Jaga Pasokan Daging dengan Swasembada Skala Domestik
Dalam penghitungan skala nasional, produksi daging sapi disebut-sebut belum mampu memenuhi permintaan dalam negeri. Padahal, ada 18 daerah yang kelebihan pasokan daging. Sebagian di antaranya bahkan tegas melarang impor.
Oleh
Agustina Purwanti
·5 menit baca
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Pedagang daging sapi di Pasar Smep, Kota Bandar Lampung, sedang beraktivitas di lapaknya, 5 Juli 2022. Wabah penyakit mulut dan kuku tidak membuat harga daging sapi di Kota Bandar Lampung bergejolak karena Lampung punya kelebihan pasokan daging.
JAKARTA, KOMPAS —Nanang Purus Subendro, Ketua Dewan Pengurus Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia, menyebutkan, larangan impor salah satunya diberlakukan di Lampung. ”Di Lampung, ada regulasi yang melarang masuknya daging kerbau India,” ujarnya, Selasa (14/3/2023). Regulasi ini tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Nomor 524 Tahun 2016.
Nanang mengungkapkan, pemerintah pusat mengizinkan pemerintah daerah untuk menolak daging sapi impor guna melindungi peternak lokal. ”Kebetulan di Lampung sudah terjadi oversupply,” ujarnya.
Pemetaan produksi dan konsumsi daging sapi yang dilakukan Litbang Kompasmenemukan hal senada. Berdasarkan penghitungan menggunakan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), total konsumsi daging sapi di Lampung tahun lalu sebanyak 1.558,8 ton. Adapun produksi daging sapi di tahun yang sama mencapai 21.176,2 ton. Dengan kata lain, produksi tersebut mampu mencukupi kebutuhan daging sapi Lampung.
Bahkan, jika dihitung berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kementan), surplus pasokan masih terjadi. Walaupun angka konsumsi dari Kementan lebih besar ketimbang perhitungan Susenas, tetap saja ada kelebihan pasokan sekitar 13.000 ton.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Vaksinator dari Pusvetma Surabaya menyuntikkan vaksin untuk penyakit mulut dan kuku (PMK) pada sapi perah di Sidoarjo, Jatim, 17 Juni 2022. Jatim dengan populasi sapi sekitar 5,2 juta ekor menunggu distribusi vaksin untuk mengatasi wabah PMK.
Kebijakan serupa lebih dulu diberlakukan di Jawa Timur sejak 2010. Melalui Surat Edaran Gubernur Nomor 524 Tahun 2010, Pemerintah Provinsi Jatim melarang pemasukan dan peredaran sapi, daging, dan jeroan impor.
Jika dihitung menggunakan data konsumsi Kementan, memang terjadi defisit daging sapi di Jatim sekitar 35.000 ton. Namun, perhitungan menggunakan data Susenas menunjukkan surplus lebih dari 82.000 ton pada tahun 2022, terbesar di antara provinsi-provinsi lain di Indonesia.
Kelebihan pasokan itu dibuktikan dengan dikirimnya daging sapi serta sapi siap potong dari Jatim ke wilayah Jabodetabek, terutama saat hari raya. Tak hanya Jatim, Lampung juga turut mengirim daging sapi ke DKI Jakarta.
KORNELIS KEWA AMA
Sapi ternak dari NTT siap dikirim ke luar daerah dengan kapal melalui Pelabuhan Tenau, Kupang, 20 Juli 2020. Sapi NTT dikirim antara lain ke DKI Jakarta untuk memenuhi kebutuhan daging di Ibu Kota.
Kolaborasi daerah
Fakta tersebut menunjukkan terbukanya peluang kerja sama antardaerah untuk saling mengisi kekurangan daging sapi. Dengan kata lain, hal itu dilakukan bertumpu pada swasembada lokal. Praktik kolaborasi lainnya datang dari Pemprov DKI Jakarta dengan Pemprov Nusa Tenggara Timur.
Melalui PD Dharma Jaya dan PT Flobamor, Pemprov DKI Jakarta membuka pusat pembibitan dan pemotongan sapi di NTT. Kerja sama dilakukan sejak 2014 dan masih berlangsung hingga saat ini.
Sebagai provinsi dengan tingkat konsumsi daging sapi tertinggi, Pemprov DKI telah mengambil langkah yang tepat dengan mengadakan kolaborasi tersebut. Penghitungan menggunakan data Susenas ataupun Kementan menunjukkan DKI Jakarta selalu mengalami defisit daging sapi. Bahkan, DKI Jakarta merupakan provinsi dengan defisit daging sapi tertinggi di Indonesia.
