Memaknai Deklarasi Pencapresan Ganjar Pranowo
Ganjar Pranowo resmi diumumkan menjadi calon presiden PDI-P oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri pada Hari Kartini (21/4/2023). Deklarasi itu menjadi titik kulminasi dari persilangan berbagai momentum politik.
Persilangan terbesar dari momentum politik ini ialah polemik capres yang akan diusung PDI-P. Apakah calon presiden dari PDI-P akan dipilih dari trah keluarga Soekarno, yakni Ketua DPR RI Puan Maharani, atau kader partai di luar trah sesuai hasil survei di mana ada nama Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Sosial Tri Rismaharini. Nama-nama tersebut beberapa kali disampaikan secara lowprofile oleh Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto dalam acara partai ataupun dalam cuitan di Twitter PDI-P.
”Ketua DPR dengan pengalaman yang sangat luas, kemudian Bu Risma sebagai Mensos. Kemudian Pak Ganjar sebagai Gubernur. Semua unjuk kinerja itu yang harus dilakukan oleh seluruh kader partai dari PDI-P unjuk kinerja,” kata Hasto dalam salah satu cuitan, Selasa (9/8/2022). Dua hari sebelumnya, disebutkan pula oleh Hasto nama mantan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas yang kemudian diangkat menjadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara oleh Presiden Jokowi.
Santer informasi yang beredar bahwa Megawati sebenarnya memiliki preferensi yang kuat kepada putrinya, Puan Maharani, serta putranya, Prananda Prabowo. Tak hanya itu, bahkan ada pengamat politik yang menilai bahwa langkah Megawati menunda-nunda pengumuman nama capres PDI-P adalah sarana pembentukan momentum besar di tengah cairnya dinamika politik sepanjang tahun 2022-2023.
Hal itu mengacu kepada kegigihan seluruh kader PDI-P untuk tetap memercayakan kewenangan penunjukan capres oleh Ketum Megawati Soekarnoputri. Berkali-kali Megawati menyatakan ”sabar... sabar...” setiap kali ditanya tentang siapa nama capres dari PDI-P.
Dipilihnya Ganjar Pranowo ketimbang nama Puan atau nama kader PDI-P lainnya, sekali lagi, membuktikan bagaimana Megawati bertindak secara rasional. Istilah ”Ibu Mega itu rasional” sangat populer didiskusikan di kalangan simpatisan Ganjar yang sempat meragukan bagaimana rasionalitas itu akan bekerja. Maklum, tekanan psikologis di masyarakat sangat kuat seiring deklarasi capres Anies Baswedan oleh Partai Nasdem (3/10/2022) dan capres Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra (12/8/2022).
Pada Oktober 2022 itu elektabilitas Ganjar Pranowo untuk pertama kalinya menduduki peringkat pertama dengan 22,3 persen mengungguli Prabowo Subianto (16,8 persen) dan Anies Baswedan (16,4 persen) berdasarkan survei Kompas.
Namun, alih-alih didukung, justru sebaliknya, Ganjar Pranowo terkena sanksi dijatuhi sanksi teguran lisan oleh Dewan Kehormatan PDI-P akibat pernyataan kesiapannya menjadi calon presiden saat diwawancara di televisi. ”Supaya keadilan di partai itu ditegakkan kepada semua anggota, kami menjatuhkan sanksi teguran lisan kepada Pak Ganjar Pranowo,” kata Komarudin sebagai anggota Dewan Kehormatan PDI-P (Kompas, 25/10/2022).
Segregasi
Setahun sebelumnya, sindiran tajam para petinggi PDI-P terhadap sepak terjang Ganjar Pranowo bahkan terkesan sarkastik. Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul sampai mengeluarkan istilah celeng (babi hutan) terhadap para simpatisan Ganjar yang dinilai melanggar aturan partai. ”...di PDI-P itu yang di luar barisan bukan banteng, itu namanya celeng. Jadi apa pun alasan itu yang deklarasi, kalau di luar barisan, ya, celeng,” ujar Bambang Pacul. Tak hanya kecaman, selama dua tahun terakhir aktivitas Ganjar juga dibatasi untuk tak keluar Pulau Jawa, kecuali aktivitas tertentu.
