
Sebagian besar publik Indonesia bahagia lewat definisi masing-masing. Hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Maret 2023 menemukan tiga dari empat responden mengungkapkan rasa bahagia mereka dalam setahun ini dengan makna kebahagiaan yang berbeda-beda.
Sebanyak 42,7 persen responden menyebut arti bahagia sebagai mendapatkan kasih sayang dari keluarga, pasangan, atau teman. Sementara itu, 32 persen mengartikan kebahagiaan sebagai berkat kesehatan. Adapun 15,3 persen menyebut arti kebahagiaan sebagai memiliki harta atau kekayaan.
Sebagian kecil (4,8 persen) merasakan bahagia saat bisa jalan-jalan liburan, mendapatkan karier yang gemilang, ataupun kebebasan untuk berekspresi. Keberagaman jawaban ini menyumbang narasi penting bagi siapa saja untuk tidak terpaku pada satu bentuk kebahagiaan.
Saat media sosial sedang meruncingkan wacana pamer kemewahan harta benda sebagai arti pencapaian hidup, temuan hasil jajak menunjukkan hal yang sebaliknya. Sebagian besar publik justru meyakini hal-hal imateriil sebagai sumber kebahagiaan mereka.

Tidak hanya bergantung pada definisi, makna kebahagiaan juga tampak berbeda di setiap generasi. Artinya, tantangan di setiap fase kehidupan yang berbeda membuat makna kebahagiaan pun bisa beragam.
Pada kelompok usia termuda, kebahagiaan masih kuat berelasi dengan kasih sayang. Menjelang usia dewasa, arti kebahagiaan bergeser ke arah material yang tak lepas dari pencapaian karier atau jabatan. Makna kebahagiaan dalam wujud kasih kembali menguat ketika memasuki usia 40 tahun. Pada kelompok generasi X dan baby boomers, berkah kesehatan juga semakin menjadi tolok ukur kebahagiaan.
Hanya 28,9 persen kelompok gen Y yang diwakili oleh responden berusia 24-39 tahun yang mengartikan kebahagiaan lewat hadirnya kasih sayang. Proporsi ini paling kecil dibandingkan dengan generasi lain.
Pada gen Z, misalnya, 66,3 persen mengartikan kebahagiaan sebagai kasih sayang antar-orang terkasih. Gen Y cenderung melihat arti kebahagiaan sebagai memiliki kekayaan atau harta dengan komposisi lebih dari dua kali lipat lebih besar ketimbang generasi lain.
Baca juga : Jajak Pendapat Litbang ”Kompas” : Menghargai Sesama, Bahagianya Orang Kota
Tidak bahagia
Indeks Kebahagiaan Indonesia (IKI) yang disusun Badan Pusat Statistik memperlihatkan, skor kebahagiaan Indonesia terus meningkat. Pada 2021, indeks kebahagiaan mencapai level 71,49 atau mengalami peningkatan 0,8 poin dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya.
Meskipun sedang menghadapi krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19 yang dimulai pada akhir 2019, capaian kebahagiaan tersebut patut disyukuri. Temuan Litbang Kompas mengenai persepsi masyarakat terkini melengkapi capaian positif tersebut.
Namun, di sisi lain, jajak pendapat juga merekam responden yang belum merasakan kebahagiaan. Umumnya mereka berasal dari latar belakang ekonomi bawah, tinggal di perdesaan, dan kelompok masyarakat produktif.
Sebanyak 42,1 persen responden berlatar ekonomi sosial rendah tidak merasa bahagia tahun ini. Sementara tak lebih dari 20 persen responden kelas menengah-bawah dan menengah-atas yang merasakan hal sama.
Responden yang berasal dari perdesaan lebih banyak merasa tidak bahagia dibandingkan dengan yang tinggal di kota. Jajak pendapat memotret 36,4 persen warga desa tidak bahagia, sementara hanya 14,2 persen warga kota yang menyatakan hal demikian.
Kecenderungan yang muncul dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas tersebut selaras dengan Indeks Kebahagiaan Indonesia. Tingkat kebahagiaan warga berpendapatan tinggi lebih baik dibandingkan dengan warga berpendapatan rendah.

Misalnya saja, IKI warga berpendapatan lebih dari Rp 7.200.000 berada pada skor 77,15, sementara pada warga berpendapatan di bawah Rp 3.000.000 hanya 70,80. Adapun kebahagiaan warga kota berselisih 0,56 poin lebih tinggi ketimbang warga desa.
Anomali kembali terekam pada generasi Y. Kelompok ini menjadi kelompok dengan proporsi responden yang merasa tidak bahagia paling banyak dibandingkan dengan kelompok lain. Tercatat 38 persen gen Y tidak bahagia, sementara hanya 4,8 persen responden pada gen Z yang merasakan demikian. Ketidakbahagiaan lebih sedikit dirasakan pada gen X dan baby boomers pada proporsi sekitar 20 persen.
Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan bukanlah hal yang stabil. Responden yang merasa bahagia atau tidak bahagia tahun ini pernah merasakan momen yang kurang menyenangkan.
Kebahagiaan dan ketidakbahagiaan bukanlah hal yang stabil.
Dari semua responden, ada satu dari empat responden yang menyatakan bahwa mereka mengalami momen kurang bahagia dalam setahun terakhir. Mayoritas momen ini terkait dengan masalah keuangan dan kehilangan orang yang dicintai.
Dari proporsi tersebut, 37 persen merasa khawatir karena kurangnya materi dan 7,7 persen merasakan tekanan karena kehilangan harta benda. Terkait dengan karier, 10,9 persen merasa khawatir karena karier mereka tidak berkembang, 8,1 persen kehilangan pekerjaan, dan 2,2 persen belum dapat menyelesaikan pendidikan.
Seperempat dari publik yang diwawancarai lebih menyoroti masalah afeksi, di antaranya 19,2 persen merasa sedih karena kehilangan orang yang dicintai dan 6,4 persen mengalami konflik dengan orang yang dicintai.
Baca juga : Menemukan Kebahagiaan dalam Batin
Menemukan kebahagiaan
Momen kebahagiaan dan kesedihan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Meskipun banyak tantangan dan krisis yang dihadapi, masyarakat Indonesia terbukti mampu menemukan kebahagiaan dalam makna yang beragam.
Kemampuan masyarakat untuk terus coba menghadirkan kebahagiaan, walau dalam makna yang berbeda-beda, menjadi bekal spiritual untuk menghadapi tantangan kehidupan yang kian beragam dan sulit. Dalam hal ini, pergulatan masyarakat agar tetap bahagia menjadi hal substansial mengapa kebahagiaan layak diperjuangkan.
Momen kebahagiaan dan kesedihan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia.
Memahami dimensi ketidakbahagiaan dari mereka yang belum merasa bahagia juga dapat menjadi semangat untuk saling berbagi dan peduli memperjuangkan kebahagiaan bagi setiap manusia.
Menyambut Hari Kebahagiaan Internasional, rasa bahagia yang masih dirasakan sebagian besar masyarakat Indonesia ini patut dirayakan dan terus dirawat di tengah perjuangan bangkit dari krisis seraya terus berbagi kepada mereka yang masih belum bahagia. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Yang Senior, Yang Bahagia