Memaknai Peran Nahdlatul Ulama
Nahdlatul Ulama dikenal publik sebagai organisasi keagamaan yang berbasis pada masyarakat Islam tradisional. Konsistensi peran dan kontribusi NU dalam penguatan masyarakat sipil menjadi harapan dan tumpuan dari publik.
Nahdlatul Ulama dinilai matang sebagai organisasi keagamaan yang memberikan dampak positif bagi masyarakat. Kiprah NU di bidang kemasyarakatan pun mendapatkan apresiasi dari publik, tak terkecuali dari kalangan di luar nahdliyin.
Rangkuman tersebut tergambar dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas pada akhir Januari 2023 lalu. Di momen peringatan Satu Abad NU, apresiasi yang diberikan publik turut diiringi keyakinan pada kebermanfaatan NU yang akan semakin baik di masa mendatang.
Eksistensi NU sebagai organisasi keagamaan Islam tidak diragukan lagi. Hal ini menjadi jawaban yang cukup kuat ketika dalam jajak pendapat ditanya apa yang terlintas dalam benak publik ketika mendengar kata NU.
Hampir separuh responden (49,6 persen) memikirkan kata ”organisasi” saat mendengar Nahdlatul Ulama. Responden pada kelompok ini mengasosiasikan NU sebagai organisasi Islam, organisasi umat Islam, ataupun organisasi Islam terbesar.
Pandangan publik mengejawantahkan NU sebagai organisasi juga terlihat dari sikap 5,9 persen responden lainnya. Adapun kelompok ini secara spesifik menyebut NU sebagai organisasi yang khusus bagi ulama, kiai, dan tokoh agama Islam.
Nahdlatul Ulama dinilai matang sebagai organisasi keagamaan yang memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Pandangan tersebut tidaklah keliru. Nahdlatul Ulama sendiri merupakan bahasa Arab yang memiliki arti ”Kebangkitan Para Ulama”. NU lahir dari kesadaran para alim ulama untuk melawan penjajah dan keterbelakangan. Tiga tokoh ulama menjadi sosok penting dalam pendirian NU, yakni KH Hasyim Asyari, KH Abdul Wahab Hasbullah, dan KH Bisri Syansuri.
Masih terkait organisasi, tampak pula publik yang mengimbuhkan keterangan positif tentang NU. Sebagian kecil responden menyebut NU sebagai organisasi yang baik, organisasi yang berkontribusi bagi negara, ataupun organisasi yang luar biasa.
Imaji positif terkait NU juga tergambar dari 8,7 persen responden yang menggunakan kata toleransi, baik, dan moderat untuk menjawab apa itu NU di mata mereka.
Selain organisasi, pandangan kedua terkait NU berangkat dari kelompok responden yang menyebut NU sebagai bagian dari agama dan kegiatan keagamaan.
Sebanyak 15,6 persen menyebut NU sebagai agama Islam, paham Islam, aliran Islam, ataupun kegiatan keislaman. Lainnya, 0,7 persen menyebut secara spesifik NU sebagai Islam Tradisional maupun Islam Nusantara.
Kelompok ketiga mengasosiasikan NU dengan sejumlah tokoh. Sebanyak 2,2 persen menyebut nama-nama tokoh seperti Gus Dur, Ma’ruf Amin, Hasyim Asyari, ataupun Gus Yahya saat ditanya apa itu NU di benak mereka.
Ditemukan pula responden yang menyampaikan beragam pandangan terkait NU, seperti sebagai partai politik, halal, pesantren, bahkan ada pula yang menyebut Muhammadiyah.
Keragaman jawaban responden ini secara garis besar tidak meleset dari semangat yang diusung NU. Pada peringatan satu abad NU yang jatuh pada 6 Februari 2023, NU ingin kembali menebalkan dan memperluas manfaat bagi Indonesia.
Dengan mengusung tema ”Merawat Jagat, Membangun Peradaban”, NU berkomitmen untuk meneruskan aspirasi serta ajaran KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dengan memastikan agar negara tetap utuh dengan keberagaman yang ada di dalamnya.
Baca juga: Apresiasi Publik pada Kiprah NU
Toleran
Kehadiran NU memperkuat rasa kebangsaan di tengah proporsi penduduk Indonesia yang didominasi warga Muslim. Merujuk laporan The Royal Islamic Strategic Studies Centre (RISSC), populasi Muslim di Indonesia pada 2022 diperkirakan 237,6 juta jiwa atau setara dengan 86,7 persen dari total penduduk. Angka ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan populasi Muslim terbanyak dengan proporsi 12,3 persen dari populasi Muslim dunia.
