Jasa kuli angkut dihadapkan pada minimnya kesejahteraan dan meningkatnya beban hidup. Perlu perhatian khusus untuk meningkatkan kualitas kehidupan para kuli angkut.
Oleh
Eren Masyukrilla
·5 menit baca
REBIYYAH SALASAH
Mistori (43), kuli angkut di Pasar Induk Kramat Jati, memikul wortel dari lapak sayuran menuju pikap pembel di parkiran, Rabu (8/3/2023).
Keberadaan jasa kuli angkut sebagai bagian penting dari layanan pemindahan barang perlu mendapat perhatian. Beratnya beban kerja seringkali tak sepadan dengan upah yang diterima. Karena hanya bergantung pada belas kasih pengguna jasa, membuat kelompok penjaja jasa ini rentan dan jauh dari sejahtera.
Kuli angkut merupakan golongan pekerja yang menawarkan jasa untuk memindahkan barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Pekerjaan ini sangat mengandalkan kekuatan otot tubuh dari kuli yang menawarkan jasa.
Bagi sebagian orang, menggunakan jasa kuli angkut tentu akan sangat membantu meringankan aktivitas. Keberadaan kuli angkut ini banyak ditemukan di sejumlah tempat publik, seperti pasar, stasiun kereta, terminal, sampai pelabuhan.
Hasil jajak pendapat Kompas kepada 508 responden nasional merekam keberadaan jasa kuli angkut cukup melekat dalam keseharian. Tidak sedikit responden yang sering menggunakan jasa ini. Sekitar sepertiga responden mengaku bukan hanya pernah bertemu langsung dengan kuli angkut, namun secara langsung juga memakai jasanya.
Potret ini menunjukkan betapa keberadaan penjaja jasa angkut sebagai bagian dari rantai perpindahan barang menjadi sangat penting. Tak hanya itu, dalam tataran sistem pelayanan suatu tempat publik, misalnya di stasiun kereta api, para kuli angkut atau jamak disebut porter ini menjadi garda terdepan yang melayani konsumen atau penumpang.
Ada andil porter yang turut menciptakan kualitas pelayanan bagi penumpang. Tugas seorang porter bukan hanya menawarkan jasa, lalu mendapatkan imbalan dari penggunanya. Lebih dari itu, porter turut mewarnai perwajahan pengelola stasiun kereta yang bertanggung jawab memberi kenyamanan dan keamanan bagi penumpang atau pengunjung.
Dinamika jasa angkut di stasiun kereta tak bisa disamakan dengan pekerjaan yang sama di sejumlah tempat lainnya. Porter stasiun kereta saat ini menjadi salah satu bentuk jasa kuli angkut yang sudah terkelola lebih baik. Hal itu terlihat salah satunya dari seragam rapi yang mereka kenakan. Mereka ini memang dibina secara langsung oleh pengelola stasiun terkait agar dapat menjalankan standar pelayanan untuk penumpang.
Namun demikian, porter stasiun tetap memiliki kesamaan dengan pekerja kuli angkut lainnya terkait dengan sistem kerja dan upah yang diterima. Upah atau tarif penggunaan jasa angkut merupakan hal yang terus menjadi persoalan. Tidak ada aturan yang dibuat untuk penetapan tarif. Ukuran tarif hanya didasarkan pada belas kasih setiap pengguna.
Terkait hal ini, jajak pendapat Litbang Kompas merekam besaran tarif yang cukup beragam yang diberikan pengguna untuk jasa kuli angkut. Lebih dari sepertiga responden memang berpandangan bahwa jasa kuli angkut tidaklah memiliki patokan harga atau hanya dibayarkan seikhlasnya oleh pengguna jasa.
Lain dari itu, sekitar 23 persen responden menyatakan pasaran harga jasa kuli angkut berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 40.000. Sebagian kecil lainnya (16,8 persen) memperkirakan besaran tarif kuli angkut kurang dari Rp 20.000. Sementara sekitar 17,9 persen lainnya menyebutkan angka lebih dari Rp 40.000 untuk menghargai jasa angkut tersebut.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Kuli angkut membantu penumpang mengangkat barang ke atas Kapal Motor Penumpang Kelud yang hendak berangkat ke Batam dan Jakarta di Terminal Penumpang Bandar Deli, Pelabuhan Belawan, Medan, Sumatera Utara, Selasa (7/3/2023). Jasa mereka sangat dibutuhkan, tetapi secara turun-temurun terjerat kemiskinan.
