Komitmen Menguatkan Ideologi Melalui Pendidikan Pancasila
Pancasila harus terus dijaga dengan pengamalan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Upaya memupuk kesadaran dan pemahaman perlu dilakukan di sektor pendidikan yang didukung publik dari hasil jajak pendapat Kompas.

Pemahaman terhadap ideologi Pancasila yang menjadi arah bangsa bukan hanya berada pada konteks gagasan. Namun secara nyata nilai-nilai dasar negara itu perlu diamalkan dalam kehidupan keseharian.
Pengamalan tersebut menjadi wujud konkret bahwa bangsa ini memiliki komitmen untuk terus menghidupkan dan memperkuat ideologi Pancasila. Dalam perkembangannya, upaya untuk terus membumikan Pancasila dilakukan dalam berbagai cara, sehingga dapat secara menerus diterima, dipahami, dan diamalkan.
Salah satu langkah yang dipilih untuk dapat terus memperkokoh ideologi ini dari generasi ke generasi adalah dengan menjadikannya sebagai bagian penting dari aspek pendidikan formal. Maka, tidak heran sejak lama pendidikan nilai-nilai Pancasila menjadi salah satu mata pelajaran wajib yang diterima oleh murid-murid sekolah.
Namun, dalam penerapannya, kebijakan mewajibkan pendidikan Pancasila di bangku sekolah-sekolah sempat bergeser pasca reformasi 1998. Bahkan jika merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), tidak ada lagi kewajiban kurikulum untuk memberikan pendidikan Pancasila.

Ketiadaan pendidikan wajib terkait ideologi Pancasila itu di tingkat sekolah anak usia dini, dasar, menengah, dan atas serta perguruan tinggi disinyalir menjadi penyebab menurunnya keyakinan dan pemahaman generasi muda terhadap nilai-nilai Pancasila.
Potret ini menjadi begitu mengkhawatirkan bagi keberlangsungan eksistensi Pancasila sebagai falsafah bangsa. Dalam kajian yang diungkap oleh Lingkaran Survei Indonesia sepanjang periode 2005 hingga 2018, terjadi penurunan sekitar 10 persen masyarakat Indonesia yang pro terhadap Pancasila. Lebih lanjut, kekhawatiran terhadap ketidakpercayaan dan minimnya pemahaman pada Pancasila dapat menjadikan seseorang dengan mudah disusupi paham-paham radikal yang bertentangan dengan bangsa. Dalam kajian yang diungkap oleh Lingkaran Survei Indonesia sepanjang periode 2005 hingga 2018, terjadi penurunan sekitar 10 persen masyarakat Indonesia yang pro terhadap Pancasila.
Lebih lanjut, kekhawatiran terhadap ketidakpercayaan dan minimnya pemahaman pada Pancasila dapat menjadikan seseorang dengan mudah disusupi paham-paham radikal yang bertentangan dengan cita-cita bangsa.
Tahun 2019, sebagaimana yang diungkap oleh Kementerian Pertahanan RI, setidaknya ada sekitar 24,3 persen mahasiswa di Indonesia yang terpapar radikalisme dan anti terhadap Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945.
Baca juga : Pancasila Menjawab Tantangan Bangsa
Pendidikan Pancasila
Menjawab kegelisahan atas krisis kepancasilaan yang membayangi generasi muda, pendidikan Pancasila menjadi urgensi yang perlu kembali dihidupkan di bangku-bangku sekolah. Pemerintah, pada pertengahan tahun 2022 lalu, mengambil langkah nyata dengan membuat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Setelahnya, Pancasila diberlakukan sebagai mata kuliah wajib mulai tahun ajaran baru Juli 2022. Pancasila menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri, tidak lagi digabung dalam mata pelajaran kewarganegaraan seperti yang berjalan sebelumnya.
Diharapkan dengan demikian, proses pembelajaran dan pemahaman siswa akan berjalan lebih fokus, serta lebih banyak dapat menggali konsepsi, sejarah, dan nilai-nilai Pancasila secara utuh dan lebih optimal.
Hadirnya kembali Pancasila sebagai mata pelajaran wajib yang diajarkan menjadi respons yang positif untuk menenangkan kegelisahan atas tergerusnya ideologi Pancasila pada kondisi zaman yang kian modern dan terbuka ini. Hal itu pun sejalan dengan apa yang ditangkap dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Kompas pada akhir Mei 2023 lalu.

