Survei Litbang ”Kompas”: Koalisi Parpol Menjadi Bandul Politik
Koalisi partai politik cenderung sudah menarik atensi pemilihnya. Gejalanya terlihat adanya pilihan yang sama terhadap calon presiden antara pilihan koalisi dengan pilihan pemilih dari partai koalisi tersebut.
Oleh
YOHAN WAHYU
·5 menit baca
Koalisi partai politik untuk mengusung pasangan calon presiden dan calon wakil presiden berpotensi menjadi bandul politik yang menentukan ke mana suara pemilih partai akan berlabuh. Konfigurasi potensi koalisi yang sedang dijajaki sejumlah partai politik akhir-akhir ini cenderung sudah mendapatkan atensi dari calon pemilihnya.
Setidaknya ada tiga kondisi yang mendukung mengapa koalisi partai yang sedang dijajaki saat ini berpeluang memberikan insentif elektoral pada parpol. Tentu, tidak semua parpol mampu mengapitalisasi ketiganya karena semua bergantung kesiapan dan langkah partai menyiapkan strategi elektoral.
Ketiga kondisi tersebut adalah, pertama, ketika parpol sudah mampu membangun dan menguasai wilayah elektoral tertentu. Kedua, kondisi di mana parpol mampu merawat pemilih garis kerasnya(strong voters) sembari melebarkan dukungan guna meraup suara dari pemilih mengambang (swing voters). Poin ketiga adalah kondisi ketika parpol sudah memiliki bakal calon presiden yang akan diusungnya.
Kondisi pertama adalah bagaimana partai mampu menguasai wilayah elektoral tertentu. Survei periodik Kompas periode Mei 2023 menangkap, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menjadi dua partai yang tidak saja berada di papan atas elektabilitas, tetapi keduanya juga menjadi dua partai yang saling bersaing dalam penguasaan wilayah.
Hasil survei merekam, PDI-P menguasai wilayah elektoral di Jawa, Bali-Nusa Tenggara, dan Maluku-Papua. Dari total responden pemilih di wilayah Jawa, 26,4 persen menjatuhkan pilihan pada partai berlambang kepala banteng bermoncong putih itu.
Angka ini relatif tertinggi ketimbang pilihan ke parpol lain. Setelah PDI-P, di posisi kedua adalah Partai Gerindra dengan 15,9 persen. Sisanya tersebar ke parpol-parpol lain dengan angka kurang dari 10 persen.
Hal yang sama dialami PDI-P di wilayah Bali-Nusa Tenggara dengan penguasaan elektoral mencapai 43,9 persen. Sementara di wilayah Maluku-Papua, partai ini mendulang elektoral di angka 30,4 persen. Di kedua wilayah ini lagi-lagi Gerindra berada di posisi kedua dengan angka masing-masing 12,1 persen di Bali-Nusa Tenggara dan 19,6 persen di Maluku-Papua.
Sebaliknya, di wilayah Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi, Gerindra menjadi jawara dengan menguasai dukungan pemilih. Sementara di posisi berikutnya, selain PDI-P, muncul Partai Nasdem dan Partai Golkar yang sama-sama masuk kategori partai yang meraih angka elektoral di atas 10 persen.
TIM MEDIA GANJAR
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo saat mengikuti acara konsolidasi pemenangan Pilpres 2024 yang diselenggarakan DPD PDI-P Sumatera Selatan, di GOR Dempo, Palembang, Sabtu (20/5/2023).
Di Sumatera, Gerindra meraih 24,8 persen, PDI-P 15,1 persen, dan Nasdem mendulang 10,5 persen. Kemudian di Kalimantan, Gerindra meraup 18,2 persen, di posisi berikutnya Golkar (15,6 persen) dan PDI-P (13,0 persen). Seperti halnya di Kalimantan, di Sulawesi komposisinya sama, Gerindra di posisi pertama kemudian disusul Golkar dan PDI-P.
Jika mengacu data ini, kondisi pertama terkait penguasaan elektoral memang tak bisa dimungkiri masih didominasi PDI-P dan Gerindra. Keduanya menjadi parpol yang mampu menguasai puncak elektoral di sejumlah wilayah. Penguasaan wilayah ini tentu akan menjadi kalkulasi bagi bangunan koalisi antarparpol.
Kondisi kedua ialah bagaimana parpol mampu merawat pemilih garis kerasnya, yakni pemilih yang sudah memantapkan pilihan pada parpol dan tidak akan mengubah pilihan sampai pemilu nanti. Mereka adalah para strong voters yang menjadi modal sosial partai untuk menjaga daya tawarnya saat membangun bangunan koalisi dengan parpol lain.
