Jejak Elektabilitas Ganjar dan Upaya Merebut Simpati Publik
Dukungan elektabilitas kepada sosok pemimpin tidak datang tiba-tiba. Terdapat torehan panjang dinamika elektabilitas dan kerja keras dalam meraih dukungan publik.
Pencapresan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo oleh PDI-P tidak terlepas dari elektabilitas yang dimiliki Ganjar. Dalam dua tahun terakhir, namanya berada di deretan tiga besar tokoh yang memiliki elektabilitas tinggi sebagai calon presiden 2024 bersama Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Namun, di balik pencapaian tersebut ada kisah panjang bagaimana Ganjar merebut perhatian publik Tanah Air.
Elektabilitas atau keterpilihan Ganjar dalam dunia politik setidaknya dapat dilacak sejak pemilu legislatif (pileg) tahun 2004. Kala itu, ia ditugaskan oleh PDI-P untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI periode 2004-2009 dari daerah pemilihan (dapil) Jateng VII. Dapil ini meliputi Kabupaten Banjarnegara, Kebumen, dan Purbalingga. Di situ, ia harus bersaing dengan 71 calon anggota DPR RI lainnya untuk memperebutkan jatah tujuh kursi di Senayan.
Tak hanya bersaing dengan calon dari partai lain, Ganjar juga dihadapkan pada enam rekan sesama caleg PDI-P di dapil tersebut. Hal ini tidak terlepas dari sistem pemilu legislatif tahun 2004 yang masih menggunakan nomor urut calon sebagai penentu. Ini membawa konsekuensi bahwa jatah kursi partai ditentukan oleh suara sah yang diperolehnya. Setelah itu, perolehan kursi tersebut diberikan kepada calon yang memenuhi atau melebihi nilai bilangan pembagi pemilih (BPP). Apabila tidak ada yang memenuhi kriteria, kursi akan diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut.
Ganjar, yang mendapatkan nomor urut tiga, memperoleh suara sah sebanyak 32.482. Jumlah tersebut setara 14,7 persen dari BPP Dapil Jateng VII sebesar 221.333 suara. Namun, dukungan suara ini rupanya belum mampu meloloskan Ganjar ke Senayan. Pasalnya, tidak ada calon dari partainya yang memenuhi atau melebihi BPP di dapil tersebut. Calon yang berhak mendapatkan kursi DPR RI ialah caleg yang memiliki nomor urut satu dan dua. Mereka adalah Soeratal dan Jakob Tobing.
Namun, nasib baik masih berpihak ke Ganjar. Presiden Megawati Soekarnoputri kemudian menugaskan Jakob Tobing menjadi Duta Besar untuk Republik Korea Selatan pada Juli 2004. Ini berarti, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang melarang adanya rangkap jabatan, posisi Jakob Tobing di parlemen harus digantikan. PDI-P pun kemudian menunjuk Ganjar sebagai pengganti antarwaktu (PAW) bagi Jakob Tobing. Dengan demikian, Ganjar akhirnya dapat melenggang ke Senayan sebagai anggota Komisi IV DPR RI (Kompas, 4/8/2004).
Nama Ganjar mulai terdengar di pentas politik nasional. Pada 2007, ia dipercaya mengisi tiga posisi penting sekaligus, yakni Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Partai Politik, Ketua Pansus RUU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPR, serta diangkat sebagai Sekretaris I Fraksi PDI-P.
Kepercayaan itu pun kemudian dijalankan dengan sebaik mungkin. UU Parpol berhasil disetujui pada 6 Desember 2007. Sementara itu, setelah melewati proses yang cukup alot, UU MPR, DPR, DPD, dan DPR disetujui pada 3 Agustus 2009. Torehannya ini boleh dikata cukup baik bagi seorang kader muda seperti Ganjar. Selain itu, posisinya sebagai ketua pansus dan sekretaris fraksi membuat nama Ganjar kerap menghiasi pemberitaan media (Kompas, 23/6/2009).
