Pertempuran hebat terus berlangsung di kota Bakhmut, Donetsk. Pihak Rusia dan Ukraina tampaknya sudah memasuki babak baru pertempuran menggunakan teknologi tinggi di musim semi.
Oleh
M Toto Suryaningtyas
·6 menit baca
Di tengah pertempuran sengit memperebutkan kota Bakhmut di Provinsi Donetsk, militer Rusia dan Ukraina sama-sama mempersiapkan peperangan musim semi. Apakah perang besar benar-benar akan terjadi di musim semi ini serta bagaimana kesiapan militer Rusia dan Ukraina?
Pertempuran memperebutkan Bakhmut telah berjalan sengit dalam minggu-minggu terakhir ini. Diperkirakan, sekitar 50.000 pasukan militer swasta Wagner Group menjadi kelompok yang mendominasi komposisi pasukan Rusia di garis depan sekitar Bakhmut. Pihak Barat memperkirakan sejak awal invasi hingga saat ini 20.000 hingga 30.000 orang dari pasukan paramiliter Wagner tewas dalam pertempuran.
Di sisi lain, total korban tewas pasukan Ukraina diperkirakan jauh lebih rendah, yaitu sepertujuh hingga seperlima jumlah di pihak Rusia. Sekretaris Keamanan Nasional Ukraina Oleksiy Danilov mengatakan, rasionya tujuh prajurit Rusia banding satu Ukraina yang terbunuh di Bakhmut. NATO memperkirakan lima orang Rusia tewas untuk setiap orang Ukraina di Bakhmut.
Selain korban militer, korban sipil penduduk Bakhmut tentu tak sedikit. Apalagi di kota yang semula berpenduduk 71.000 jiwa itu masih ada yang bertahan di ruang-ruang bawah tanah. Wakil Wali Kota Oleksandr Marchenko menyatakan, ada sekitar 4.000 warga sipil yang tak bisa mengungsi dan terpaksa tinggal di tempat penampungan bawah tanah tanpa air, gas, atau listrik.
”Kota ini hampir hancur. Tak ada satu bangunan pun yang tidak terdampak dalam perang ini,” kata Marchenko sebagaimana dilaporkan BBC, Kamis (9/3/2023).
Bermodalkan pasukan inti dari Grup Wagner, Rusia tampaknya menjalankan doktrin perang peninggalan Uni Soviet ”Deep Battle”, yakni pasukan dengan kriteria khusus dalam jumlah masif harus masuk sedalam dan secepat mungkin ke wilayah musuh dengan koordinasi yang intens di semua level pertempuran.
Strategi ini dijalankan dengan sebanyak mungkin melakukan serangan (tembakan infanteri, artileri, kavaleri) dan pengiriman pasukan pada satu titik penting. Dengan jumlah tentara dan tembakan artileri yang berkali lipat dari Ukraina di Bakhmut, tampaknya strategi Rusia mulai menampakkan hasil dan menguasai sisi timur kota Bakhmut.
Pasukan Ukraina terkepung dari arah utara, timur, dan selatan. Hanya tersisa sisi koridor barat selebar sekitar 5 km untuk suplai pasukan penguat dan logistik perang. Sejumlah analis dan media Barat memperkirakan, tinggal sedikit waktu lagi yang dimiliki pasukan Ukraina untuk bertahan dari strategi ”bumi hangus” yang dijalankan tentara Rusia.
Meskipun oleh para komandan militer Bakhmut dianggap bukan wilayah penting untuk dipertahankan habis-habisan, mereka tetap mengikuti perintah Presiden Zelenskyy yang mencegah Bakhmut dipakai sebagai koridor Rusia memasuki wilayah tengah Ukraina. Saat ini diperkirakan 15.000 lebih pasukan Ukraina berada di pusat kota Bakhmut.
Sebelumnya, Presiden Zelenskyy menjadikan kota itu sebagai lambang perlawanan. ”Perjuangan Bakhmut akan mengubah lintasan perang kita untuk kemerdekaan dan kebebasan,” kata Zelenskyy akhir tahun 2022 saat kunjungan ke Washington, Amerika Serikat.
Serangan simbolik
Apa pun hasil pertempuran di Bakhmut, pihak Rusia dan Ukraina tampaknya sudah memasuki babak baru pertempuran dengan teknologi tinggi di musim semi. Hal itu terindikasi dari serangan besar-besaran rudal canggih Rusia ke seluruh kota besar Ukraina pada 9 Maret 2023.
Jumlah rudal yang diluncurkan dalam sehari itu belum pernah terjadi sejak serangan besar rudal 10 Oktober 2022. Demikian juga taktik mengecoh pertahanan udara Ukraina menggunakan drone Shahed-136 sebelum peluncuran rudal sebenarnya, mirip taktik Ukraina saat mengecoh pertahanan kapal Rusia ”Moskva”. Semuanya mengindikasikan terjadinya perang daya tahan (artrition war) sekaligus perang urat saraf.
Pada 9 Maret 2023, sebanyak 81 rudal canggih diluncurkan Rusia. Rudal-rudal itu meliputi Kh-101/Kh-555 (28 unit), Kalibr (20 unit), Kh-22 antikapal (6 unit), Kh-31P supersonik antikapal (2 unit), Kh-59 (6 unit), S-300 (13 unit) untuk pertahanan serangan udara, serta Kh-47 ”Kinzhal” (6 unit) yang termasuk hipersonik
”Ini adalah malam yang sulit,” tulis Presiden Volodymyr Zelenskyy melalui pesan di media sosial Facebook-nya, Jumat (10/3) pagi.