Hasil survei Litbang Kompas menyebutkan, hampir semua parpol memiliki potensi pemilih garis keras ini. Jika dilihat dari kelompok parpol yang saat ini ada di parlemen, lagi-lagi PDI-P dan Gerindra tercatat memiliki porsi pemilih garis keras (strong voters) relatif tinggi.
Meskipun di survei Mei 2023 angka pemilih garis kerasnya menurun menjadi 56,2 persen, pemilih loyal PDI-P relatif masih masuk kategori tinggi ketimbang parpol lainnya.
Hal yang sama dialami Gerindra di mana pada survei Mei 2023 angka strong voters-nya menjadi 49 persen, sedikit naik dibandingkan dengan survei Januari 2023. Selain Gerindra, kenaikan angka pemilih garis keras ini juga dialami Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat.
ADRYAN YOGA PARAMADWYA
Suasana konferensi pers Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) di Jalan Brawijaya X, Jakarta Selatan, Jumat (5/5/2023).
Naik turunnya angka pemilih loyal ini juga berdampak pada naik turunnya pemilih bimbang (swing voters). Kelompok pemilih belum menentukan pilihan atau pemilih yang masih kemungkinan mengubah pilihan inilah yang kemudian menjadi pasar perebutan bagi semua parpol untuk mendulang elektoral. Ciri dari pemilih mengambang ini cenderung tidak stabil. Mereka cenderung lebih rasional dan kalkulatif dalam menentukan pilihan.
Tentu untuk menarik perhatian swing voters ini, parpol harus terus melakukan kerja-kerja elektoral yang mesti dimulai dari meningkatkan awareness mereka di muka publik. Survei Litbang Kompas merekam bagaimana saat ini parpol masih dihadapkan pada kerja-kerja untuk meningkatkan popularitas mereka di mata pemilih.
Hal ini penting untuk mendongkrak daya terima publik atau akseptabilitas bagi parpol yang kemudian menjadi pintu masuk bagi partai untuk mendapatkan limpahan elektoral. Aspek menjaga sejauh mana parpol memiliki pemilih garis keras dan melebarkan sayapnya ke pemilih mengambang, pada akhirnya juga memberikan sumbangan daya tawar bagi partai untuk membangun koalisi.
Kondisi ketiga adalah bagaimana parpol mampu mendapatkan sumbangan elektoral dari sosok bakal calon presiden yang diusungnya. Hasil survei Litbang Kompas menangkap, upaya penjajakan koalisi parpol, meski saat ini relatif masih cair, cenderung sudah mendapatkan atensi dari para pemilihnya. Artinya, dukungan parpol ataupun gabungan parpol terhadap sosok bakal calon presiden relatif sudah mampu menarik perhatian pemilih mereka.
Hasil survei Litbang Kompas menjajaki potensi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang digagas Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bagian terbesar (31 persen) dari gabungan responden pemilih ketiga partai ini cenderung mengarahkan dukungan ke Anies Baswedan, sosok bakal calon presiden yang akan diusung koalisi ini.
Hal yang sama dialami Gerindra yang di sejumlah kesempatan melakukan komunikasi intensif dengan PKB dengan munculnya Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR). Total gabungan responden pemilih dari kedua partai ini, sebagian besar, yakni 49,1 persen, memberikan dukungannya kepada Prabowo Subianto, sosok yang menjadi bakal calon presiden yang digadang-gadang oleh koalisi ini.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto bersama Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar menyampaikan keterangan sesuai pertemuan mereka di kediaman Prabowo di Jalan Kertanegara IV, Jakarta, Jumat (28/4/2023).
Demikian juga PDI-P yang sampai hari ini relatif belum secara resmi berkoalisi dengan parpol lain, separuh lebih responden pemilihnya (52,3 persen) mengarahkan dukungan kepada Ganjar Pranowo, bakal calon presiden dari PDI-P.
Sementara total gabungan responden pemilih dari Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan PPP yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) cenderung menyebar pilihannya. Belum adanya kepastian bakal calon presiden turut memengaruhi penyebaran pilihan tersebut.
Hal ini makin menegaskan ada relasi yang cukup kuat antara langkah politik parpol dalam menjalin koalisi partai dan atensi pemilihnya. Meskipun peta koalisi parpol masih dinamis dan berpeluang berubah, koalisi parpol akan menjadi bandul politik ke mana arah dan konfigurasi kekuatan politik akan tergambar, terutama menjelang masa pendaftaran pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pertengahan Oktober 2023. (LITBANG KOMPAS)