Pemilih Ganjar, Prabowo, dan Anies, Siapa Paling Militan?
Pemilih lebih mengedepankan sosok calon presiden dibandingkan partai politik pengusungnya. Dari pemilih Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, siapa yang paling militan dan loyal?

Tiga nama tokoh yang sejauh ini masuk dalam bursa teratas sebagai bakal calon presiden, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, sama-sama memiliki pemilih militan. Loyalitas pemilih dari ketiga tokoh tersebut jauh melampaui entitas partai politik. Pendek kata, ada kecenderungan loyalitas pilihan kepada sosok calon presiden cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kepada partai.
Setidaknya kesimpulan ini terbaca dari hasil survei Litbang Kompas periode Januari 2023. Survei menguji sejauh mana militansi pilihan responden terhadap sosok calon presiden dan sosok partai politik. Hasilnya, militansi terhadap sosok bakal calon presiden lebih kuat dibandingkan dengan kesetiaan pilihan kepada partai politik.
Hal ini tampak dari lebih tingginya respons publik ketika menempatkan sosok calon presiden dalam memori pilihan politiknya dibandingkan dengan pilihan terhadap partai politik. Ketika ditanya apakah responden tetap akan memilih sosok calon presiden tertentu meskipun ia diajukan oleh partai politik yang tidak disukainya, hasilnya responden relatif akan tetap memilih sosok calon presiden tersebut.
Hal ini terekam baik dari responden pemilih Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, maupun Anies Baswedan. Ketiga tokoh ini sengaja dilihat secara khusus karena ketiganya relatif konsisten muncul sebagai nama teratas yang dipilih publik sebagai sosok calon presiden yang diinginkan dan akan dipilih di Pemilihan Presiden 2024.
Dari kelompok pemilih Ganjar, sebanyak 72,7 persen akan tetap memilih Gubernur Jawa Tengah ini sebagai presiden meskipun ia diusung oleh partai politik yang tidak disukai oleh responden. Meskipun demikian, tetap ada potensi pemilih yang hilang jika Ganjar diusung oleh partai politik yang tidak dikehendaki oleh responden.

Sebanyak 11,5 persen pemilih Ganjar akan beralih memilih sosok lain dan sebagian lainnya (3,3 persen) menyatakan tidak akan menggunakan hak pilihnya jika Ganjar diusung oleh partai politik yang tidak disukai oleh kelompok responden ini.
Hal yang sama juga ditemukan dari kelompok pemilih Prabowo Subianto. Sosok Menteri Pertahanan ini juga memiliki pemilih militan. Sebanyak 70 persen dari responden pemilih Prabowo ini mengaku akan tetap memilih sosok mantan Danjen Kopassus tersebut meskipun dalam jajaran partai pengusungnya ada partai politik yang tidak dikehendaki atau tidak begitu disukai oleh responden.
Meskipun demikian, potensi kehilangan pemilih juga terjadi dan bisa dialami Prabowo jika ia diusung oleh partai politik yang tidak disukai pemilihnya.
Potensi tersebut tercatat relatif lebih kecil dibandingkan Ganjar. Sebanyak 9,7 persen dari pemilih Prabowo akan mengalihkan pilihannya kepada sosok calon presiden lainnya jika ada partai politik yang tidak dikehendaki responden mengusung Ketua Umum Partai Gerindra tersebut.

Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Anies Baswedan
Tidak hanya mengalihkan dukungan, kelompok responden pemilih Prabowo juga berpotensi golput alias tidak menggunakan hak pilihnya jika ada partai politik tertentu yang tidak disukai mengusung Prabowo.
Kelompok responden ini memang tidak terlalu besar, yakni hanya 3,7 persen dari kelompok responden pemilih Prabowo. Namun, harus diakui partai politik memang menyimpan variabel potensi resistensi yang mengganggu elektoral dari calon presiden yang diusung meskipun angkanya relatif tidak begitu besar.
Apa yang terjadi pada pemilih Ganjar dan Prabowo juga terjadi di kelompok pemilih Anies Baswedan. Berbeda dengan Ganjar dan Prabowo yang angka loyalitas relatif masih tinggi, yakni di atas 70 persen.