Dengan dipilihnya nama Ganjar Pranowo, berakhir pula polemik apakah Megawati akan mendahulukan kepentingan keluarga atau mengikuti kehendak masyarakat luas yang menempatkan nama Ganjar sebagai capres terfavorit. Tak hanya itu, Megawati bahkan menugasi Puan Maharani untuk menjadi ketua tim pemenangan Ganjar Pranowo di Pilpres 2024.
Tidak dimungkiri, segregasi antara pendukung Ganjar dan nonpendukung yang sama-sama berasal dari kaum nasionalis itu telah terbentuk dan nyata adanya. Penulis beberapa kali menjumpai debat panas ketika terjadi pertemuan antara relawan Ganjar Pranowo dan kader struktural PDI-P yang mati-matian ”mengamankan” perintah Ketua Umum PDI-P. Di sisi lain, kalangan relawan Ganjar mengatasnamakan rakyat dan menyatakan berhak atas peran dalam pencalonan presiden, meski sadar tak memiliki ”tiket resmi” secara prosedural.
Dalam survei pemetaan politik di Jawa Timur, DIY, dan Banten pada Februari 2023 lalu, penulis mendapati nyaris tak ada seorang pun pengurus DPD dan DPC PDI-P di daerah yang mau bahkan sekadar mendiskusikan nama Ganjar Pranowo. Betapa kuat dan teguh para kader PDI-P di struktur kepengurusan daerah menyimpan rapat-rapat suara hati mereka tentang nama capres demi menjaga perintah Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
Dengan demikian, sesungguhnya terjadi pergeseran aras politik yang sangat besar bagi struktur organisasi PDI-P itu sendiri setelah Ganjar akhirnya dideklarasikan Megawati. Narasi perintah politik harian Ketua Umum yang sebelumnya sangat ”imun” terhadap Ganjar berbalik 180 derajat menjadi dukungan politik penuh secara formal bagi Gubernur Jateng ini.
Yang menjadi pertanyaan ialah kenapa deklarasi Ganjar Pranowo akhirnya dimajukan pada peringatan hari Kartini 21 April, dan bukannya mendekati saat pendaftaran capres yang baru dibuka pada 19 Oktober 2023 sebagaimana banyak disuarakan pengurus PDI-P sebelum peristiwa deklarasi?
Darurat elektabilitas
Sulit disangkal meskipun tak langsung diakui sebagai calon presiden, Ganjar Pranowo menjadi tumpuan bagi kalangan nasionalis untuk maju menjadi calon presiden di Pemilu 2024. Dia dianggap sebagai kader PDI-P paling potensial mengingat dari segi pandangan politik, asal parpol, jenis kepribadian merakyat, dan anggapan sebagai penerus Jokowi.
Survei Kepemimpinan Nasional Kompas mencatat, publik menilai lebih banyak aspek personalitas yang dimiliki Ganjar ketimbang kandidat populer lain. Kesederhanaan, sikap merakyat, dan kejujuran menjadi poin plus yang dimiliki Ganjar. Poin-poin kepemimpinan merakyat ini lebih tinggi daripada Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Namun, dari segi ketegasan, Ganjar dinilai publik masih di bawah Prabowo.
Dalam pertemuan dengan kalangan relawan di Magelang akhir tahun 2022, Presiden Jokowi mengisyaratkan dukungan terhadap calon presiden dengan ”rambut putih” yang dipersepsikan sebagai bekerja keras memikirkan rakyat setiap hari. Tak hanya itu, konsolidasi relawan pendukung Jokowi, Projo, dengan tajuk ”Musyawarah Rakyat (Musra)” juga digalang di banyak daerah untuk mendukung Ganjar Pranowo.