Secara khusus, survei opini kepada 508 responden nasional tersebut mengkonfirmasi kepada publik apakah pendidikan Pancasila perlu dihidupkan kembali di bangku sekolah. Mayoritas responden (89 persen) menyatakan penguatan ideologi Pancasila perlu dilakukan di sektor pendidikan formal.
Lebih lanjut, publik pun memberikan perhatian bahwa model pembelajaran Pancasila pun memerlukan inovasi dan penyesuaian terhadap perkembangan generasi dan tren saat ini. Ada lebih dari separuh responden yang sepakat dengan penguatan ideologi melalui pendidikan Pancasila menyatakan hal demikian.
Sementara, sepertiga responden lainnya menyatakan penguatan Pancasila justru perlu dilakukan di sektor pendidikan dengan model penataran selayaknya yang dilakukan pada zaman orde baru. Pada masa itu, pemahaman nilai-nilai Pancasila dilakukan melalui program Pedoman dan Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4), termasuk menjadi bahan ajar di sekolah.
Pemahaman Pancasila yang lebih adaptif dengan sasarannya, terutama generasi muda, menjadi hal yang perlu dipertimbangkan.

Metode penyampaian, muatan substansi sampai dengan praktik pengamalannya pun tentulah perlu disesuaikan dengan perkembangan tren saat ini. Tentunya dengan tidak melepaskan esensi dasar yang harus tersampaikan dan dipahami dengan baik.
Hal itu sejalan pula dengan apa yang diungkap oleh kelompok responden berusia muda yang sepakat dengan penguatan melalui pendidikan Pancasila di sekolah namun perlu dikemas dengan cara yang berbeda dari era sebelumnya.
Perspektif itu diungkap oleh sekitar 62,9 persen responden berusia 17-24 tahun, dimana dalam kategori ini merupakan responden yang dapat masih berada dalam rentang usia sekolah menengah atas dan perguruan tinggi.
Baca juga : Pancasila Menjadi Perekat Bangsa
Tanggung jawab bersama
Atensi negara dalam merumuskan pendidikan kepancasilaan sebetulnya sudah terlihat dengan pelibatan banyak elemen stakeholder dan berbagai kajian untuk pertimbangan yang dilakukan.
Termasuk pula memasukan pendidikan Pancasila sebagai muatan dan mata pelajaran wajib dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas).
Usulan dalam RUU itu termuat dalam pasal 81 dan 84, dimana pemerintah menilai hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk lebih memperkuat peranan Pancasila dalam membentuk cara pandang, sikap, dan karakter generasi bangsa.
Hal tersebut juga menjadi bagian dari keputusan evaluasi yang dilakukan, dimana pada Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, pendidikan Pancasila belum tercantum sebagai muatan mata pelajaran wajib.

Para tahanan kasus terorisme melakukan teatrikal setelah pembacaan ikrar setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di Lapas Narkotika Kelas IIA Gunung Sindur, Kabupaten Bogor, Kamis (1/6/2023).
Selain itu, secara khusus materi pembelajaran Pancasila di sekolah ini pun disusun dengan melibatkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Seperti yang diketahui, BPIP merupakan lembaga khusus yang dibentuk pada 1 Juni 2022 lalu untuk membantu pemerintah dalam merawat ideologi negara.
BPIP berperan pula untuk merumuskan arah kebijakan pembinaan, melakukan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Terkait dengan pendidikan Pancasila, saat ini BPIP telah menyusun 15 buku pelajaran Pancasila untuk tingkat pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi.
Buku-buku yang disusun oleh BPIP tersebut secara komposisi lebih mengedepankan praktik (70 persen) dan 30 persen teori. Sehingga materi-materi yang disajikan dapat lebih mudah dipahami dan dengan mudah teraplikasi pada keseharian para siswa yang mempelajari.

Penguatan pendidikan di kurikulim sekolah ini menjadi bentuk nyata dari komitmen pemerintah untuk menjaga eksistensi Pancasila dan juga merespon kekhawatiran pada nilai-nilai dasar negara yang mulai tergerus zaman.
Apa yang dilakukan oleh pemerintah, juga BPIP sebagai garda terdepan dalam merawat nilai Pancasila tentu tidak akan berhasil tanpa kerja bersama dari seluruh elemen bangsa.
Peran-peran untuk membumikan Pancasila tentu harus terus didukung. Sejalan pula dengan eksistensi BPIP yang sudah selayaknya terus hadir di tengah masyarakat membawa program-program yang lebih nyata sehingga lebih dapat tersosialisasi dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat.
Saat ini tingkat pengetahuan publik terhadap lembaga ini pun masih terbaca rendah, hanya sekitar seperlima bagian responden yang mengaku mengetahui keberadaan BPIP.
Sejatinya merawat dan menguatkan Pancasila merupakan tanggung jawab seluruh anak bangsa. Tentu harapan besar itu terus tersematkan untuk Pancasila yang terus eksis dan menguat dalam menjaga keutuhan bangsa ini serta tidak lekang oleh waktu. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Pancasila dan Tugas Sejarah Kita