Kelompok responden pemilih Anies militansinya relatif masih di bawah pemilih Ganjar dan Prabowo. Sebanyak 64,6 persen dari responden pemilih Anies mengaku akan tetap memilih mantan Gubernur DKI Jakarta ini sebagai presiden meskipun ada partai politik yang tidak begitu disukai oleh pemilih.
Tingkat militansi pemilih Anies ini dibayangi oleh potensi resistensi dari pemilih Anies yang lainnya, bahkan angkanya lebih besar dibandingkan dengan resistensi pemilih Ganjar dan Prabowo.
Setidaknya sebanyak 15,8 persen dari pemilih Anies berpotensi berpindah pilihan jika Anies diusung oleh partai politik yang tidak disukai oleh pemilihnya ini. Bahkan, sebanyak 8,9 persen dari kelompok responden pemilih Anies memutuskan golput jika ada Anies diusung partai politik yang tidak disukai tersebut.
Baca Juga: Survei Litbang ”Kompas”: Membaca Arah Dukungan Pemilih Jokowi dan Prabowo
Resistensi
Berbeda dengan militansi responden terhadap sosok calon presiden, militansi terhadap partai politik cenderung tidak sekuat terhadap sosok capres yang diidamkan. Jika rata-rata militansi terhadap sosok calon presiden mencapai 69 persen dari tiga sosok di atas, militansi terhadap partai politik rata-rata hanya mencapai 44 persen.
Data ini menunjukkan, kurang dari separuh pemilih yang tetap memantapkan pilihan terhadap partai politik yang disukainya jika partai tersebut mengusung sosok calon presiden yang tidak disukai. Artinya, resistensi pemilih cenderung lebih tinggi terhadap partai politik dibandingkan dengan terhadap sosok calon presiden.
Pendek kata, apa pun partai politiknya, selama calon presidennya disukai, akan berpeluang tetap dipilih. Berbeda dengan partai politik, jika ”salah” mengusung calon presiden, peluang tidak dipilihnya lebih besar.
Responden pemilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), misalnya, tercatat hanya 36,7 persen yang akan tetap memilih partai ini jika mengusung sosok calon presiden yang tidak dikehendaki pemilih. Sampai laporan ini ditulis, partai yang dipimpin Megawati Soekarputri ini belum secara tegas dan resmi mengusung sosok tertentu sebagai calon presidennya.
Terakhir, sikap PDI-P dilontarkan saat peringatan 50 tahun partai ini yang menyebutkan akan mengusung kader partai sendiri untuk menjadi calon presiden. Dua nama yang selama ini beredar di publik adalah Ganjar Pranowo dan Ketua DPR Puan Maharani, dua kader PDI-P yang berpotensi menjadi calon presiden yang diusung.

