Akurasi Hitung Cepat dan Prediksi Persaingan Pemilu Parlemen Timor Leste 2023
Hasil Pemilu Timor Leste 2023 memastikan hanya 5 dari 17 partai peserta yang lolos ke parlemen. CNRT mendapat suara terbanyak, tetapi belum mayoritas sehingga masih perlu membentuk koalisi dengan partai lain.
Oleh
Reza Felix Citra
·3 menit baca
AP PHOTO/LORENIO DO ROSARIO PEREIRA
Petugas pemilu memilah kotak suara untuk dibagikan ke sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) di sekitar ibu kota Dili menjelang pemilihan presiden Timor Leste di Dili, Timor Leste (18/3/2022).
Pesta demokrasi pemilihan parlemen di Timor Leste telah usai. Antusias masyarakat yang tinggi dan pemberitaan yang cukup masif membuat Pemerintah Timor Leste juga bekerja keras menyelesaikan perhitungan suara dalam hitungan hari. Dan hasilnya, hanya lima dari 17 partai peserta pemilu yang lolos ambang batas (electoral threshold) 4 persen.
Hasil ini sama persis seperti hasil hitung cepat yang dilakukan oleh Matadalan Survey and Research Institute (M-SRI) dan Litbang Kompas saat pemungutan suara pada 21 Mei 2023 lalu. Dengan demikian, bisa dipastikan Kongres Nasional Rekonstruksi Timor Leste (CNRT) tampil sebagai pemenang dengan perolehan suara 41,62 persen.
Posisi berikutnya adalah Fretilin dengan 25,75 persen, lalu disusul Partai Demokrat (PD) 9,32 persen; KHUNTO (Kmanek Haburas Unidade Nasional Timor Oan) 7,52 persen; dan PLP (People’s Liberation Party) dengan 5,86 persen suara.
Partai-partai lain belum berhasil melampaui ambang batas 4 persen sehingga belum dapat masuk parlemen. PVT (Partai Os Verdes de Timor) sebenarnya hampir saja lolos karena perolehan suaranya sudah mencapai 3,63 persen. Ini berarti PVT hanya kurang sekitar 2.600 suara lagi untuk bisa mencapai ambang batas 4 persen.
Selain itu, ada juga PUDD (Partai Persatuan Pembangunan Demokrasi) dengan 3,13 persen. Untuk PUDD masih membutuhkan sekitar 6.100 suara lagi untuk bisa lolos. Di bawah PUDD masih ada 10 partai lain yang perolehan suaranya di bawah 1 persen, yang juga bisa dipastikan belum berhasil lolos.
Akurasi dari sebuah hitung cepat dapat diukur dari berapa besar rata-rata simpangan hasil hitung cepat dengan hasil perhitungan resmi. Semakin kecil simpangannya, semakin akurat hasil dari hitung cepat yang sudah dilakukan.
Dari pengalaman Litbang Kompas, simpangan rata-rata dari sebuah hitung cepat umumnya kurang dari 1 persen. Hasil ini bergantung pada banyak faktor, yaitu jumlah sampel, metode pengambilan sampel, sebaran sampel, penentuan responden, akurasi input data, dan masih banyak lagi. Simpangan hasil terjadi karena hitung cepat hanya memperhitungkan jumlah suara di sejumlah tempat pemungutan suara (TPS) saja.
Pada hitung cepat pada 21 Mei 2023, M-SRI menentukan ”hanya” akan mengambil 120 sampel TPS, dari total sekitar 1.472 TPS yang tersebar di seluruh Timor Leste. Agar 120 TPS sampel tersebut dapat mewakili seluruh TPS yang ada, penentuan TPS sampel harus berdasarkan metode yang benar.
Hasilnya, rata-rata simpangan dari hitung cepat dengan hasil perhitungan resmi adalah 0,41 persen. Hal ini berarti secara rata-rata selisih persentase setiap partai dari hasil hitung cepat hanya berbeda sebesar 0,41 persen dibandingkan dengan hasil perhitungan resmi. Ini menandakan proses dan pelaksanaan hitung cepat sudah sangat baik. Apalagi ini adalah hasil hitung cepat yang pertama kali dilakukan di Timor Leste.