Adapun warga Muslim Indonesia yang menganut paham NU cukup besar. Jajak pendapat ini merekam, 55,3 persen responden merupakan Muslim dengan paham NU. Persentase tersebut mencerminkan 6 dari 10 responden beragama Islam.
Meski demikian, kebesaran NU di tanah air tidak membuat organisasi keagamaan ini eksklusif. Hal ini terekam dari 76,7 persen responden yang mengetahui bahwa NU merupakan organisasi yang menjunjung toleransi antar umat beragama. Artinya, semangat keberagaman NU pun diterima sekalipun oleh kalangan bukan NU.
Semangat NU untuk menjadi organisasi yang toleran sejak awal mula didirikan pun menuai apresiasi. Oleh 73,4 persen responden, NU dianggap telah optimal berperan menjaga toleransi dan kebhinekaan di tengah masyarakat multikultur di Indonesia. Apresiasi ini tertinggi dibandingkan dengan peran yang dijalankan NU di aspek lainnya.
Dilihat secara umum, NU dianggap matang sebagai organisasi yang menjalankan fungsi sebagai pijar bagi umat Muslim. Hal ini terekam dari 43,5 persen responden yang menyebut peningkatan pemahaman keagamaan Ahlusunnah Wal Jamaah sebagai aspek yang paling publik rasakan manfaatnya.
Baca juga: Kiprah Kebangsaan Kaum Nahdliyin
Jemaah
Ahlusunnah wal Jamaah menjadi paham yang melandasi pendirian NU pada 31 Januari 1926. Salam satu mazhab dalam ajaran Islam ini menekankan jemaah untuk menjaga sunah nabi. Sejumlah karakter dari paham ini tak lain adalah menghormati perbedaan dan menghindari hal-hal yang menimbulkan permusuhan. Artinya, menjaga toleransi dan senantiasa merangkul semua kalangan.
Dengan begitu, di tengah pamor NU yang diterima positif oleh publik, NU perlu mempertajam kontribusi sosial hingga ke lapisan masyarakat terbawah. Hal ini untuk merespons kondisi di mana sebagian besar responden masih mengungkapkan makna definitif NU sebagai organisasi.
NU memang telah matang sebagai wadah warga Muslim tradisional di Indonesia. Publik pun berharap NU mampu terus mengawal semangat para pendiri untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Melalui paham ahlussunnah wal jamaah, pendirian NU dilandasi komitmen untuk bergerak di bidang sosial, keagamaan, dan politik.
Pada akhirnya, NU tidak perlu lagi ragu untuk melangkah. Ada kepercayaan publik pada organisasi keagamaan terbesar di Indonesia ini mampu mengawal bangsa ini.
Hasil penelusuran Litbang Kompas menemukan, sejarah merekam bagaimana NU sudah berperan untuk kepentingan bangsa dan negara. Sejumlah peran itu adalah dalam perjuangan identitas kebangsaan Indonesia, kemudian juga berperan di masa perjuangan kemerdekaan, dan pada persoalan penguatan ideologi Pancasila dan kebangsaan.
Sikap ini tidak saja ditunjukkan oleh kelompok responden yang mengaku warga nahdliyin, tetapi juga disampaikan oleh kelompok responden dari luar warga NU, bahkan kelompok responden dari non-Muslim.
Tentu ini menjadi modal sosial yang sangat kuat bagi NU menuju abad keduanya. Sejarah sudah merekam bagaimana perkembangan NU sudah menyatu dengan denyut nadi bangsa ini. Ibarat bangunan rumah, NU sudah menjadi pilar sosial kemasyarakat bangsa Indonesia, yang tidak lagi tersekat oleh agama, tetapi sudah lintas sosial keagamaan.
Seperti halnya pemaknaan publik terhadap NU yang tertangkap dalam jajak pendapat ini. Harapan kontribusi besar NU pada upaya menjaga marwah bangsa ini juga ditangkap oleh NU sebagai spirit yang diteguhkan dalam peringatan Satu Abad NU ini.
Hal ini tertuang dalam tema peringatan Satu Abad NU tahun ini, ”Merawat Jagad, Membangun Peradaban”. Tema ini semakin menegaskan komitmen NU untuk terus membersamai perjalanan bangsa dan negara ini menuju peradaban yang lebih baik. Selamat Harlah NU. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: NU dan Komitmen Politik Kebangsaan