Tantangan Pengembangan Pasar Motor Listrik Indonesia
Tolok ukur masyarakat terhadap motor listrik masih mengacu pada kendaraan bertenaga BBM. Hal ini memunculkan tantangan bagi pemerintah dan produsen motor listrik untuk memenuhi harapan calon konsumen.
Presiden Joko Widodo menargetkan dua juta motor listrik bakal mengaspal pada tahun 2025 mendatang. Hanya saya, untuk mencapai sasaran tersebut tidaklah mudah karena selera konsumen Indonesia terhadap motor listrik masih relatif rendah.
Di Indonesia, sepeda motor menjadi alat transportasi penting yang digunakan masyarakat untuk bermobilitas sehari-hari. Hampir setiap jalanan didominasi oleh jenis kendaraan ini. Berdasarkan data BPS tahun 2022, terdapat sekitar 120 juta unit kendaraan yang beredar di seluruh Indonesia. Apabila dirata-rata, setiap satu dari dua orang penduduk Indonesia memiliki setidaknya satu unit sepeda motor.
Dibandingkan dengan jenis kendaraan lainnya, seperti mobil penumpang, mobil barang, dan bus, proporsi sepeda motor sangat mendominasi karena mencapai 84 persen dari total 142 juta unit kendaraan.
Popularitas sepeda motor di kalangan masyarakat tersebut mengindikasikan bahwa kendaraan jenis ini menjadi andalan untuk berbagai keperluan sehari-hari. Tuntutan konsumen terhadap produk ini cenderung mengarah pada kendaraan multiguna alias satu motor untuk berbagai keperluan, bisa untuk jarak pendek, komuter sehari-hari, maupun untuk jarak jauh.
Bahkan, pada masa mudik Lebaran sekalipun, sepeda motor menjadi salah satu andalan masyarakat untuk melakukan perjalanan jauh menuju kampung halaman. Merujuk dari Survei Potensi Pergerakan Masyarakat pada masa Lebaran 2023, Kementerian Perhubungan menunjukkan bahwa sepeda motor menduduki urutan kedua setelah mobil pribadi sebagai kendaraan pilihan untuk perjalanan mudik. Hal ini menunjukkan bahwa peranan sepeda motor sangat penting dan memiliki beragam fungsi dalam kegiatan transportasi masyarakat Indonesia.
Baca juga: Insentif Digulirkan, Produsen Mulai Banjir Pesanan Sepeda Motor Listrik
Aspek utilitas
Sebagai alat transportasi yang andal, sepeda motor dituntut bisa diajak bermobilitas untuk dikendarai orang ataupun membawa barang. Sesuai dengan desainnya pabriknya, hanya tersedia tipe sepeda motor yang hanya berkapasitas angkut bagi dua orang. Satu pengendara dan satu penumpang atau pembonceng. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian karena banyak pengendara yang memboncengkan penumpang lebih dari satu orang.
Sering kali ditemui di jalanan ada pengendara sepeda motor berboncengan sekeluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anaknya. Pemandangan ini lazim ditemui di jalanan di Indonesia. Belum lagi terkait dengan aktivitas pengangkutan barang dengan dimensi yang terkadang melebihi ukuran yang dianjurkan. Misalnya, pedagang makanan seperti bakso, siomay, mi ayam, jajanan sekolah, dan pedagang sayur yang memanfaatkan sepeda motor sebagai alat berjualan.
Contoh keseharian masyarakat tersebut bisa menjadi gambaran bahwa sepeda motor dapat dipergunakan oleh pengendaranya dengan kapasitas yang sarat beban. Situasi ini kemungkinan tidak hanya berlaku pada sepeda motor bermesin konvensional, tetapi juga pada sepeda motor listrik bertenaga baterai. Dugaan ini menjadi menarik karena menimbulkan pertanyaan yang cukup penting, yakni apakah motor listrik mampu menggantikan peran motor bermesin konvensional atau internal combustion engine (ICE) yang mengunakan bahan bakar minyak?
Untuk saat ini, tentu saja jawabannya adalah belum mampu. Pasalnya, motor listrik masih memiliki beberapa keterbatasan terkait daya angkut serta energi dari baterai yang sangat terbatas. Rata-rata jarak tempuh dengan tenaga satu unit baterai diklaim mampu mencapai kisaran 50-60 kilometer. Pada beberapa jenis motor yang bisa dipasangi dua unit baterai sekaligus bisa menembus 100 kilometer atau bahkan lebih jauh lagi.
Namun, prediksi jarak tempuh tersebut bervariasi tergantung pada beberapa faktor yang menyertai kendaraan itu saat bergerak. Misalnya, kondisi jalan yang rata, bergelombang, jalan rusak atau melalui banyak tanjakan. Faktor lainnya lagi terkait aspek beban pengendara, apakah dikendarai satu orang atau lebih dari satu penumpang. Belum lagi para pengendara yang memanfaatkan sepeda motornya sebagai sarana angkut barang atau dagangan untuk berjualan sehari-hari.
Baca juga: Minat Mengonversi dan Membeli Motor Listrik Masih Rendah
Selain faktor eksternal itu, daya tempuh baterai juga tergantung dari faktor internal baterai itu sendiri. Dalam jangka waktu lama, kualitas baterai akan terus menurun secara bertahap sehingga daya simpan energinya tidak seefisien ketika dalam kondisi baru. Hal ini membuat kapasitas baterai untuk menyimpan tenaga listrik kian terbatas dan menyusut. Fenomena demikian tidak hanya terjadi pada motor listrik, tetapi juga sering ditemui pada alat elektronik, seperti ponsel dan komputer jinjing.