Perhitungan jumlah kursi
Setelah penetapan jumlah suara tiap partai, proses selanjutnya adalah penentuan jumlah kursi dari tiap partai. Penentuan jumlah kursi bukan sekadar mengalikan persentase perolehan suara tiap partai dengan total kursi parlemen.
Di dunia, paling tidak ada dua metode perhitungan jumlah kursi yang paling banyak digunakan saat ini, yaitu metode D˜Hondt/Jefferson dan metode Webster/Sainte-Lague. Dalam sejarah pelaksanaan pemilu, Timor Leste umumnya menggunakan metode D’Hondt.
Prinsip dari metode D’Hondt adalah memperhitungkan nilai rata-rata tertinggi untuk menentukan pembagian kursi dalam pemilu. Di Amerika Serikat, metode ini dikenal dengan metode Jefferson, karena dialah yang pertama kali memperkenalkan metode ini untuk pembagian kursi di Dewan Perwakilan Amerika Serikat pada 1791. Sementara di Eropa, prinsip metode ini diperkenalkan oleh seorang matematikawan asal Belgia bernama Victor D’Hondt pada 1878.
Pada dasarnya, metode ini dirancang untuk menghasilkan pembagian kursi yang seproporsional mungkin. Dibandingkan metode Webster, metode D’Hondt cenderung menguntungkan partai-partai besar. Secara formula, kedua metode ini sangat mirip. Perbedaan hanya terletak pada pembaginya. Pada metode D’Hondt, pembaginya berdasarkan urutan bilangan asli, sedangkan metode Webster menggunakan pembagi bilangan ganjil.
AFP/VALENTINO DARIEL SOUSA
Pengendara sepeda motor melewati mural yang menampilkan sosok pemimpin Timor Leste Xanana Gusmao (kiri) dan Jose Ramos Horta menjelang pemilihan presiden di Dili, Timor Leste, Jumat (18/3/2022).
Penentuan jumlah kursi menggunakan metode D’Hondt pada hasil pemilu parlemen Timor Leste menempatkan CNRT sebagai partai dengan perolehan kursi terbanyak, Posisinya disusul oleh Fretilin, PD, KHUNTO, dan PLP. Hanya kelima partai inilah yang akan duduk di parlemen Timor Leste.
Sebenarnya, apabila tidak ada ambang batas 4 persen, berdasarkan metode D’Hondt masih ada dua partai lagi yang akan mendapatkan kursi parlemen. Mereka adalah PVT dan PUDD dengan masing-masing mendapatkan 2 kursi. Namun karena ada ambang batas tersebut, PVT dan PUDD gagal masuk parlemen.
Sehingga empat kursi ini dibagikan ke lima partai yang lolos menggunakan metode yang sama. Hasilnya CNRT dan Fretilin mendapat tambahan masing-masing 2 kursi, sehingga jumlah kursi CNRT adalah 31, sedangkan Fretilin 19 kursi.
Jumlah kursi CNRT yang 31, belum melebih 50 persen dari total kursi parlemen yang berjumlah 65. Dengan demikian, CNRT masih perlu membangun koalisi dengan partai lain untuk memastikan sebagai mayoritas. Satu-satunya partai yang bisa diajak CNRT untuk berkoalisi hanya dengan PD karena KHUNTO dan PLP pada April 2023 lalu sudah menandatangani nota kesepahaman perjanjian platform dengan Fretilin.
Koalisi CNRT dan PD akan berjumlah 37 kursi, dan ini sudah melebihi 50 persen kursi parlemen. Koalisi Fretelin-KHUNTO-PLP baru menguasai 28 kursi. Tapi dengan terbentuknya dua koalisi besar ini, berarti persaingan antara CNRT dan Fretilin masih akan terjadi lagi. Namun, latennya persaingan dua koalisi partai besar tersebut jangan sampai mengorbankan hakikat demokrasi rakyat yang susah payah dibangun melalui pemungutan suara yang demokratis. (LITBANG KOMPAS)