Berbekal pengalaman legislatif, ia lantas kembali bertarung untuk mempertahankan posisinya di parlemen pada Pemilu 2009. Sebagaimana lima tahun sebelumnya, Ganjar maju dari Dapil Jateng VII sebagai arena pertarungannya. Capaiannya membaik. Ia mampu memperoleh 65.864 suara sah atau 39,2 persen dari BPP dapil tersebut. Itu berarti ada kenaikan sebesar 91 persen dari suara yang diraihnya pada Pemilu 2004.
Perolehan suara tersebut sudah memadai bagi Ganjar untuk mengamankan posisinya di kursi DPR. Ia kemudian didapuk sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI. Jangkauan kiprahnya sebagai legislator semakin bertambah ketika ia diangkat sebagai anggota Pansus Angket Bank Century dan Tim Pengawas Bank Century yang banyak disorot masyarakat saat itu.
Di samping itu, posisinya di Komisi II DPR RI juga membuatnya terlibat dalam berbagai perancangan undang-undang, seperti revisi paket UU Politik pada 2010 dan RUU Keistimewaan DI Yogyakarta pada 2012.
Pilkada
Pada September 2012, Ganjar mulai diisukan akan diusung oleh PDI-P sebagai calon gubernur Jateng. Kala itu ia mendaftar dengan penuh kepercayaan diri dan akhirnya ditetapkan sebagai calon gubernur oleh PDI-P pada Maret 2013.
Perjuangan Ganjar, yang dipasangkan dengan Bupati Purbalingga Heru Sudjatmoko, juga tidak mudah. Saingannya adalah petahana Bibit Waluyo yang berpasangan dengan Sudijono. Pesaing lainnya ialah Sekretaris Daerah Jateng Hadi Prabowo. Dibandingkan dengan mereka, Ganjar-Heru dipandang kurang begitu mengakar dan populer di kalangan masyarakat. Apalagi, elektabilitas Ganjar-Heru sebelum pemilihan menurut sejumlah lembaga survei berada jauh di bawah pasangan Bibit-Sudijono.
Menyadari pertarungannya meraup dukungan elektabilitas tidak akan mudah, Ganjar segera mengambil langkah strategis. Dimulai pada 23 Maret 2013, Ganjar mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Ketua Komisi II DPR RI untuk fokus mempersiapkan kampanye. Berselang tiga hari kemudian, Ganjar sudah sibuk blusukan ke pasar dan tempat pelelangan ikan di Tegal.
Upaya Ganjar untuk merebut simpati publik Jateng ditempuhnya dengan berbagai cara. Kepiawaiannya berbicara di depan publik menjadi andalannya. Kemudian, saat pembacaan visi-misi di DPRD Provinsi Jateng, Ganjar mencoba menampilkan gaya berbeda dengan mengenakan kemeja warna putih tanpa jas dan tidak berdiri di podium. Hal itu ia lakukan sebagai simbol perubahan kultur birokrasi yang kaku dan berjarak dengan rakyat (Kompas, 19/5/2013). Tak lupa, Ganjar juga turut berdialog dengan aktivis antikorupsi Jateng sebagai perwujudan dari slogan kampanyenya, ”Mboten Ngapusi, Mboten Korupsi”.
Kerja keras mencapai elektabilitas maksimal tentu tidak bisa dilakukan sendirian. PDI-P turut memaksimalkan kapasitas mesin politiknya. Kala itu, Puan Maharani sebagai Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P menggalang dana upaya pemenangan Ganjar-Heru secara gotong royong oleh anggota internal partai (Kompas, 11/4/2013). Tak hanya itu, 285.000 kader PDI-P di Jawa Tengah turut dikerahkan untuk menyukseskan kemenangan Ganjar-Heru.
Kombinasi atas pengalaman politik Ganjar dengan kekuatan mesin partai akhirnya mengantarkannya pada kemenangan. Ganjar-Heru terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Tengah periode 2013-2018 dengan 6,9 juta suara atau 48,82 persen dari total suara sah. Daerah Solo Raya tampak menjadi basis kekuatannya. Ia berhasil memperoleh 64,5-78,7 persen suara di Kota Surakarta, Kabupatan Sukoharjo, Karanganyar, dan Boyolali.