Presiden Joko Widodo bersama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Kamis (9/3/2023).
Jika sosok yang kemudian diusung kurang diterima pemilihnya, survei menangkap PDI-P akan berpotensi kehilangan sebagian dukungan. Setidaknya sepertiga responden pemilih partai ini akan berniat mengalihkan dukungan ke partai politik lain jika calon presiden yang diusung partai ini tidak begitu disukai oleh responden.
Sementara sebanyak 18,6 persen lainnya dari kelompok responden pemilih PDI-PP akan cenderung tidak menggunakan hak pilihnya jika partainya mengusung calon presiden yang tidak dikehendaki.
Berbeda dengan PDI-P yang belum secara pasti mengeluarkan nama calon presidennya, Partai Gerindra yang sudah menyatakan secara resmi ketua umumnya, Prabowo Subianto, sebagai calon presiden, relatif masih terjaga loyalitas pemilihnya untuk memilih Gerindra.
Survei merekam, sebanyak 57,1 persen responden pemilih Gerindra akan tetap memilih partai ini meskipun Gerindra mengusung calon presiden yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Meskipun begitu, potensi perpindahan pemilih juga bisa dialami Gerindra jika calon presiden yang diusung nanti sosoknya tidak disukai pemilihnya. Setidaknya sebanyak 28,6 persen pemilih Gerindra berpeluang memilih partai politik lain, bahkan 9,5 persen yang lainnya lebih memilih untuk golput jika Gerindra mengusung calon presiden yang tidak dikehendaki pemilih.
Baca Juga : Analisis Litbang ”Kompas”: Menjaga Pamor dan Netralitas Presiden
Perpindangan dukungan
Sementara itu, Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat yang sudah menyatakan mendukung Anies Baswedan menjadi calon presiden juga dihadapkan pada potensi perpindahan dukungan dari pemilihnya. Meskipun demikian, rata-rata 41 persen dari pemilih ketiga partai ini menunjukkan militansi dan loyalitasnya untuk tetap memilih partai-partai ini meskipun nantinya mengusung partai politik yang tidak dikehendaki.
Sejauh ini nama Anies Baswedan memang sudah secara resmi menjadi bakal calon presiden yang diusung ketiga partai ini. Koalisi Nasdem, PKS, dan Demokrat di beberapa kesempatan sudah melakukan banyak aktivitas di daerah untuk menyosialisasikan Anies sebagai calon presiden yang diusung koalisi ini.

Sementara itu, di luar tiga sosok yang masuk dalam bursa bakal calon presiden, yakni Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan, Koalisi Indonesia Bersatu yang dimotori oleh Golkar, PAN, dan PPP belum menunjukkan nama-nama yang akan diusung sebagai calon presiden.
Sebaliknya, wacana yang muncul dari ketiga partai ini justru berbeda-beda. Golkar menyatakan tetap mengusung ketua umumnya, Airlangga Hartarto, sebagai calon presiden. PAN malah mengeluarkan pernyataan mendukung pasangan Ganjar-Erick Thohir, sedangkan PPP lebih terbuka kepada siapa pun, termasuk nama Sandiaga Uno yang belakangan disebut-sebut akan berlabuh ke partai berbasis massa Islam ini.
Menariknya, dari ketiga partai ini, Golkar relatif memiliki militansi pemilih yang lebih kuat dibandingkan PAN dan PPP. Sebanyak 48,4 persen pemilih Golkar akan tetap setia memilih partai ini meskipun nantinya mengusung calon presiden yang tidak disukai oleh pemilih.
Sebagai partai politik yang selama ini tidak bertumpu pada kekuatan sosok, Golkar relatif stabil dengan tingkat militansi serta loyalitas pemilih yang terjaga.

Bakal calon presiden Anies Baswedan (kiri) disambut Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono saat berkunjung di DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (2/3/2023).
Bagi partai-partai politik tertentu, kekuatan sosok calon presiden memang menjadi faktor yang cukup berpengaruh dalam menjaga stabilitas elektoral terhadap partai politik. Hal ini terutama dialami oleh partai-partai politik yang sejak awal sudah identik dengan sosok-sosok tertentu yang akan diusung sebagai calon presiden.
Kelompok partai ini lebih berpotensi mendapatkan resistensi dari pemilihnya, terutama ketika pilihan dukungan terhadap calon presiden tidak sesuai dengan keinginan pemilih.
Sementara bagi partai politik lainnya yang selama ini relatif tidak begitu identik dengan calon presiden tertentu, peluangnya mendapatkan resistensi dari pemilihnya relatif tidak sebesar partai-partai yang identik dengan sosok calon presiden tertentu.
Pada akhirnya, militansi pemilih calon presiden memang menerobos ikatan-ikatan kepartaian yang pada akhirnya berdampak pada elektoral partai, baik dampak yang bisa menaikkan maupun menurunkan elektoral. (LITBANG KOMPAS)
Baca Juga: Ganjar, Prabowo, dan Intensi Presiden Jokowi untuk Jadi ”King Maker”