Survei Litbang “Kompas”: Menakar Kalkulasi Maksimal Elektabilitas Capres 2024
Tokoh-tokoh dengan elektabilitas terbesar saat ini, diprediksi juga memiliki potensi elektabilitas tinggi di Pemilu 2024 mendatang. Siapa saja mereka dan berapa angka maksimal elektabilitas yang bisa didapat?
Setahun menjelang Pemilu 2024, sejumlah partai politik mulai mengimplementasikan strategi masing-masing untuk meningkatkan elektabilitas tokoh capres yang bakal diusung. Popularitas sosok di mata publik menjadi indikator awal menghimpun dukungan elektabilitas ini. Seberapa besar potensi perluasan elektabilitas tokoh-tokoh capres saat ini?
Banyaknya pemilih menjadi ukuran elektabilitas dari tokoh capres. Angka elektabilitas ini umumnya berfluktuasi, bergantung pada situasi dan kondisi yang berkembang di dalam masyarakat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Setiap langkah yang dilakukan seorang tokoh atau pergerakan tokoh lainnya dapat memengaruhi dinamika elektabilitas sosok capres. Karena itu, diperlukan pengukuran secara berkala agar dapat menangkap kecenderungan yang sedang terjadi dalam masyarakat.
Bahkan, dari beberapa pengukuran di sejumlah waktu yang berbeda, bisa dilakukan prediksi apa yang akan terjadi. Tentu, dengan pengandaian, situasi dan kondisi relatif masih tetap sama seperti saat ini.
Data pengukuran berkala ini juga bisa dimanfaatkan untuk menguji strategi yang sedang dilakukan oleh tokoh atau partai yang akan mengusung tokoh tersebut. Jika berpengaruh positif pada peningkatan elektabilitas, strategi itu bisa dilanjutkan. Sebaliknya, apabila tidak ada pengaruhnya atau malah menurunkan elektabilitas, strategi dapat segera diganti.
Dalam survei periodik Kompas yang dilaksanakan 25 Januari-4 Februari 2023, terdapat beberapa pertanyaan untuk mengukur tingkat popularitas, baik pengenalan maupun kesukaan masyarakat terhadap semua sosok yang berpotensi menjadi capres 2024. Hal ini bisa digunakan sebagai indikator untuk mengukur tingkat loyalitas pemilih terhadap tokoh-tokoh tersebut.
Level loyalitas yang dihasilkan setidaknya dapat dikategorikan dalam lima tingkatan. Pertama, pada tingkatan yang paling tinggi, pemilih mengenal dengan baik dan menyukai tokoh (potensial loyalis). Di level kedua, pemilih sekadar tahu, tetapi menyukai tokoh (potensial tambahan). Berikutnya adalah pemilih yang pernah mendengar dan bersikap netral terhadap tokoh (netral), lalu pemilih yang tidak mengenal tokoh (tidak tahu), dan terakhir adalah pemilih yang mengenal dan menyatakan tidak suka kepada tokoh (resistan).
Dari lima tingkatan ini, dapat dilihat kekuatan dari setiap tokoh. Apabila seorang tokoh mempunyai potensial loyalis yang besar, boleh dikatakan tokoh ini memiliki modal dasar yang cukup kuat dan tinggal mengonversinya menjadi elektabilitas.
Selain tingkatan potensial loyalis, ada kelompok potensial tambahan yang juga berpotensi menambah elektabilitas. Namun, karena pengetahuan yang masih kurang, diperlukan usaha lebih besar untuk menarik mereka menjadi pemilih. Demikian juga dengan kelompok-kelompok di tingkat berikutnya. Pada kelompok-kelompok ini, diperlukan usaha jauh lebih besar untuk dapat meyakinkan mereka menjadi pemilih.
Dari tingkatan kelompok pemilih ini, dapat dibuat simulasi prediksi elektabilitas optimum setiap tokoh. Elektabilitas optimum bisa dimaknai sebagai angka elektabilitas optimal yang dapat dicapai tiap tokoh jika kondisi mendatang dianggap sama seperti sekarang.
Potensial loyalis
Untuk potensial loyalis, pendukung tokoh saat ini masih tertuju pada tokoh-tokoh yang mempunyai popularitas tinggi. Prabowo Subianto memimpin dengan pemilih potensial loyalis sebesar 23,5 persen. Jika elektabilitas Prabowo saat ini 18,1 persen, berarti ia belum berhasil mengonversi seluruh pemilih potensial loyalisnya menjadi elektabilitas.
Tokoh dengan kondisi yang mirip dengan Prabowo adalah Anies Baswedan. Pemilih potensial Anies diperkirakan sekitar 16,1 persen, padahal elektabilitasnya berada di kisaran 13,1 persen. Elektabilitas Anies menurun dibandingkan dengan Oktober 2022, yang mencapai 16,5 persen.
Angka ini memungkinkan untuk dicapai kembali karena pemilih potensial loyalisnya juga sudah mencapai 16 persen. Tokoh-tokoh lain umumnya mengalami situasi yang sama, bahkan lebih buruk karena elektabilitasnya jauh di bawah angka potensial loyalisnya.
