Karut-marut pengadaan dan distribusi daging sapi di Indonesia telah terjadi selama 30 tahun. Problem itu, antara lain, ialah daging ilegal, beredarnya daging campuran, hingga kasus korupsi dan suap dalam proses impor.
Oleh
Yohanes Mega Hendarto
·4 menit baca
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Pedagang daging sapi sedang melayani permintaan pembeli di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, 9 Oktober 2022. Untuk menstabilkan harga dan pasokan daging hingga awal 2023, pemerintah mengimpor daging kerbau beku 20.000 ton dari India dan 20.000 ton daging sapi beku dari Brasil.
Berbagai penyimpangan dalam pusaran tata niaga daging sapi telah terjadi selama 30 tahun, mulai dari masuknya daging sapi ilegal, beredarnya daging campuran, hingga kasus korupsi dan suap yang melibatkan pengusaha importasi serta pejabat. Transparansi sistem dan pengawasan impor perlu ditegakkan pemerintah.
Dari penelusuran arsip berita Kompas, setidaknya terdata 28 pemberitaan kasus penyimpangan daging sapi sejak 1992. Jika dikalkulasikan, negara menderita kerugian triliunan rupiah. Kasus paling menggemparkan terjadi pada 2013 ketika anggota DPR, Luthfi Hasan Ishaaq, terbukti menerima suap Rp 1,3 miliar dari total Rp 40 miliar yang dijanjikan perusahaan importir guna menambah kuota impor daging menjadi 8.000 ton.
Ke-28 pemberitaan tersebut dapat digolongkan menjadi tiga jenis pelanggaran, yaitu impor ilegal, pengedaran daging sapi oplosan, dan kasus korupsi atau suap. Dimulai pada era 1990-an, kasus impor ilegal masih sering terjadi dengan modus penyelundupan daging sapi beku asal India dari Sarawak, Malaysia, melalui Pontianak, Kalimantan Barat. Kala itu, India belum dinyatakan bebas dari penyakit hewan menular.
Dalam sepuluh tahun kemudian, penyimpangan daging sapi mulai beragam. Para pengusaha potong hewan, pengusaha daging giling, hingga pedagang mulai meracik campuran daging sapi dengan celeng untuk diedarkan di pasar tradisional. Selain itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga menemukan beredarnya daging sapi gila asal Amerika Serikat dan daging dengan kemasan palsu di sejumlah pasar swalayan Jakarta.
YOHANES MEGA HENDARTO
Seorang pembeli menanyakan harga daging sapi dan jeroan di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (13/3/2023). Harga daging sebelum memasuki bulan puasa berada di kisaran Rp 130.000-Rp 140.000 per kilogram.
Pengusaha impor pun tak luput dari penyimpangan. Pada September 2004, tiga perusahaan importir swasta terbelit kasus impor daging sapi serta jeroan ilegal asal Brasil dan India. Dalam putusan pengadilan, ketiganya diminta memusnahkan 141 kontainer.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) juga menemukan praktik kartel daging sapi pada 2016 yang melibatkan 32 perusahaan penggemukan sapi. Ke-32 perusahaan itu dinyatakan bersalah karena melakukan persekongkolan usaha yang mengakibatkan harga daging sapi di pasar naik tinggi.
Kasus korupsi dan suap impor daging sapi terjadi dengan pola kerja sama antara pejabat dan pengusaha importasi. Polanya serupa, pengusaha importasi menyuap agar pemerintah memberi penugasan yang memperbesar jumlah kuota impor daging sapi beserta turunannya.
KOMPAS/ANITA YOSSIHARA
Presiden Joko Widodo beramah-tamah dengan petani di Desa Pernek, Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 29 Juli 2018. Petani meminta Presiden Jokowi menghentikan impor sapi agar harga sapi Sumbawa bisa meningkat.