Dengan berbagai dukungan itu, survei Kompas mencatat elektabilitas Ganjar senantiasa naik bahkan sesekali melejit hingga periode survei Februari 2023 yang mencatat 25,3 persen pada model jawaban terbuka dan 37 persen pada model jawaban 3 calon. Pada bulan itu, elektabilitas Ganjar sudah terpantau aman baik dalam simulasi jawaban terbuka, simulasi 10 calon, 5 calon, 3 calon, hingga head-to-head. Keunggulan Ganjar bahkan rata-rata lebih dari dua kali besaran marginoferror yang menggambarkan posisi elektoral yang mapan.
Meski demikian, mapannya posisi elektoral tersebut sempat goyah dengan isu tuan rumah Piala Dunia U-20. Ketika terjadi ”tragedi” ucapan lisan Ganjar tentang penolakan kedatangan tim sepak bola U-20 Israel ke Indonesia dan berakhir dengan dibatalkannya penyelenggaraan gelaran sepak bola oleh FIFA, maka penurunan drastis elektoral pun terjadi.
Tak menunggu lama, pamor Ganjar langsung melorot gara-gara tiga hal, yakni dianggap menjadi salah satu penyebab batalnya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20, dianggap ”melawan” kebijakan Pemerintahan Jokowi, dan nuansa sikap konservatif.
Menurut sejumlah survei yang dilakukan Indikator Politik dan Lembaga Survei Indonesia pada akhir Maret 2023, elektabilitas Ganjar langsung anjlok 7-8 persen dan elektabilitas PDI-P turun 2-3 persen. Di sisi lain, elektabilitas Prabowo naik cukup signifikan sehingga mampu mengungguli Ganjar Pranowo dan elektabilitas Anies Baswedan juga sedikit terkerek. Terjadi perpindahan suara dari pemilih Ganjar yang kecewa bergeser paling banyak ke Prabowo Subianto disusul suara rahasia/tidak jawab.
Pada saat yang sama, situasi politik juga cenderung menghangat karena Presiden Jokowi pun di depan pertemuan ketua parpol Koalisi Indonesia Bersatu menyatakan ”pusing dua minggu ini gara-gara urusan bola”. Pertemuan yang tanpa dihadiri PDI-P sebagai partai pengusung Jokowi ini tak pelak menggambarkan memang sedang ada ”jarak politik” antara Presiden Jokowi dan Megawati Soekarnoputri.
Kombinasi momentum antara penurunan elektoral Ganjar Pranowo dan PDI-P di tengah menghangatnya politik nasional akhirnya membuat PDI-P mengambil keputusan cepat memajukan deklarasi pencalonan Ganjar Pranowo untuk mengerem melorotnya elektabilitas dan mencegah memanasnya situasi politik. Bagaimanapun, ketika penurunan elektabilitas terjadi secara curam dan stabilitas politik terganggu, akan sulit mengembalikan kondisi kembali seperti semua.
Manuver dan pengorbanan
Dalam konteks elektoral dan tegangan politik yang terjadi seperti di atas, langkah Ganjar Pranowo untuk secara tegas menyatakan menolak tim Israel sesungguhnya merupakan langkah politik yang luar biasa. Hal ini karena sejak semula sudah bisa diperkirakan bahwa penolakan ini bisa berisiko bagi elektabilitasnya karena ini adalah sepak bola yang sangat populer di Indonesia dan sudah direstui Presiden Jokowi.
Penyelenggaraan Piala Dunia U-20 yang sudah sejak lama tiga tahun sebelumnya dipersiapkan dan digadang pemerintahan Jokowi dengan potensi tiga triliun rupiah duit beredar. Semua orang juga memahami Presiden Jokowi sedang membanting tulang untuk mendatangkan investasi ke Indonesia demi peningkatan tingkat laju perekonomian. Ini artinya, menghambat ”investasi piala dunia U-20” sama saja dengan menabrak perintah Presiden.
