Indonesia dikenal sebagai rumah bagi pemain bulu tangkis kaliber dunia. Oleh karena itu, spirit juara harus terus ditanamkan guna meningkatkan torehan prestasi yang cenderung inkonsisten saat ini.
Oleh
Agustina Purwanti
·5 menit baca
Segudang prestasi yang pernah diraih membuat Indonesia tak dapat dipisahkan dari bulu tangkis dunia. Hanya saja, dalam beberapa tahun terakhir raihan prestasi Indonesia cenderung menurun. Bahkan, beberapa kali kalah dalam ajang kompetisi internasional yang diselenggarakan di rumah sendiri.
Lolosnya Anthony Ginting sebagai satu-satunya perwakilan Indonesia ke babak final Indonesia Open 2023 sedikit mengobati kekecewaan pencinta bulu tangkis Indonesia. Pasalnya, pada kejuaraan yang sama tahun lalu, Indonesia bahkan tidak berhasil mengirimkan satu pun pemainnya ke babak semifinal di kandang sendiri.
Meski harus melawan juara bertahan dunia asal Denmark, Viktor Axelsen, tidak tertutup peluang bagi Ginting untuk memperebutkan medali emas. Prestasi tersebut tentu dinantikan Indonesia setelah puluhan tahun gagal diraih di rumah sendiri, terutama pada partai tunggal putra. Terakhir, gelar juara Indonesia Open pada partai tunggal putra diraih oleh Simon Santoso tahun 2012.
Padahal, tahun 90-an, Indonesia cukup sering memenangi kejuaraan kategori Super 1000 tersebut. Indonesia menjadi tuan rumah kategori tersebut sejak tahun 1982. Hanya saja, di periode-periode awal ajang kompetisi belum mampu mencapai podium tertinggi.
Perwakilan Indonesia baru mampu meraih peringkat kedua tahun 1984. Saat itu, hanya partai tunggal putra dan tunggal putri yang diperlombakan. Memasuki periode ke-4, yakni tahun 1986, turnamen ini turut menyertakan partai ganda putra, putri, dan campuran dalam pertandingan.
Puncak kejayaan
Baru pada awal tahun 1990-an Indonesia memasuki masa kejayaannya. Merujuk arsip BWF, Indonesia cukup mendominasi kemenangan. Tak hanya pada partai tunggal putra, tetapi di semua lini partai yang dipertandingkan. Deretan atlet dengan Bendera Merah Putih mewarnai catatan BWF. Mulai dari Ardy Wiranata, Susi Susanti, Alan Budikusuma, hingga Ricky Subagdja. Tak hanya berprestasi di rumah sendiri, para legenda hidup atau living legend itu juga telah mengharumkan nama Indonesia dengan menjuarai ajang bergengsi dunia, yakni Olimpiade.
Ardy Wiranata, misalnya, selain enam kali menyabet juara Indonesia Open, pemain tunggal putra itu juga meraih medali perak Olimpiade Barcelona 1992. Atlet kelahiran 1970 itu harus menyerah kalah di babak final dari Alan Budikusuma. Begitu pula Susi Susanti. Legendaris tunggal putri itu juga membawa pulang medali emas dari ajang yang sama.
Tak hanya pemain tunggal, Ricky Subagdja, pemain ganda putra tercatat empat kali memenangi Indonesia Open berpasangan dengan Rexy Manaiky. Selain di kandang sendiri, keduanya juga menorehkan prestasi hampir di seluruh turnamen bergengsi dunia. Beberapa di antaranya medali emas Olimpiade Atlanta 1996, Juara Dunia (1995), dan Asian Games (1994, 1998).
Prestasi atlet Tanah Air di Indonesia Open masih berlanjut hingga awal tahun 2000-an. Sang juara Olimpiade Athena 2004, Taufik Hidayat, juga berhasil meraih medali emas Indonesia Open sebanyak enam kali.
Pada ganda putra, Candra Wijaya berpasangan dengan Tony Gunawan juga pernah meraih medali emas Indonesia Open di tahun 2006. Sementara itu, pada ganda putri Vita Marisa bersama dengan Lilyana Natsir menduduki posisi pertama tahun 2008 setelah menaklukkan pasangan Korea.