Bisnis impor
Selain berhadapan dengan kebutuhan mendorong produksi populasi dari peternakan lokal dan pengendalian harga, persoalan pelik tata niaga daging sapi juga bersumber dari tindak kecurangan dan pelanggaran impor. Pusaran tata niaga daging sapi ini tidak terlepas dari bisnis ”gurih” impor daging sapi.
Tren impor daging sapi cenderung meningkat dalam lima tahun terakhir. Dari data Badan Pusat Statistik (BPS), Australia menjadi negara asal impor terbesar dengan jumlah 122.863 ton daging sapi pada 2021.
Sejak awal 2021, Australia mulai membatasi kuota ekspor daging sapi ke luar negeri. Menyiasati itu, pemerintah mulai melirik Brasil sebagai negara asal impor guna menyiasati kebutuhan stok dalam negeri, apalagi harganya masih tergolong lebih murah meski memakan waktu ekspedisi yang lama. Maka, sejak Mei 2021, sebanyak 420 ton daging sapi impor asal Brasil secara bertahap mulai masuk ke pasaran bertepatan dengan tingginya permintaan publik menjelang Lebaran.
Dengan sederhana, perhitungan perkiraan keuntungan dapat dilihat demikian. Harga daging sapi Australia (per Desember 2022) berada di kisaran 7,2 dollar Australia per kilogram atau sekitar Rp 75.000. Sementara itu, harga daging sapi Brasil (per Maret 2023) di kisaran 19,35 real Brasil per kilogram atau sekitar Rp 56.000.
Jika keduanya ditambahkan bea cukai dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), 1 kilogram daging sapi Australia seharga Rp 89.000 dan daging sapi Brasil sekitar Rp 67.000. Harga daging sapi impor di pasaran saat ini berada di angka Rp 130.000 per kilogram. Meskipun harus dikurangi biaya distribusi, gudang berpendingin, dan lainnya, margin keuntungan masih termasuk besar.
Itulah sebabnya, banyak pihak melihat bisnis impor daging sapi ini begitu menjanjikan. Apalagi, saat ini pemerintah masih terbilang bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan daging sapi di masyarakat. Pandemi Covid-19, wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), serta belakangan lumpyskindisease (LSD) yang melanda kerap disebut sebagai penyebab kurangnya pasokan sapi potong dalam negeri.
Pengawasan impor
Saat ini pemerintah sudah memberlakukan sistem pengadaan impor terbuka melalui tender. Perusahaan tender harus memenuhi enam kriteria, yakni gudang berpendingin memenuhi syarat teknis, laporan kinerja impor sebelumnya, berpengalaman dalam impor, menyerap sapi/daging lokal, punya alat angkut khusus daging, dan tak ketinggalan, memiliki industri pengolahan daging.
Namun, penentuan jumlah kuota impor masih berjalan tertutup dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) yang diikuti kementerian dan lembaga terkait. ”Idealnya, penentuan jumlah impor juga melibatkan kelompok peternak,” ujar Ketua Umum Pengurus Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) Nanang Purus Subendro, Selasa (14/3/2023).
Menurut Nanang, selama ini asosiasi peternak hanya diberikan sebatas sosialisasi tanpa diberi kesempatan untuk memenuhi target pemenuhan stok dalam negeri.
Terkait pengawasan impor, Direktur Utama PT Berdikari (Persero) Harry Warganegara menekankan pentingnya peran KPPU. ”Selama ini, PT Berdikari bekerja sama dengan KPPU sehingga jumlah impor sesuai dengan rakortas dan kualitas impor terjaga,” ujarnya, Jumat (17/3/2023).
Menurut Harry, daging yang diimpor dari negara asal itu diberikan kode batang sehingga kualitasnya jelas dan terjaga higienisnya. Tak dapat dimungkiri, beragam bentuk praktik kecurangan di tataran bawah memang terkait dengan siasat mengakali harga daging sapi yang terus naik dari tahun ke tahun.
Praktik monopoli dan kartel perlu diberantas agar kestabilan harga tercapai. Terlepas dari itu, kemandirian dalam produksi sapi potong lokal perlu terus diupayakan. (LITBANG KOMPAS)