Penolakan terhadap tim Israel juga minim terdengar dilakukan oleh Prabowo Subianto dan Anies Baswedan sehingga secara telak menempatkan posisi politik Ganjar Pranowo satu-satunya capres yang dianggap berdosa membuat gagalnya hajatan Piala Dunia U-20 di Indonesia.
Langkah Ganjar Pranowo mengambil sikap secara tegas menolak kedatangan tim Israel menempatkan dirinya sebagai sasaran tembak politik, setelah isu pembatalan Piala Dunia U-20 makin merebak. Namun, yang tak disadari publik, langkah itu sebenarnya menyelamatkan situasi pilihan politik yang super sulit antara Jokowi dan Megawati dengan menjadi ”bumper politik”. Dengan menyatakan sikap secara tegas pemihakan Ganjar kepada PDI-P, legitimasi politik Megawati dan PDI-P yang menolak kedatangan timnas Israel menjadi terselamatkan.
Ganjar perlu mengambil alih penolakan kepada tim Israel itu karena sebelum disuarakan olehnya, penolakan oleh I Wayan Koster cenderung kurang bergaung. Hal ini mengundang risiko bahwa penyelenggaraan piala dunia bisa tetap berlangsung. Bukti hal ini, setelah terjadi penolakan oleh Ganjar Pranowo, isu tentang penolakan tim Israel menjadi lebih kuat dan menasional.
Hal ini tidak terjadi ketika penolakan tim Israel hanya dilakukan oleh surat Gubernur Bali I Wayan Koster. Sulit membayangkan bahwa hajatan sepak bola piala dunia akan tetap berlangsung di tengah penolakan oleh PDI-P yang bakal memerosotkan pamor partai banteng.
Baca juga: Jejak Langkah Politik Ganjar Pranowo
Di tengah simpang-siur isu penolakan tim Israel, muncul penyulit tambahan, yakni adanya informasi ancaman keamanan dan politik yang akan mengikuti jika jadi penyelenggaraan piala dunia tersebut. Ancaman keamanan meliputi rencana demonstrasi besar anti-Israel yang setiap saat bisa berkembang menjadi kerusuhan.
Sementara ancaman politik ditengarai muncul dari upaya sejumlah elite politik yang siap menunggangi kerusuhan anti-Israel menjadi upaya menaikkan pamor dalam kancah elektoral Pemilu 2024. Tanpa disadari publik, elite politik yang setuju penyelenggaraan piala dunia berpotensi membuka peluang menggoyang stabilitas pemerintahan jika terjadi kerusuhan massal. Bahkaan, ancaman gejolak politik ini pada akhirnya bisa mengarah ke impeachmentpada Presiden Jokowi.
Indikasi hal ini bisa terbaca dari pernyataan sejumlah tokoh politik yang saling berkontradiksi dalam soal penerimaan tim Israel. Kontradiksi itu juga terekam dalam respons publik di media sosial yang saling bertukar peran, tak konsisten dengan narasi-narasi mereka sebelumnya. Akun di medsos yang biasanya anti-pemerintah justru berbalik mendukung pemerintah dan menyalahkan keputusan Ganjar dan sebaliknya.
Baca juga: Jejak Kiprah Kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah
Artinya, jika hajatan piala dunia tetap terselenggara, terdapat dua pusaran konflik, yakni antara kubu pro dan kontra piala dunia di sesama pendukung Jokowi dan PDI-P, serta kubu pendompleng, yakni mereka yang akan memanfaatkan kekisruhan politik dan keamanan dengan meniupkan isu stabilitas politik dan menggoyang legitimasi pemerintahan Jokowi.
Pada titik ini, langkah Ganjar Pranowo untuk mengambil posisi sebagai titik sasaran limpahan kesalahan merupakan pengorbanan untuk menjadi jembatan bagi semua kepentingan. Pilihan membela keputusan PDI-P tak hanya karena ideologi PDI-P, tetapi juga bermakna strategis, yaitu untuk menyelamatkan politik nasional yang lebih luas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Jejak Elektabilitas Ganjar dan Upaya Merebut Simpati Publik