Lilyana juga pernah menyabet medali emas pada sektor ganda campuran berpasangan dengan Nova Widianto (2005). Selanjutnya, pada tahun 2017 dan 2018, Lilyana kembali menyandang juara ganda campuran Indonesia Open bersama Tontowi Ahmad. Selain sejumlah pasangan tersebut, masih banyak atlet Indonesia yang berhasil meraih prestasi, baik di luar maupun di dalam negeri, terutama pada ajang Indonesia Open.
Dari semua partai permainan, hanya tunggal putri yang prestasinya relatif singkat pada kejuaraan Indonesia Terbuka. Terakhir, kemenangan diraih oleh Ellen Angelina di tahun 2001 setelah Susi Susanti empat kali berturut-turut merebut medali emas (1994-1997). Dilanjutkan oleh Mia Audina Tjiptawan (1998) dan Lidya Djaelawijaya (1999). Dengan kata lain, regenerasi pada partai ini relatif minim dan masih kalah dengan kelompok partai pertandingan lainnya.
Menurun
Sayangnya, sekitar satu dekade terakhir, inkonsistensi pemain Indonesia mulai tampak, terutama pada laga Indonesia Open. Penurunan prestasi kini tak hanya terjadi di tunggal putri. Partai lainnya pun, baik tunggal putra maupun semua partai pemain ganda, juga mengalami tren penurunan.
Berdasarkan catatan terbaru BWF, kemenangan atlet Indonesia pada Indonesia Open terakhir diraih oleh ganda putra, yakni pasangan Marcus F. Gideon dengan Kevin Sanjaya. Medali emas berturut-turut diraih selama tiga periode sepanjang tahun 2018-2021. Tahun 2020 kejuaraan ditiadakan karena Pandemi Covid-19.
Pasangan yang akrab disapa ”Minions” itu pun pernah menduduki rangking pertama dunia. Namun, performa keduanya kian menurun terutama ketika Marcus beberapa kali mengalami cedera.
Unggulan ganda putra Indonesia kini digantikan oleh pasangan Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto. Meski mengantongi gelar juara Malaysia Open 2023 dan All England 2023, keduanya juga belum mampu mengembalikan gelar juara Indonesia Open.
Harapan kemenangan di tahun ini disematkan pada pasangan ganda putra muda Pramudya dan Yeremia. Namun, keduanya kalah oleh salah satu unggulan Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik (Sabtu, 17 Juni 2023). Sektor ini dinilai lebih banyak menghadirkan talenta-talenta baru, tetapi hingga kini belum mampu kembali merebut medali emas di kandang sendiri.
Meski demikian, bukan berarti atlet yang ada saat ini tidak berbakat. Mereka tetap saja ”pahlawan olahraga” karena beberapa kali menorehkan prestasi dalam kejuaraan lain. Hanya saja, medali emas pada kejuaraan di kandang sendiri tetap harus terus diperjuangkan.
Indonesia Open memang bukan satu-satunya turnamen yang diperebutkan oleh para atlet dunia. Namun, ditetapkan sebagai salah satu turnamen yang wajib diikuti pemain terbaik dunia. Hal ini mengindikasikan bahwa laga itu harus turut diutamakan.
Kategori tersebut merupakan level ke-2 tertinggi yang kemudian diakhiri dengan Final Tur Dunia BWF. Di antara kategori lainnya, Super 1000 menjadi salah satu ajang paling bergengsi yang selalu diikuti oleh pemain-pemain terbaik dunia. Pasalnya, poin yang diperoleh akan diperhitungkan untuk keikutsertaan dalam kejuaraan bergengsi dunia, yakni Olimpiade.
Kejuaraan tersebut penting untuk mengembalikan kiprah Indonesia pada ajang bulu tangkis dunia. Apalagi, bulu tangkis selama ini menjadi salah satu cabang olahraga yang relatif cukup sering berhasil mengibarkan bendera Merah Putih pada posisi tertinggi di kancah internasional. Indonesia juga dikenal sebagai rumah bagi calon-calon pemain bulu tangkis kaliber dunia. Oleh karena itu, torehan prestasi harus terus diperjuangkan dan dipertahankan. Spirit juara harus terus ditanamkan pada seluruh atlet-atlet kebanggaan Indonesia. (Litbang Kompas)