Antara Anies, Cawapres, dan Konsolidasi Koalisi Perubahan
Soliditas Koalisi Perubahan akan diuji dalam penentuan siapa sosok calon wakil presiden yang mendampingi Anies Baswedan. Insentif elektoral cawapres tentu menjadi salah satu pertimbangan.

Setelah Partai Nasdem mendeklarasikan Anies Baswedan sebagai calon presiden, kemudian diikuti dengan Partai Keadilan Sejahtera, dan sikap Partai Demokrat yang juga menunjukkan sinyal kuat akan mendeklarasikan dukungan yang sama, penentuan siapa calon wakil presiden dari koalisi ini akan menjadi ujian bagi soliditas ketiga partai politik.
Anies Baswedan sebagai figur kuat untuk diusung sebagai calon presiden (capres) dalam pemilu mendatang memang sudah lama digadang. Tren survei kepemimpinan nasional yang dilakukan Kompas setidaknya dalam setahun terakhir terus menempatkan sosok mantan Gubenur Ibu Kota itu dalam tiga besar teratas.
Selepas menyudahi kepemimpinannya di Jakarta, Anies tak lama langsung dipinang oleh Partai Nasdem. Deklarasi pengusungan Anies sebagai bakal capres oleh Nasdem dilakukan dengan seremoni elegan dan disiarkan langsung lewat media televisi pada 3 Oktober 2022 lalu.
Setelah lepas dari jabatan gubernur dan pengusungan oleh Nasdem itu, manuver politik Anies memang tampak berjalan lebih masif. Ia intens melakukan safari politik ke berbagai daerah-daerah untuk bertemu langsung dengan para simpatisannya.
Perjalanannya ke daerah-daerah itu marak pula dikabarkan, lengkap dengan foto-foto yang bercerita selalu disambut penuh antusias oleh ribuan masyarakat.

Anies Baswedan dan Tim Kecil Koalisi Perubahan mengunjungi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di kantor DPP Partai Demokrat, di Jakarta, Kamis (2/2/2023) sore.
Dalam perjalanannya, Anies pun mendapat dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang memberikan pernyataan resmi sekitar pekan akhir Januari 2023. Begitu pun Demokrat, yang menyusul juga turut menyatakan akan mendukung Anies dalam pencalonan presiden.
Baik PKS maupun Demokrat sepakat memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Anies untuk menentukan sosok terbaik yang akan mendampingi sebagai bakal calon presiden.
Sebagai persyaratan pengusungan pasangan calon atau presidential threshold, gabungan suara tiga partai ini pun memenuhi 20 persen perolehan suara sah nasional, sesuai yang ketentuan dalam UU No 23 Tahun 2003.
Diketahui, pada Pemilu 2019 lalu, Nasdem berhasil mengumpulkan suara nasional 9,05 persen, PKS sebesar 8,21 persen, dan Demokrat 7,77 persen. Jika ditotal, perolehan kursi legislatif tiga partai ini pun mencapai 163 kursi.

Dinamika tiga partai politik yang telah bersepakat atas pengusungan Anies pun terus bergulir. Belakangan, langkah politik yang dilakukan PKS terus dilanjutkan dengan membuat deklarasi resmi untuk meneguhkan dukungan Anies sebagai calon pemimpin di pemilu mendatang.
PKS mendeklarasikan bakal capres itu sebulan setelah pernyataan resmi mendukung Anies disampaikan. Deklarasi yang dilakukan PKS itu menjadi wujud penegasan meskipun pada dasarnya keputusan mengalirkan dukungan partai pada Anies sudah dilakukan sebelumnya.
Langkah yang sedikit berbeda ditunjukkan oleh Demokrat. Hingga kini Demokrat belum memunculkan rencana deklarasi resmi untuk mengusung Anies sebagai bakal capres selayaknya yang dilakukan oleh Nasdem maupun PKS.
Dalam keterangannya, partai yang dipimpin Agus Harimurti Yudhoyono itu tetap yakin pada keputusan berada pada Koalisi Perubahan dan mengusung pencalonan Anies.
Sejauh ini, Demokrat justru berorientasi pada deklarasi bersama tiga partai dalam koalisi perubahan. Deklarasi itu tentulah baik dilakukan jika formasi pasangan calon sudah benar-benar terbentuk.
Baca juga : Survei "Kompas": Figur Capres Alternatif Semakin Diperhitungkan
Efek keterpilihan partai
Baik Nasdem, PKS, maupun Demokrat tentulah berkeyakinan bahwa pengusungan Anies sebagai bakal capres secara langsung pun dapat mendongkrak elektoral partai.
Termasuk dalam hal pendeklarasian partai kepada Anies yang memang bukan hanya dilakukan sebagai bagian dari peneguhan dukungan, tetapi juga berupaya membentuk persepsi publik terhadap image Anies sebagai bagian yang melekat pada partai.
Sejauh yang terbaca saat ini, Nasdem memang terbilang yang paling diuntungkan dengan pengusungan figur Anies. Survei kepemimpinan nasional Kompas untuk periode Januari 2023 menangkap pengusungan Anies secara langsung berdampak pada kenaikan elektoral partai tersebut.
Hasil survei yang dilakukan kepada 1.200 responden nasional, dengan tingkat margin error +/-2,8 persen itu, menunjukkan elektabiitas Nasdem yang terbaca naik hingga menyentuh lebih dari 7 persen. Kondisi itu sekaligus menempatkan Nasdem dalam jajaran lima besar partai dengan elektabilitas unggulan.