Beberapa saat kemudian rilis Kementerian Pertahanan Rusia menyatakan bahwa mereka telah meluncurkan senjata berbasis udara, laut, dan darat jarak jauh berpresisi tinggi, termasuk sistem rudal hipersonik Kinzhal. Hal itu merupakan tindakan balasan atas penerobosan perbatasan Rusia di wilayah Bryansk oleh kelompok ultranasionalis Ukraina minggu lalu yang memakan korban tewas dua warga sipil Rusia.
Mengingat jenis dan jumlah rudal yang dipergunakan dalam serangan Kamis malam, sulit diterima nalar bahwa pelanggaran perbatasan di Bryansk yang berakibat dua warga Rusia tewas menjadi semata casus belli serangan rudal. Terlebih, serangan rudal dilakukan di tengah gencarnya upaya militer Ukraina untuk memperoleh senjata berat dari NATO dan mandeknya invasi Rusia selama musim dingin enam bulan ini.
Sebagai perbandingan, serangan masif rudal Rusia juga terjadi pada 9-10 Oktober 2022 yang melibatkan 84 rudal dan 24 drone Kamikaze. Serangan itu dilakukan Rusia hanya berselang sehari setelah peledakan jembatan Crimea yang mengguncang publik Rusia dan dunia. Serangan saat itu diperkirakan memakan biaya 400-700 juta dollar AS dan cukup menguras anggaran perang Rusia.
Tak bisa lain, serangan rudal terbaru Rusia mengindikasikan rangkaian serangan besar pada awal musim semi Maret 2023. Hal itu diperkirakan merupakan upaya menekan dukungan suplai logistik tempur dan psikologi publik Ukraina di tengah penantian kedatangan pesawat jet, tank tempur, dan berbagai senjata berat dari Barat.
Bagaimanapun kondisi kesiapan tempur militer Rusia (dalam konteks senjata konvensional) sudah tak sama dengan saat awal perang. Komposisi pasukan perang, terutama tank tempur utama, rudal presisi, dan kendaraan lapis baja pasukan, diperkirakan sudah menyusut hingga separuh dari kondisi di awal perang. Lembaga International Institute for Strategic Studies pada 15 Februari 2023 merilis data bahwa lebih dari 2.000 tank Rusia atau separuh dari tank operasional sudah hancur.
Bahkan, dalam merebut kota Bakhmut saja, Rusia kehilangan pasukan dalam jumlah besar. Sejumlah sumber Barat menyebut angka 20.000 hingga 30.000 atau sekitar lima hingga tujuh kali lipat jumlah korban di pihak Ukraina.
Pertahanan udara
Di Ukraina, serangan masif rudal itu membuka kesadaran bahwa Rusia tak segan menggunakan semua arsenal tercanggihnya untuk kembali menyerang Ukraina. Padahal, cadangan rudal canggih berpemandu yang dimiliki Rusia diyakini semakin berkurang setiap hari akibat penggunaan yang masif.
Yurii Ihnat, juru bicara Komando Angkatan Udara Ukraina, menyatakan, serangan pada 9 Maret belum pernah dilihatnya. ”Kami tidak memiliki kemampuan untuk melawan senjata-senjata ini,” ujarnya, mengacu pada rudal Kinzhal dan rudal jelajah X-22.
Sementara itu, Komandan Angkatan Bersenjata Ukraina Jenderal Valerii Zaluzhnyi mengatakan, pasukan Ukraina menghancurkan 34 dari 54 rudal jelajah, 8 rudal yang diluncurkan dari udara, dan 4 drone Shahed-136.
Bandingkan hasil ini dengan serangan masif rudal 10 Oktober 2022, saat 56 serangan berhasil dicegat dari total 84 rudal dan 24 drone. Artinya, kemampuan pertahanan udara Ukraina belum banyak berkembang dibandingkan dengan kondisi 10 Oktober 2022 meski sudah mendapat pasokan senjata antiserangan udara baru.
Sulit dimungkiri, perang Rusia-Ukraina saat ini juga menjadi proyeksi dari kemampuan militer Rusia melawan Barat. Rudal-rudal hipersonik Rusia, seperti Kinzhal dan Zircon, diyakini belum memiliki ”obat penawar” jika diluncurkan ke negara Barat atau anggota NATO. Presiden AS Joe Biden pun mengakui bahwa hampir tak mungkin mencegat rudal hipersonik Rusia.
Untunglah, secara total Rusia diperkirakan hanya punya sekitar 50 rudal jenis Kinzhal. Adapun rudal hipersonik berjuluk Zirkon yang berbasis kapal selam dan kapal permukaan masih dalam tahap pengujian akhir.
Perang besar musim semi telah diawali Rusia, dengan menguji kemampuan pertahanan udara Ukraina dukungan NATO. Dunia masih akan melihat bagaimana keampuhan senjata-senjata baru yang mulai berdatangan ke Ukraina, termasuk tank Leopard, tank Challenger, kendaraan lapis baja Bradley, Stryker, dan misil Patriot, untuk unjuk gigi menangkis serangan besar musim semi Rusia. (LITBANG KOMPAS)