Menjelang berakhirnya masa jabatannya, Ganjar kembali dicalonkan sebagai gubernur Jateng periode 2018-2024. Pencalonan Ganjar diumumkan oleh Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri sebagai calon gubernur Jateng pada Januari 2018. Untuk pertarungan kali kedua ini, Ganjar dipasangkan dengan Taj Yasin, kader PPP sekaligus putra dari ulama kharismatik KH Maimun Zubair.
Kiprahnya sebagai gubernur selama lima tahun sepertinya cukup memberinya waktu untuk menanamkan pengaruhnya di tengah rakyat Jateng. Hasil survei Litbang Kompas pada 19 Februari-4 Maret 2018 menunjukkan bahwa elektabilitas Ganjar-Yasin mencapai 79 persen. Raihan tersebut jauh melampaui pesaingnya, Sudirman Said-Ida Fauziah sebesar 11,8 persen.
Tak hanya itu, hasil survei juga merekam bahwa popularitas Ganjar mencapai 78,4 persen. Resistensi publik terhadap Ganjar-Yasin pun relatif kecil, yakni 7,1 persen. Ganjar-Yasin juga didukung oleh hampir semua lini demografis, seperti dari kategori agama, etnis, pendidikan, kelas sosial, dan partai.
Raihan baik ini membuat Ganjar dan PDI-P percaya diri dapat menjalani proses kontestasi pemilihan Pilkada Jateng. Namun, rupanya Sudirman-Ida terbukti mampu memberikan perlawanan yang cukup ampuh. Hasil penghitungan suara menunjukkan bahwa Sudirman-Ida berhasil meraih 7,62 juta suara atau 41,22 persen. Sementara Ganjar mampu meraih 10,36 juta suara atau 58,78 persen suara. Perolehan itu tentu terpaut jauh dengan elektabilitasnya sebelum pelaksanaan pilkada. Ini menandakan upaya Ganjar dan partai pengusungnya masih memiliki celah yang dapat dimanfaatkan oleh pesaingnya.
Survei exit poll Litbang Kompas menunjukkan sejumlah faktor yang mendukung keberhasilan Ganjar adalah kesolidan massa PDI-P untuk memilih Ganjar-Yasin. Tercatat, 85,4 persen massa PDI-P mendukung mereka. Selain itu, pemasangan Ganjar-Yasin terbukti cukup ampuh mempertahankan dukungan dari kalangan Nahdlatul Ulama. Mereka berhasil mempertahankan 62,2 persen dukungan kalangan Nahdliyin. Faktor lain adalah pengalaman dan citra merakyat yang ditonjolkan Ganjar (Kompas, 28/6/2018).
Calon presiden
Setelah berhasil menaklukkan dua arena kontestasi, yaitu pemilu legislatif dan pilkada gubernur, Ganjar mulai dilirik oleh sebagian kalangan untuk maju ke tingkat nasional. Namanya sudah muncul dalam survei elektabilitas Litbang Kompas pada Oktober 2019. Tingkat elektabilitasnya masih minim, yaitu 1,8 persen. Raihannya masih di bawah sejumlah kepala daerah lainnya, seperti Anies Baswedan, yang mencapai 8,4 persen, Tri Rismaharini sebesar 2,3 persen, dan Ridwan Kamil sebesar 3,3 persen.
Namun, perkembangan berikutnya menunjukkan bahwa Ganjar mampu memikat hati rakyat. Ia dapat melipatgandakan hasil tersebut pada survei bulan Agustus 2020 sehingga mencapai 5,4 persen dan naik lagi pada Januari 2021 sebesar 7,1 persen. Analisis Litbang Kompas menilai peningkatan ini, selain karena kinerjanya sebagai gubernur, juga ditopang oleh posisi Ganjar yang dipersepsikan sebagai ”ahli waris” oleh pendukung Presiden Jokowi (Kompas, 15/6/2021).