Teknologi yang masih serba terbatas tersebut membuat motor listrik menjadi kurang diminati oleh sebagian masyarakat Indonesia. Para calon konsumen pasti akan membandingkan keandalan teknologi, durabilitas, dan juga kepraktisan antara sepeda motor listrik dengan motor konvensional saat berencana membeli unit kendaraan baru. Umumnya, pilihan akan jatuh pada kendaraan bermesin konvensional karena dinilai lebih andal dalam sejumlah hal. Setidaknya untuk masa sekarang.
Meskipun saat ini motor teknologi listrik itu terkesan lebih ”lemah”, bukan mustahil untuk beberapa waktu ke depan motor jenis ini akan mampu bersaing dengan motor konvensional. Banyak produsen yang kini terus melakukan riset dan pengembangan sepeda motor listrik agar lebih efisien dan tangguh melewati segala medan layaknya motor bermesin BBM.
Harga dan spesifikasi
Motor listrik dengan tenaga relatif gahar sesungguhnya sudah tersedia di pasaran Indoensia. Salah satunya produk dari United pada seri e-motor dengan varian motor bertenaga 1.200 watt, 1.800 watt, serta 3.000 watt. Sebagai gambaran bahwa saat ini kebanyakan motor listrik di Indonesia ditenagai oleh motor listrik tidak lebih dari 2.000 watt. Oleh karena itu, United tipe TX-3000 menjadi salah satu motor listrik kelas premium yang ada di pasar domestik saat ini.
Menurut laman resminya, motor United TX-3000 dibanderol dengan harga Rp 49,9 juta. Harga ini sudah termasuk dua unit baterai yang ada di kompartemen di bawah jok dan di bagian dekat pijakan kaki atau deck. Motor besutan PT Terang Dunia Internusa (TDI) ini berkesempatan menjadi motor listrik resmi pada perhelatan G20 di Bali pada November 2022. Salah satunya karena kendaraan ini merupakan sepeda motor listrik produksi dalam negeri dengan spesifikasi tertinggi di pasaran.
Meskipun andal dan merupakan produk nasional, tidak serta merta sepeda motor ini relatif mudah diterima konsumen di dalam negeri. Persoalannya adalah hanya sebagian kecil masyarakat yang mau merogoh koceknya hingga Rp 50 juta untuk mengadopsi motor listrik jenis ini. Oleh sebab itu, kini produsen motor listrik bersangkutan masih berkutat pada ceruk pasar di level lebih rendah, yakni menjual produk dengan harga berkisar belasan juta hingga maksimal Rp 30 juta. Konsekuensi dari pilihan bisnis ini, produsen hanya mampu meracik motor listrik dengan tenaga relatif kecil yang kalah bertenaga dengan motor bermesin BBM. Singkatnya, dengan rentang harga yang sama, motor konvensional jauh lebih andal dari kendaraan bermesin baterai.
Baca juga: Subsidi Konversi Bisa untuk Lebih dari Satu Sepeda Motor
Daya saing motor listrik pada kondisi terkini tampak masih timpang disandingkan dengan motor berbahan bakar minyak. Terutama dari perspektif masyarakat umum yang mengandalkan sepeda motor sebagai moda transportasi utama sehari-hari.
Meski demikian, bukan berarti masyarakat tidak melirik keberadaan motor listrik itu sama sekali. Berdasar jajak pendapat Litbang Kompas pada April 2022 didapati bahwa 64,8 persen responden menyatakan tertarik untuk memiliki motor listrik. Responden yang tidak berminat pada kendaraan ramah lingkungan ini hanya sekitar 32 persen. Penilain masyarakat yang mayoritas mengapresiasi kendaraan listrik ini merupakan potensi pasar bagi pengembangan produk ramah lingkungan ini.
Meskipun apresisasinya tinggi, publik juga menyampaikan sejumlah catatan terkait kelemahan kendaraan listrik yang perlu segera dibenahi. Pertama, mengenai jarak tempuh yang dianggap relatif pendek. Ada sekitar 43 responden yang mengeluhkan singkatnya jarak hal itu. Kelemahan berikutnya disampaikan oleh 29,8 persen responden yang menilai adanya kesulitan dalam menemukan pengisian daya maupun fasilitas penukaran baterai. Terakhir, dalam hal pengisian daya yang masih dianggap terlalu lama karena rata-rata pengisian energi baterai membutuhkan waktu 4-5 jam hingga terisi penuh.
Jadi, berbagai kelemahan itu harus mampu diatasi oleh pemerintah dan juga produsen agar rencana 2 juta unit motor listrik pada tahun 2025 dapat terealisasi. Selain dari sisi keterjangkauan harga, pemerintah dan produsen harus mampu menghadirkan kendaraan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat selayaknya sepeda motor konvensional saat ini. Ketika motor listrik memiliki keandalan mesin, kepraktisan dalam perawatan, dan juga kemudahan dalam pengisian daya, niscaya masyarakat akan bergeser dengan sendirinya untuk memilih kendaraan ramah lingkungan.
Mengacu dari data Asosiasi Industri Sepeda Motor Listrik Indonesia (AISMOLI), penjualan motor listrik dari tahun 2019-2022 baru menyentuh angka 30.837 unit. Sementara itu, untuk penjualan tahun 2023 terutama semenjak penerapan subsidi senilai Rp 7 juta bagi pembeli unit motor listrik belum bisa dipantau seberapa besar dampak permintaan pasarnya. Mari kita tunggu apakah insentif motor listrik sungguh bisa berdampak meningkatkan penjualan sesuai harapan di tengah tantangan menghadapi dominasi motor bertenaga BBM yang terbukti andal. (LITBANG KOMPAS)