Satu tokoh yang mengalami situasi berbeda adalah Ganjar Pranowo. Saat ini elektabilitas Ganjar 25,3 persen, sedangkan potensial loyalisnya 18,6 persen. Padahal, ruang gerak Ganjar masih terbatas dan belum ada kepastian juga dia bakal menjadi calon presiden. Inilah yang membuat peningkatan elektabilitas Ganjar berjalan lambat.
Dari elaborasi hasil survei, juga dapat dilihat pemilih yang belum mengenal Ganjar masih cukup besar dibandingkan dengan tokoh papan atas lainnya. Potensi Ganjar untuk meraih elektabilitas lebih tinggi pun masih terbuka lebar.
Di luar ketiga sosok tersebut, yang juga menarik dicermati adalah Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno. Pendukung potensial loyalis dari Ridwan Kamil menjadi nomor dua terbesar ialah 20,1 persen. Untuk Sandi, walaupun pendukung potensial loyalisnya lebih rendah dibandingkan Prabowo, Ganjar, Anies, dan Ridwan, pendukung potensial tambahannya menjadi nomor dua terbesar setelah Prabowo, yaitu 47,5 persen.
Hal ini menandakan Ridwan dan Sandi memiliki potensi yang cukup untuk menjadi calon alternatif pemimpin bangsa masa depan. Khusus untuk Sandi, walaupun elektabilitasnya cenderung menurun, keterkenalan dan kesukaan publik terhadapnya bisa menjadi modal yang baik di masa datang.
Modal dasar
Ukuran lain yang dapat memperlihatkan keunggulan seorang tokoh dibandingkan dengan yang lain adalah besar jumlah pemilih yang sudah memutuskan pilihannya (strong voters). Semakin besar kelompok pemilih ini berarti kian besar pula modal dasar tokoh tersebut untuk menang.
Mereka umumnya juga sangat loyal dan mau secara sukarela berpartisipasi dalam pemenangan calon yang didukung. Dari hasil perhitungan, bisa diketahui, tokoh dengan jumlah strong voters terbesar adalah Prabowo Subianto (10,0 persen). Angka ini melebihi setengah elektabilitas Prabowo sekarang sehingga bisa menjadi modal cukup baik untuk meningkatkan elektabilitas.
Posisi berikutnya adalah Ganjar (9,1 persen) dan Anies (5,7 persen). Walaupun agak lebih rendah, elektabilitas kedua tokoh cukup dapat bersaing dengan Prabowo. Angka-angka ini dapat dimaknai sebagai elektabilitas minimal yang dimiliki masing-masing tokoh, bahkan ketika si tokoh tersebut tak melakukan apa pun.
Potensi elektabilitas
Potensi tambahan tiap tokoh bisa diperkirakan dari pemilih yang belum menentukan pilihan (undecided), tetapi menyukai si tokoh. Mereka hanya perlu diyakinkan karena sudah mempunyai kesukaan terhadap tokoh. Maka, cukup besar kemungkinan mereka menjadi pendukung si tokoh, bergantung pada usaha partai dalam meyakinkan mereka.
Dengan demikian, dapat diperkirakan potensi elektabilitas tiap tokoh, yaitu menjumlahkan elektabilitas tokoh dengan potensi tambahannya masing-masing. Sebagai catatan, elektabilitas yang digunakan ini ialah nama tokoh yang muncul di benak publik sebagai nama yang paling mereka ingat dan kenal (top of mind).
Hasilnya dapat dilihat pada grafik. Bahwa tokoh-tokoh yang sekarang memiliki tingkat kepopuleran tinggi juga diprediksi memiliki potensi elektabilitas yang tinggi. Empat tokoh dengan elektabilitas terbesar saat ini juga diprediksi menjadi empat tokoh dengan potensi elektabilitas tokoh terbesar.
Mereka ialah Ganjar, Prabowo, Anies, dan Ridwan. Yang menarik, masuknya Megawati ke posisi lima besar. Sekitar separuh pemilih undecided ternyata menyukainya sehingga jika ditambahkan dengan elektabilitasnya, totalnya bisa melampaui Sandiaga. Sandiaga dengan elektabilitasnya saat ini lebih tinggi dari Megawati, tetapi mempunyai tingkat kesukaan yang lebih rendah diantara pemilih undecided harus puas di posisi kelima.
Untuk tokoh-tokoh lainnya, selain elektabilitas saat ini masih di bawah dua persen, tingkat kesukaan masing-masing dari kelompok undecided pun maksimal hanya 25 persen sehingga potensi elektabilitasnya belum ada yang melebihi tujuh persen. Untuk bisa mencapai potensi 10 persen, mereka perlu meningkatkan elektabilitas ke 4,5 persen atau tingkat kesukaan kelompok undecided menjadi 40 persen.
Terlihat juga, ketiadaan potensi elektabilitas tokoh yang mencapai lebih dari 40 persen menandakan saat ini belum ada tokoh yang bisa memenangi pemilu presiden. Artinya terbuka peluang bagi semua tokoh untuk bersaing memperebutkan kursi presiden.
Modal dasar strong voters, pendukung potensial loyalis, dan eletabilitas yang cukup besar saat ini bisa memperlihatkan keunggulan satu tokoh dibandingkan dengan yang lain. Namun, tanpa usaha keras, strategi tepat, serta dukungan berbagai pihak, potensi elektabilitas tersebut dapat berubah sesuai dinamika politik. (LITBANG KOMPAS)
Lihat juga: Mengenal Dapur Survei Litbang Kompas