Baca juga: Jejak Langkah Politik Ganjar Pranowo
Popularitasnya lantas semakin ramai diperbincangkan. Ganjar semakin memperoleh simpati publik Indonesia. Pada September-Oktober 2022, nama Ganjar mulai menduduki posisi teratas elektabilitas dalam survei sejumlah lembaga. Dalam kurun waktu itu, ia tercatat memiliki elektabilitas 23,2 persen berdasarkan survei Litbang Kompas. Pada survei Litbang Kompas pada Januari 2023, Ganjar tetap menduduki urutan pertama dengan elektabilitas 25,3 persen. Ia unggul 7,2 persen dari Prabowo dan 12,2 persen dari Anies.
Namun, capaian elektabilitasnya mendapat ujian ketika Ganjar memberikan komentar terkait penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di Indonesia. Pada akhir Maret 2023, Ganjar menyatakan menolak kehadiran tim nasional Israel sebagai peserta Piala Dunia U-20. Ganjar mengacu pada pandangan ideologis Soekarno yang tidak akan mengakui Israel selama Palestina belum merdeka (Kompas, 5/4/2023). Penolakannya ini sejalan dengan sikap yang diambil oleh PDI-P.
Komentarnya tersebut menjadi sasaran publik ketika FIFA akhirnya membatalkan Indonesia sebagai tuan rumah perhelatan akbar tersebut pada 30 Maret 2023. Pantauan media sosial dari Litbang Kompas pada 28 Maret-3 April 2023 menunjukkan terdapat 156.000 percakapan dan 671.500 interaksi di media sosial dengan kata kunci ”Ganjar”. Sentimen yang terlihat dalam pantauan banyak menyiratkan ketidaksetujuan, kekecewaan, dan kemarahan dari netizen.
Polemik ini berimbas pada merosotnya elektabilitas Ganjar. Hasil survei Indikator Politik Indonesia pada April 2023 menunjukkan, Ganjar kehilangan sekitar 7-8 persen dukungan. Elektabilitasnya pun turun menjadi peringkat kedua dengan 19,8 persen, sedangkan posisi pertama diduduki Prabowo dengan 22,2 persen.
Meski demikian, Megawati Soekarnoputri ternyata mengambil langkah yang tidak diduga. Pada 21 April 2023, Ketua Umum PDI-P ini menetapkan penugasan Ganjar sebagai calon presiden usungan partai. Keputusan PDI-P untuk melabuhkan pilihannya kepada Ganjar menjadi bukti bahwa ia memang mampu merebut perhatian publik Tanah Air.
Dua dasawarsa pengalaman politiknya sebagai legislator dan gubernur berhasil dijadikannya sebagai masa tanam dan semai benih popularitasnya. Media sosial dan media massa mampu digunakannya sebagai sarana yang efektif dan optimal.
Kepiawaiannya dalam berbicara di depan publik serta konsistensi pembangunan citra diri yang merakyat cukup ampuh menandingi kritik-kritik yang menghampirinya. Berbagai kontroversi pun dapat dimanfaatkan sebagai kompos yang kian menyuburkan. Dibarengi dengan loyalitasnya kepada partai, Ganjar memiliki modal yang baik dalam meningkatkan elektabilitasnya.
Baca juga: Jejak Kiprah Kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah
Jalan panjang elektabilitas Ganjar tidak datang tiba-tiba. Tingkat pengenalan publik dan tingkat popularitasnya di mata masyarakat membentuk dukungan keterpilihan yang diperjuangkan sejak 2004. Dukungan keterpilihan ini juga tidak dapat dilepaskan dari kerja mesin partai PDI-P yang selalu memberikan kesempatan dan dukungan kepada Ganjar untuk semakin berkembang.
Berkaca pada Pilkada Gubernur Jateng 2013, kombinasi atas pengalaman politik Ganjar dan kekuatan mesin partai pada akhirnya mengantarkannya pada kemenangan. Dengan restu partai naungannya dan dukungan sejumlah partai lainnya, Ganjar seakan dipersilakan membuktikan seberapa layak dirinya merebut simpati publik hingga 14 Februari 2024 mendatang. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga Kompaspedia: Profil PDI Perjuangan