHO menetapkan Covid-19 sebagai sebuah pandemi pada 11 Maret 2020. Dimulai dengan pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada 13 Maret, serta dilanjutkan dengan instruksi pembelajaran jarak jauh bagi pelajar dan mahasiswa pada dua hari setelahnya.
Akhirnya, sekitar sebulan sejak kasus pertama, Indonesia menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). DKI Jakarta, yang waktu itu sebagai lokasi terbanyak penyebaran, menjadi provinsi pertama yang menerapkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat tersebut setelah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan.
Mitigasi
Dari masa awal penyebaran Covid-19 di dunia sampai datangnya di Indonesia, setidaknya ada tiga hal yang dapat menjadi pembelajaran penting. Pertama adalah skema pencegahan wabah tidak akan berbuah banyak apabila tidak dibarengi dengan ketegasan.
Pemerintah sebenarnya telah menunjukkan respons yang tanggap, cepat, serta tepat di bulan Januari 2020, jauh sebelum kasus pertama terkonfirmasi di Indonesia. Ini adalah modal yang sangat baik karena menunjukkan Indonesia telah memiliki skema penanggulangan wabah yang sistematis dan menyeluruh.
Namun, menjelang Februari 2020, pemerintah seakan mulai goyah dan malah membuka pintu bagi kedatangan luar negeri. Ketakutan atas perlambatan ekonomi seakan menghalangi pemerintah mengambil langkah yang lebih tegas untuk mencegah masuknya wabah.
Kedua, keseriusan pemerintah terhadap penanggulangan wabah dapat tecermin dari pernyataan para pejabat. Diperlukan kebijaksanaan dalam mengeluarkan pernyataan supaya tidak kontraproduktif dengan upaya yang tengah dilakukan pemerintah. Padahal, keseriusan pemerintah dapat menjadi faktor penentu supaya warga masyarakat mengikuti upaya pencegahan penyakit.
Terakhir, kesadaran warga masyarakat terhadap kesehatan turut menjadi kunci penting upaya penanggulangan wabah. Berita bohong atau hoaks yang beredar sejak Februari 2020 menjadi tanda bahwa masyarakat belum memiliki pemahaman yang baik mengenai wabah dan penyakit sehingga mudah terhasut oleh informasi bohong yang beredar.
Disinformasi yang dibarengi dengan rendahnya kesadaran akan mengantar pada pengabaian terhadap upaya pemerintah menanggulangi wabah. Hal ini ditunjukkan dari banyaknya pelanggar PSBB dan larangan mudik pada April serta Mei 2020.
Baca juga: Pembiayaan Pengobatan Covid-19 Tak Lagi Ditanggung Pemerintah
Kini, situasi pandemi Covid-19 di Indonesia sudah semakin landai. Penanganan yang dilakukan Pemerintah Indonesia dan segenap lapisan masyarakat di seluruh Indonesia membuat Indonesia dapat memasuki situasi endemi. Dengan membaiknya kondisi ini, masyarakat dapat kembali menjalankan berbagai aktivitas dengan normal kembali.
Namun, capaian itu membutuhkan perjuangan panjang dan pengorbanan jiwa. Melalui pembelajaran yang didapat selama badai Covid-19 ini, bangsa Indonesia dapat lebih siap dalam mitigasi dan menanggulangi wabah di masa mendatang sehingga kematian 161.853 jiwa, termasuk 2.087 tenaga kesehatan yang gugur akibat virus ini, tidak menjadi sia-sia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Jaga Kewaspadaan di Tengah Transisi Endemi