Kekurangan pasokan hingga lebih dari 95.000 ton dalam setahun tidak mungkin dipenuhi oleh DKI Jakarta secara mandiri. Pembukaan lahan untuk peternakan mustahil dilakukan mengingat padatnya permukiman di Ibu Kota.
Bukan hanya untuk DKI Jakarta, kolaborasi terkait juga memberikan keuntungan bagi NTT yang peternakannya terus mengalami peningkatan. Kini, populasi sapi potong di timur Indonesia itu menembus angka 1,2 juta ekor atau naik 26 persen dari tahun 2016.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Peserta balap sepeda Cycling de Jabar 2022 melintas di dekat gerombolan sapi yang sedang digembala pemiliknya di Kecamatan Cibalong, Garut, Jawa Barat, 28 Agustus 2022. Jabar mulai mendatangkan sapi dari daerah lain untuk memenuhi peningkatan konsumsi masyarakatnya.
Kerja sama serupa baik untuk diterapkan di provinsi lain, terutama yang tingkat permintaan daging sapinya cukup tinggi. Salah satunya Jawa Barat. Kendati produksinya cukup besar, jumlah penduduk di Jabar membuat kebutuhan akan daging sapi sangat tinggi. Pada 2021, Jabar mulai membuka kerja sama pembelian sapi dari Nusa Tenggara Barat.
Yang juga perlu mendapatkan perhatian adalah Kalimantan Utara. Berdasarkan dua metode penghitungan, defisit daging sapi di Kaltara selalu terjadi. Kebutuhan 1.000 ton daging sapi dalam setahun belum dapat dipenuhi lantaran produksinya baru mencapai 895 ton, terendah secara nasional.
Sebagai alternatif, Kaltara dapat bekerja sama dengan provinsi tetangganya, seperti Kaltim dan Kalsel, yang tengah mengembangkan integrasi sapi-sawit. Peternakan sapi di lahan perkebunan sawit itu diperkirakan mampu menambah pasokan daging dalam negeri dengan harga yang tak kalah bersaing dari daging impor.
Hal tersebut bukan tidak mungkin diwujudkan. Infrastruktur telah tersedia di mana-mana. Jalan tol sudah menghubungkan antarprovinsi, bahkan pulau.
Ekonomi biaya tinggi
Secara keseluruhan, 18 dari semua provinsi di Indonesia masih mengalami surplus daging sapi, berdasarkan perhitungan menggunakan data Kementan. Kendati jumlahnya bervariasi, kelebihan pasokan satu daerah untuk mencukupi kebutuhan daerah lainnya akan mengurangi ketergantungan impor.
Selain itu, ketepatan pemetaan secara keseluruhan akan membawa Indonesia mewujudkan impian menjadi lumbung pangan dunia, salah satunya komoditas daging sapi. ”Pemerintah sudah menyusun bahwa di tahun 2045 Indonesia akan jadi lumbung pangan dunia. Kalau mau serius, perhitungan analisisnya harus konsisten,” ujar Rochadi Tawaf, ahli agrobisnis Universitas Padjadjaran, Minggu (12/3/2023).
Alternatif lain datang dari tren plant base meat. Daging berbasis materi tanaman atau daging nabati ini mulai dilirik banyak industri. Bukan tidak mungkin, hal ini bisa menjadi salah satu solusi mengurangi permintaan impor. Apalagi, Indonesia memiliki keunggulan sumber daya alam yang berlimpah.
Bagaimanapun, impor yang dilakukan terus-menerus akan menggerogoti cadangan devisa negara. Menurut catatan BPS, anggaran yang dikeluarkan untuk impor daging sapi terus meningkat.
Tahun 2017, Indonesia harus membayar 572.028 ribu dollar AS atau sekitar Rp 7,7 triliun untuk mendatangkan daging sapi dari seluruh mitra dagang. Jumlah tersebut meningkat hampir dua kali lipat menjadi Rp 13,6 triliun pada tahun lalu. Perlu diingat bahwa impor sangat sensitif terhadap kondisi global. Ditambah lagi nilai tukar rupiah cenderung melemah belakangan ini.
Melihat fakta tersebut dan karut-marut komoditas daging sapi hingga saat ini, pemetaan spasial secara mendalam layak dikedepankan. Bagaimanapun kebutuhan daging sapi nasional merupakan akumulasi dari permintaan regional.
Karena itu, penting untuk melihat kondisi di tiap-tiap provinsi dan membuka kerja sama antardaerah. Jika swasembada nasional belum mampu diwujudkan, swasembada skala lokal bisa menjadi pilihan. (LITBANG KOMPAS)