Ketiadaan batas besaran upah untuk jasa kuli angkut, di satu sisi membuka peluang untuk mendapat uang lebih, namun sebaliknya kondisi ini juga rentan bagi kuli angkut untuk terus dihargai dengan upah murah. Kebergantungan pada pemberian dari pengguna jasa menjadikan pekerjaan kuli angkut berada pada ketidakpastian pendapatan.
Publik sebetulnya menyambut positif jika kelak ada peraturan yang dibuat untuk menetapkan tarif yang harus diberikan kepada kuli angkut.
Separuh responden memandang pengaturan upah menjadi penting, hal itu bisa dilakukan dengan menetapkan standar tarif sesuai dengan beban yang dikerjakan oleh kuli angkut. Sekitar seperempat bagian responden lainnya kendati sepakat, menginginkan tarif dibuat rata atau flat untuk sekali jasa digunakan.
Penetapan tarif untuk jasa kuli angkut sebetulnya bisa menjadi solusi untuk mengatasi ketidakpastian penghasilan yang diperoleh. Paling tidak, kalkulasi bisa dilakukan agar para kuli angkut mendapatkan penghasilan minimum sesuai dengan standar kebutuhan hidup layak.
Persoalan kesejahteraan kuli angkut agaknya masih sulit dihadirkan karena kurangnya perhatian baik dari pemerintah maupun para stakeholer yang secara langsung bersentuhan dengan penjaja jasa ini.
Meskipun kuli angkut bekerja di ruang-ruang publik yang memiliki otoritas pengelola, namun sejauh ini tidak ada hubungan formal yang terjalin dengan pengelola kawasan, misal pasar, terminal, pelabuhan, termasuk stasiun sekalipun.
Pekerjaan mereka terorganisir secara mandiri non formal oleh kalangan kuli angkut itu sendiri. Atas dasar senasib sepenanggungan, kelompok kuli angkut di setiap lokasi kerja biasanya membentuk paguyuban. Kepentingannya pun beragam mulai dari tujuan sosial saling bantu anggotanya sampai dengan penjadwalan jam kerja.
Mayoritas responden (67,9 persen) pun melihat pemerintah atau lembaga terkait belum memberikan perhatian terhadap nasib para pekerja kuli angkut. Bentuk perhatian paling mendasar sebetulnya bisa diwujudkan melalui tanggung jawab para pemangku kebijakan terkait, terutama otoritas tempat yang di dalamnya ada pekerja kuli angkut, dengan mengakui secara formal keberadaan meraka.
Adanya relasi formal yang terbangun dengan para kuli angkut, akan membuat pelayanan jasa ini bisa lebih dikelola secara profesional. Dengan demikian, adanya penetapan tarif standar yang lebih pantas akan dimaklumi oleh para pengguna jasa.
Upaya untuk menghadirkan perbaikan upah, sistem kerja, serta hak-hak berupa jaminan sosial akan lebih mudah jika para kuli angkut terwadahi dalam satu organisasi formal.
Ia bisa menjadi bagian dari manajemen pengelola tempat di mana mereka bekerja atau berdiri sendiri sebagai sebuah komunitas yang memiliki legalitas. Sehingga, langkah-langkah pembenahan akan jauh lebih mudah dan efektif dilakukan.
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
Seorang kuli angkut membantu menyusun barang di atas sepeda motor milik salah satu pelanggannya di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (9/3/2023).
Isu untuk menghadirkan upah layak bagi para pekerja kuli angkut menurut responden penting untuk diselesaikan oleh pemerintah maupun otoritas terkait. Dengan menjadi bagian dari support system pelayanan yang ada, sekitar 41 persen responden sepakat bahwa upah layak bagi kuli angkut menjadi prioritas yang perlu mendapat perhatian.
Selain itu, setidaknya seperlima bagian responden berpendapat perlunya penyediaan alat kerja bagi para kuli angkut yang dibantu oleh pemerintah. Hal lainnya terkait jaminan kesehatan dan perlindungan kerja yang masing-masing disampaikan tak sampai dari seperlima bagian responden.
Meski seringkali jasa kuli angkut dipandang rendah, keberadaannya tetap perlu kelola dengan baik dan profesional. Tak kalah penting adalah menghadirkan kesejahteraan yang layak bagi para kuli angkut, layaknya seperti pekerja penerima upah lainnya. (LITBANG KOMPAS)