Dalam analisis lebih lanjut, hasil survei pun mengonfirmasi adanya kondisi para pemilih Nasdem yang menguat untuk mengalirkan dukungannya kepada Anies. Hal itu pun terjadi dengan perubahan dukungan oleh sebagian pendukung partai-partai yang berpindah pilihan kepada Nasdem.
Sekalipun tidak cukup signifikan, dalam kondisi yang berkebalikan dengan Nasdem, Demokrat justru mengalami penurunan elektabilitas menjadi kembali di bawah 9 persen. Begitu pula elektabilitas PKS yang bergerak turun menjadi di bawah 5 persen.
Dukungan dari pemilih Nasdem kepada Anies terbaca memiliki proporsi yang paling mendominasi, bahkan hingga seperlima bagian. Proporsi dukungan yang besar pun masih terbaca sejalan dengan garis koalisi yang terbangun. Tidak kurang elektabilitas Anies kini ditopang oleh 17 persen lebih pemilih PKS dan sekitar 11 persen pendukung Demokrat.
Kondisi ini semakin menjelaskan bahwa labelisasi Anies yang melekat pada Nasdem memang telah cukup kuat ditangkap publik. Hal tersebut tentu tidak terlepas dari langkah besar yang dibangun Nasdem untuk menunjukkan diri sebagai partai pertama yang mendeklarasikan Anies.
Baca juga : Survei Litbang ”Kompas”: Figur Capres Mengikat Loyalitas Pemilih
Perluasan dukungan
Sikap PKS yang kemudian mengikuti langkah Nasdem untuk secara khusus melakukan deklarasi pengusungan Anies itu pun sebetulnya tidak dapat dilepaskan pula dari keberhasilan yang tengah didapat Nasdem. Padahal, jika dilihat dalam konteks dukungan kepada capres, basis pemilih PKS untuk Anies sudah terbangun kuat.
Dengan lebih dari 48,3 persen pemilih PKS menyatakan akan mendukung Anies, PKS sepertinya masih cukup khawatir akan kehilangan momentum sehingga perlu mempertegas sikap dalam pengusungan Anies maju sebagai bakal capres. Namun, pertimbangan dampak elektoral dari figur kepada partai membuat langkah tersebut diambil.
Efek positif elektoral yang tidak dialami baik oleh PKS maupun Demokrat dan hanya mengalir kepada Nasdem memberikan kesan pula bahwa pemilih tiga partai ini masih berada dalam ceruk yang sama. Ini juga terbukti dengan efek elektoral yang ditimbulkan pada keterpilihan Anies yang juga masih bergeming sekali pun ada kenaikan dukungan pada Nasdem.
Pengusungan Anies oleh Koalisi Perubahan memang dihadapkan pada tantangan besar untuk dapat memperluas dukungan. Belakangan, isu yang berkembang, PKS dan Demokrat masih saling berebut kemungkinan dalam mengusulkan sosok bakal cawapres yang dapat mendampingi Anies.

PKS mengusulkan kadernya yang juga mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, untuk dapat menjadi cawapres Anies. Sementara Demokrat menilai sosok ketua umum AHY dapat menjadi cawapres yang ideal mendampingi Anies.
Tarik ulur penentuan sosok cawapres bagi Anies tampaknya bisa saja berjalan alot. Kondisi ini tampak mulai bergeser dari kesepakatan dan pandangan awal PKS maupun Demokrat yang pada awal bergabung dalam koalisi untuk menyerahkan keputusan penentuan cawapres kepada Anies sebagai figur yang telah diusung.
Konsolidasi menjadi isu penting untuk dapat diselesaikan dalam internal koalisi. Tanpa adanya kesepamahaman antarpartai, kerja-kerja bersama membangun perluasan basis pemilih tentu akan berjalan berat.
Kesepakatan dalam koalisi perlu terbentuk dan menjadi dasar untuk bergerak mencapai tujuan bersama, termasuk dalam hal memutuskan siapa figur paling tepat untuk menjadi cawapres yang akan dicalonkan bersama Anies.

PKS dan Demokrat sebetulnya memiliki peluang yang sama kuat untuk dapat dinilai layak mengusulkan kadernya menjadi cawapres Anies. Masing-masing partai dalam Koalisi Perubahan tentulah memiliki posisi tawar untuk dapat terus dipertahankan menjadi bagian dari penggabungan kekuatan politik dan keperluan syarat pengusungan dalam pemilihan presiden.
Melihat tantangan ke depan, figur cawapres yang dihadirkan semestinya memang dapat menjadi jawaban atas upaya untuk memperluas dukungan pada capres yang diusung koalisi ini. Sosok cawapres dari PKS maupun Demokrat bisa jadi akan memberikan jawaban atas itu, atau justru sebaliknya.
Besarnya berbagai kemungkinan yang dapat terjadi menjadikan pengusungan Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden dari Koalisi Perubahan masih dikatakan belum final. Tiket untuk melenggang dalam pilpres itu hanya akan bisa didapatkan jika keberlanjutan koalisi dapat terus solid.
Pada akhirnya partai yang tergabung dalam koalisi memang betul-betul dituntut untuk dapat menjalankan kerja-kerja pemenangan partai maupun presiden. Sejatinya koalisi yang terbangun tentu tidak terlepas dari kepentingan setiap partai di dalamnya. Partai tentulah berharap kemenangan dalam pengusungan presiden turut pula berdampak pada kenaikan suara yang diperoleh. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Survei ”Kompas”: Jarak Keterpilihan Tiga Sosok Capres Melebar