Butuh Proyek Infrastruktur yang Menjawab Kebutuhan Masyarakat
Proyek infrastruktur sering kali tak sesuai kebutuhan masyarakat. Proyek yang dibangun acapkali tidak menjadi solusi atas permasalahan di daerah. Sektor yang sangat dibutuhkan masyarakat malah belum menjadi prioritas.

Beberapa bulan terakhir, kepadatan penumpang kereta rel listrik (KRL) yang menumpuk di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, disoroti publik di media sosial. Penumpukan itu terjadi di koridor akses menuju peron delapan yang menyediakan rute tujuan Bekasi dan Cikarang. Antisipasi petugas stasiun yang memberlakukan sistem buka-tutup pada jam sibuk belum cukup mengatasi masalah.
Warganet dan pemberitaan media massa menyoroti kelayakan Stasiun Manggarai yang menjadi lokasi transit rute padat penumpang. Akibatnya, terjadi penumpukan konsumen pada jam-jam tertentu karena menjadi titik perpindahan untuk menuju Bogor, Cikarang, dan Tanah Abang.
Hal ini terjadi karena Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum mampu mengimbangi perencanaan rute KRL dengan kesiapan fasilitas umum di stasiun itu. Pemprov DKI Jakarta belum optimal mengelola stasiun kereta api di wilayah Jakarta yang menjadi tanggung jawabnya sejak 2021.
Masih banyak hal yang perlu dibenahi agar Stasiun Manggarai dapat memberikan pelayanan terbaik bagi konsumen KRL. Pengelolaan penting untuk memaksimalkan potensi infrastruktur yang terbangun itu.
Contohnya ialah rencana pembangunan Patung Tobong Gamping di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, yang dianggarkan sekitar Rp 7 miliar. Padahal, Kabupaten Gunungkidul masih menjadi salah satu kantong kemiskinan di Provinsi DIY dengan persentase penduduk miskinnya pada September 2022 sebesar 15,2 persen.

Proyek pembangunan infrastruktur yang kurang sesuai dengan kebutuhan masyarakat seharusnya menjadi perhatian bersama. Hal ini penting dilakukan, terutama oleh institusi pemerintahan di level provinsi ataupun kabupaten/kota yang sangat paham dengan permasalahan di daerah mereka.
Secara ideal, perencanaan pembangunan infrastruktur yang dirancang pemerintah daerah seharusnya berangkat dari problem keseharian masyarakat. Dengan menyediakan infrastruktur yang tepat, sejumlah solusi dan manfaat dapat dinikmati oleh masyarakat sehingga mendorong peningkatan kualitas kehidupan sehari-hari.
Jajak pendapat Litbang Kompas pada awal Januari 2023 menunjukkan, ada sejumlah sarana dan prasarana infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Jajak pendapat yang menyasar responden di 34 provinsi itu menghasilkan sejumlah persepsi masyarakat terkait prioritas pengembangan infrastruktur di Indonesia. Prioritas pembangunan ini menjadi solusi atas sejumlah masalah yang dihadapi oleh masyarakat setiap saat.
Proyek infrastruktur yang dibangun acapkali tidak menjadi solusi atas permasalahan di daerah.
Hasilnya, sebanyak 28 persen responden menyebut akses jalan dan transportasi (misalnya kemacetan dan jalan rusak) sebagai masalah terbesar terkait pembangunan infrastruktur. Sementara itu, 24,7 persen responden lebih menyoroti persoalan lingkungan hidup, seperti banjir, penumpukan sampah, dan berkurangnya kawasan hijau.
Dua persoalan inilah yang mendapat sorotan besar dari publik dibandingkan dengan isu sarana pendidikan (15,9 persen), sarana kesehatan (13,1 persen), atau kurangnya sarana rekreasi warga (11,5 persen).
Baca juga : Beradaptasi dengan Konsep Transit di Stasiun Manggarai
Butuh perbaikan
Berdasarkan pengakuan responden, ada sejumlah pembangunan infrastruktur yang paling sering dilakukan di sekitar rumah dalam kurun tiga tahun terakhir. Sebesar 42,1 persen responden mengakui bahwa fasilitas dan akses transportasi adalah infrastruktur yang paling sering dilakukan di wilayahnya. Baik itu proyek bangunan baru maupun meningkatkan kualitas bangunan sebelumnya.
Sarana dan prasarana transportasi ini meliputi pengembangan jaringan serta kualitas jalan, stasiun, halte, trotoar, atau penertiban transportasi umum. Publik secara tidak langsung mengakui bahwa pemerintah daerah atau dinas terkait telah berusaha mengatasi persoalan akses transportasi di wilayah bersangkutan.
Setelah sektor transportasi, renovasi atau pembangunan rumah ibadah menjadi hal kedua (18,4 persen) yang paling sering dilakukan dalam tiga tahun terakhir di sekitar tempat tinggal responden.
Terkait hal ini, kemungkinan besar inisiatif merenovasi atau membangun masjid dilakukan oleh masyarakat, bukan dari pemerintah daerah setempat. Urutan berikutnya yang cukup masif perkembangannya di daerah adalah pembangunan kawasan rumah tinggal (18,4 persen) yang umumnya dilakukan oleh pihak pengembang swasta.

Para penumpang KRL sedang menunggu kedatangan kereta di Stasiun Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa (10/1/2023)
Dari ketiga pembangunan infrastruktur yang relatif marak di sejumlah daerah tersebut, tidak semuanya sesuai dengan kebutuhan warga setempat.
Lebih dari sepertiga responden menjawab fasilitas dan akses transportasi adalah proyek infrastruktur yang paling sesuai. Jawaban ini menjadi perhatian terbesar responden, baik yang tinggal di wilayah perdesaan (36,2 persen) maupun di perkotaan (26,7 persen).
Secara berurutan, fasilitas kesehatan berada di urutan kedua dan fasilitas pendidikan di urutan ketiga sebagai proyek infrastruktur yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka.
Pembangunan serta perbaikan infrastruktur akses transportasi masih dibutuhkan oleh sebagian besar responden (25,2 persen). Publik menyadari, kebutuhan vital ini bukan sekadar untuk aktivitas harian, melainkan juga terkait kepentingan ekonomi yang dapat tumbuh dengan jalur distribusi yang memadai. Hal ini menarik karena sepanjang hasil jajak pendapat, fasilitas transportasi terus disebut oleh responden.
Hal tersebut mengindikasikan pembangunan infrastruktur transportasi dirasa belum maksimal dilakukan oleh pemerintah daerah. Di sisi lain, proyek infrastruktur sektor transportasi ini terus dibutuhkan mengingat tingkat kepadatan penduduk yang makin bertambah dan mobilitas penduduk yang kian tinggi.

Pentingnya meningkatkan infrastruktur transportasi kemungkinan besar berkaitan dengan fenomena pergeseran hunian dan kaum komuter. Kian banyak masyarakat yang tinggal di daerah suburban (pinggiran kota), tetapi sehari-hari bekerja di daerah perkotaan.
Harga hunian yang melambung di pusat kota mendesak pola melaju (perjalanan pergi-pulang) menjadi rutinitas harian warga. Di sinilah urgensitas perbaikan fasilitas transportasi menjadi kebutuhan warga yang tiap hari terpaksa menempuh perjalanan puluhan kilometer atau berdesak-desakan di transportasi umum saat pergi dan pulang dari lokasi pekerjaan.
Baca juga : Penataan Kawasan Stasiun Manggarai
Kepentingan masyarakat
Berkaitan dengan persoalan transportasi tersebut, pemerintah daerah sudah dibantu oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat yang sejak 2022 menargetkan pembangunan 19 ruas jalan tol baru.
Enam ruas tol setidaknya sudah selesai dan beroperasi pada akhir tahun lalu. Namun, perlu diingat bahwa pembangunan jalan tol ini lebih cenderung mengakomodasi warga yang memiliki kendaraan roda empat.
Jadi, program nasional itu belum mampu memaksimalkan solusi permasalahan yang dihadapi masyarakat yang dilewati jalur jalan tol tersebut. Apalagi, jika jalur jalan tol itu cenderung melewati rute-rute sepi yang minim lalu lintas kendaraan. Bisa jadi proyek jalan tol itu sebetulnya bukan menjadi solusi jangka pendek yang tepat bagi permasalahan transportasi suatu daerah.
Kurang optimalnya manfaat pengembangan infrastruktur tersebut bisa jadi berhubungan erat dengan pemilihan lokasi yang kurang ideal. Misalnya, pengembangan stasiun kereta api baru yang diinisiasi oleh pihak pengembang perumahan swasta.
Demi kepentingan bisnisnya, pihak pengembang juga berupaya membangun akses jalan yang memadai agar perumahannya diminati oleh calon konsumen. Di balik ini, usaha pemerintah daerah patut dipertanyakan karena memiliki kecenderungan untuk menggantungkan persoalan akses transportasi ke pihak pengembang.

Rangkaian Kereta Luar Biasa berhenti di tujuan akhir Stasiun Garongkong, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, Selasa (10/1/2023). Dalam pelaksanaan proyek KPBU KA Makassar-Parepare, Kementerian Perhubungan mendapat dukungan dari Kementerian Keuangan melalui fasilitas Project Development Facility, di mana PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia ditugaskan sebagai pelaksana fasilitas membantu Penanggung Jawab Proyek Kerja Sama .
Meskipun demikian, proses penyediaan atau peningkatan kualitas sarana dan prasarana sektor transportasi tersebut patut diapresiasi karena berupaya meningkatkan pelayanan dalam mobilisasi masyarakat.
Hanya saja, terus dilakukan evaluasi dan pengawasan dalam proses pengembangan proyeknya agar manfaat terbesar dapat dinikmati oleh masyarakat secara luas. Bukan hanya untuk menguntungkan segelintir pihak yang memiliki modal berlimpah.
Secara garis besar, sarana dan prasarana transportasi masih menjadi kebutuhan vital serta harapan besar masyarakat. Sebagian besar responden (sekitar 60 persen) mengaku puas dengan kinerja pemerintah daerah dalam merencanakan dan membangun infrastruktur di daerah tempat tinggalnya. Kepuasan publik ini juga menjadi indikator kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan birokrasi di pemerintah daerah setempat.
Oleh karena itu, kepercayaan publik inilah yang perlu dilihat sebagai modal bagi pemerintah daerah untuk terus berbenah. Pembenahan ini dapat dimulai dengan melakukan pembangunan infrastruktur yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Bagaimanapun semua pembangunan infrastruktur bersumber dari dana masyarakat sehingga harus kembali memenuhi kepentingan masyarakat secara luas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Basuki: Pembangunan Infrastruktur Perlu Melibatkan Investor